SHAGA (SELESAI)

By destharan

5M 663K 228K

JUDUl AWAL HAZEL. *** Shaga Putra Mahatama, menyesal karena menyetujui perjodohan nya dengan gadis asing, ena... More

SHAGA || PROLOG
SHAGA || ONE
SHAGA || TWO
SHAGA || THREE
SHAGA || FOUR
SHAGA || FIVE
SHAGA || SIX
SHAGA || SEVEN
SHAGA || EIGHT
SHAGA || NINE
SHAGA || TEN
SHAGA || ELEVEN
SHAGA || TWELVE
SHAGA || THIRTEEN
SHAGA || FOURTEEN
SHAGA || FIFTEEN
SHAGA || SIXTEEN
SHAGA || SEVENTEEN
SHAGA || EIGHTEEN
SHAGA || NINETEEN
SHAGA || TWENTY
SHAGA || TWENTY ONE
SHAGA || TWENTY TWO
SHAGA || TWENTY THREE
SHAGA || TWENTY FOUR
SHAGA || TWENTY FIVE
SHAGA || TWENTY SIX
SHAGA || TWENTY SEVEN
SHAGA || TWENTY EIGHT
SHAGA || TWENTY NINE
SHAGA || THIRTY
SHAGA || THIRTY ONE
SHAGA || THIRTY TWO
SHAGA || THIRTY THREE
SHAGA || THIRTY FOUR
SHAGA || THIRTY FIVE
SHAGA || THIRTY SIX
SHAGA || THIRTY SEVEN
SHAGA || THIRTY EIGHT
SHAGA || THIRTY NINE
SHAGA|| FORTY
SHAGA || QnA
SHAGA | QnA
SHAGA || FORTY ONE
SHAGA || FORTY TWO
SHAGA || FORTY THREE
SHAGA || FORTY FOUR
SHAGA || FORTY FIVE
SHAGA || FOURTY SIX
SHAGA || FORTY SEVEN
SHAGA || FORTY EIGHT
SHAGA || FORTY NINE
SHAGA || FIFTY
SHAGA || FIFTY ONE
SHAGA || FIFTY TWO
SHAGA || FIFTY THREE
SHAGA || FIFTY FOUR
SHAGA || FIFTY FIVE
SHAGA || FIFTY FIVE (2)
SHAGA EKSTRA CHAPTER
TERBIT + VOTE COVER

SHAGA EKSTRA CHAPTER 01

128K 7K 743
By destharan

Halo....

Gmna kabarnya, sehat?

Puasanya lancar, kan?

***

Follow akun wattpadku biar ada notif kalau nanti aku publish ceritanya Anak Arunika dan Anak Shaga yang akan di satukan dalam satu kisah/cerita ya 🤗

"Gue minta maaf, Elysia."

Hazel menoleh malas pada Elang yang terdiam di ambang pintu, lelaki itu tidak masuk, karena Hazel melarangnya. Rasa marah hilang, tapi kecewa itu masih tersisa. Satu hal tidak Hazel sukai, yaitu kebohongan. Apalagi dari seseorang yang dia percaya.

Elang adalah anak dari sepupu Emilly. Oma nya dengan oma Elang adalah kakak beradik. Tentu, Hazel mengenal Elang sejak kecil sejak pertama kali dia mendatangi rumah Omanya di Spanyol. Dan sejak saat itu mereka berteman baik.

Dan karena kedekatan mereka pula yang terjalin sampai dewasa, tahun lalu Oma Hazel memutuskan untuk mnjodohkan Hazel dan Elang saja daripada dengan Shaga yang saat itu masih melupakannya.

Tentu Hazel menolak keras, namun seberapa keraspun seorang anak menolak, pemenangnya akan jatuh pada orang tua. Pada Oma nya. Mau tak mau Hazel harus menyanggupi persujuan Omanya, jika dalam kurun waktu setengah tahun Shaga tak kunjung mengingatnya, maka Hazel harus pasrah menerima perjodohan dengan Elang dan menetap di Spanyol.

Tapi, kecelakaan dua bulan lalu membuat Oma Hazel tidak sabaran. Wanita berusia enam puluh tiga tahun itu, mendesak Hazel untuk segera pindah Negara dan menetap di sana sekaligus berobat dan melaksanakan pertunangan.

Hazel tidak menolak saat itu, karena rasanya dia tidak sanggup untuk melawan Oma nya lagi di saat dia sedang sakit dan kemungkinan besarnya bisa mati. Oma dan Opa nya adalah satu-satunya keluarga yang membantunya selama ini walau mereka jauh. Setidaknya selama masih hidup, Hazel ingin membalas kebaikan mereka.

Maka Hazel ajukan juga persyaratan lagi, yakni meminta tenggat waktu tiga bulan. Dia ingin menghabiskan waktu dengan Shaga sebagai kenangan jika nanti dia benar-benar pergi. Tidak ada sedikitpun niat di hati Hazel menggunakan waktu itu sebagai upaya agar Shaga mengingatnya. Dia sudah pasrah jika memang Shaga melupakan kenangan mereka saat kecil. Yang Hazel inginkan adalah kenangan baru mereka selama tiga bulan walau tidak akan banyak.

Sayang, Oma nya menolak permintaan itu dan hanya memberi Hazel waktu dua bulan saja. Selain karena tak sabar ingin cucunya hidup bersama mereka, Oma Hazel juga sangat cemas dengan kondisi kesehatan Hazel. Lebih cepat berobat, akan lebih baik, katanya.

Walau merasa berat hati, akhirnya Hazel setuju. Dua bulan dia bisa menghabiskan waktu dengan Shaga setelah itu selesai, dan dia pergi dari Indonesia.

Harusnya rencana itu bisa berjalan dengan mudah kalau saja Shaga tidak kembali mengingatnya. Jujur saja, Hazel bahagia bukan main, penantiannya selesai, Shaga nya kembali. Tapi sayang, situasi dan kondisinya yang lemah tidak mungkin membuat mereka bersatu.

Hazel sakit, cukup parah dan bisa saja mati. Belum lagi dia sudah berjanji pada Omanya untuk pulang ke Spanyol, harapan Hazel untuk hidup dengan Shaga terasa mustahil.

Tapi agaknya, Tuhan memang tidak mengijinkannya pergi dari Shaga. Hari di mana harusnya dia berangkat, Hazel malah drop sampai tidak sadarkan diri dan berakhir di rawat. Dan semua hal malah menjadi rumit ketika ternyata Shaga tahu penyakitnya sementara Elang banyak berbohong padanya.

"Pergi, Lang." Hazel berujar datar sambil kembali menatap album foto di pangkuannya. Foto masa kecilnya bersama Emilly dengan Shaga dan juga keluarganya.

"Apa yang harus gue lakuin supaya lo maafin gue?"

Hazel menghela napas cukup panjang, agaknya dia harus menghadapi Elang dulu agar bisa istirahat tenang. "Kenapa lo bohong soal Shaga? Lo nggak bilang kalau dia cari gue, dia donor darah buat gue, dia datang ke rutan Papa dem—"

"Gue takut," sela Elang. "Shaga nyakitin lo aja, lo sayang sama dia. Gimana kalau Shaga lakuin sesuatu buat lo, buat nolongin nyawa lo? Gue takut lo ninggalin gue."

"Elaaaang..."

Elang menunduk. "Gue sayang banget sama lo, gue takut kehilangan lo lagi."

Ya, Hazel tahu itu, dan dia merasa buruk karena tidak bisa menaruh perasaan lebih kepada Elang. Tapi mau bagaimana lagi, perasaan tidak bisa di paksa. Cinta akan tumbuh karena terbiasa, ya mungkin itu bekerja di beberapa hubungan orang lain, tapi tidak dengan Hazel. Dia sudah mengenal Elang lama tapi perasaan sayang nya hanya sebatas saudara.

"Gue sayang Shaga, Lang. Hati gue, masih buat dia. Gue butuh dia."

"Gue tahu," ucap Elang sadar diri, melihat bagaimana Hazel kemarin meraung dan mengancam tidak ingin operasi tanpa Shaga, membuat Elang sadar, seberapa keras dia berusaha, Shaga akan tetap pemenangnya. Dia tidak gagal untuk berusaha menjadi yang terbaik, dia gagal karena yang Hazel inginkan hanya Shaga.

"Bagus kalau lo tahu," cetus Hazel, pandangan gadis itu beralih pada jendela, memerhatikan selasar rumah sakit yang tampak lebih sepi dari biasanya. "Sekarang, apa bisa lo pergi?"

"Gimana caranya biar lo maafin gue?" Elang bertanya lagi, hatinya belum tenang jika Hazel belum benar-benar memaafkannya. "Elysia?"

"Pergi ke kantor polisi, Lang. Akui semua perbuatan lo selama ini. Tanggung jawab atas kematian Natasya, itu yang gue pengin dari lo."

Elang terkekeh. "Sebenci itu lo sama gue sampai ingin gue di penjara?"

Hazel menggeleng. "Gue nggak benci lo. Lang. Tapi lo memang salah di sini, dan mengkambing hitamkan Pak Samuel, itu terlalu kejam. Dia udah tua, ada istri dan anak yang nunggu dia buat pulang dan kumpul mereka. Lo nggak mikir?"

Elang tertunduk, diam mendengarkan ucapan Hazel.

"Lo orang baik, gue tahu. Maaf, karena gue lo jadi bertindak jauh begini. Ini salah gu—"

"No, bukan salah lo," sambar Elang menatap Hazel dalam-dalam. "Kalau gue ngakuin semua perbuatan gue, lo bakalan maafin gue?"

Hazel tersenyum dan mengangguk. "Gue bakalan rutin jengukin lo nanti."

"Boleh gue peluk lo, sekali?" pinta Elang. "Gue mungkin nggak ada pas lo selesai operas nanti, kita juga mungkin nggak akan bisa ketemu dalam waktu lama."

Hazel tersenyum kecil. "Come," ujarnya sembari merentangkan tangan dan langsung saja Elang berlari kecil, masuk dalam dekapan Hazel dan balas memeluknya erat. "Maafin gue juga, Lang."

Elang mengangguk. "Lo baik-baik, ya. Jaga kesehatan."

"Pasti. Lo juga."

Hazel melepas pelukan dan sedikit bertukar beberapa kata lagi dengan Elang sebelum kemudian lelaki itu pamit keluar. Baru saja Hazel hendak membaringkan badan, namun kedatangan Dokter Anggi mengurungkan niatnya.

"Siap Non Hazel?" tanyanya sambil mendekat, memeriksa laju infus yang menggantung di sisi Hazel. "Dua jam lagi kita masuk ruang operasi," terangnya.

Hazel mengangguk, dan patuh saja dengan pemeriksaan Dokter Anggi. "Sekarang jam berapa, Dok?"

"Jam sembilan, Non. Kenapa?"

"Nggak," geleng Hazel. Gadis itu melirik lagi pada jendela lalu menunduk lagi, menatap jendela lagi, menunduk lagi, terus begitu sampi Dokter Anggi terkekeh-kekeh. "Apa?" tanya Hazel sinis. Mungkin tahu, bahwa Dokter Anggi tahu isi pikirannya.

"Kangen, ya?"

"Nggak tuh, ngapain kangen Shaga," dengkus Hazel.

"Loh? Emang saya ada sebut Shaga?" selidik Dokter Anggi dengan seringai menggoda. "Udah baikan belum?" kelakarrnya membuat Hazel mendengkus lebih keras.

"Maafin Shaga, Non. Udah uda hari berturut-turut loh, ke sini bawain bunga. Hari ini belum ada, mungkin Shaga udah nyerah dapat maaf dari non."

"Bodo amat," cetus Hazel.

"Nanti Shaga nya sakit lagi loh."

Hazel mendelik. "Sakit nggak sakit, dia tetep nyebelin, Dok."

"Tapi ngangenin, kan? Cowok kayak Shaga tuh kalau deket bikin kesel kalau jauh bikin kangen, ya, kan, Non?" Dokter Anggi mesem-mesem, dengan wajah yang seolah berkata 'hmm, aku tahu isi pikiran mu.'

"Nggak juga," dengkus Hazel sebal. Oh sudah berapa kali dia mendengkus hanya karena membahas Shaga?

"Ya udah, kalau Non nggak kangen. Nanti kalau saya ketemu Shaga, nanti saya sampaikan sama dia, nggak usah datang ke kamar Non lagi karena Non masih marah."

"Kok gitu?!" Hazel menyahut sewot. "Dia yang salah di sini, biarin dia minta maaf tiap hari."

"Tapi kasian loh kalau kelamaan, Non. Shaga kan, niatnya bercanda."

"Dok, nyawa tuh bukan buat becandaan. Dia pikir lucu apa-apa, pura-pura nggak bernapas di saat kondisi dia lemah begitu? Gimana kalau napas dia ilang beneran? Gimana kalau dia mati beneran?"

"Jangan, dong. Kalau aku mati beneran, nanti yang nikahin kamu siapa?" suara Shaga terdengar penuh godaan sebelum kemudian sosoknya muncul dari pintu di bantu Ranti yang mendorong kursi rodanya. "Miss me, baby?"

Berputar bola mata Hazel mendengar ucapan genit itu. "Ngapain ke sini?" tanyanya ketus.

Shaga mengelus dada berupaya menyabarkan diri, gadis cantik yang duduk di ranjang dan menatapnya tajam itu sedang marah padanya akibat dua hari lalu Shaga tak sengaja mengerjainya.

Shaga sungguhan mengantuk hari itu, matanya sudah sangat berat dan tidak bisa ia tahan untuk terpejam, siapa sangka Hazel malah menyangkanya meninggal? Sebenarnya, Shaga terbangun saat itu juga, namun mendengar Hazel berulangkali mengatakan bahwa gadis itu menyayanginya di sertai isak tangis, Shaga berniat membiarkannya sebentar.

Tapi naas, efek obat membuatnya benar-benar terlelap. Shaga tidur nyenyak dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, hanya saja ketika dia bangun, satu cubitan dan omelan Hazel lah yang pertama menyambutnya.

Hell, salah apa sebenarnya Shaga? Bukankah dari awal dia sudah bilang, kalau dirinya sangat ngantuk dan ingin tidur? Bisa-bisanya Hazel menganggapnya mati.

"Bunga cantik buat ayang," tukas Shaga, lalu bergidik geli sendiri membuat Hazel mendengkus namun tak urung menerima sebuket bunga mawar merah yang segar terlihat baru mekar.

"Ga, Mama ke depan dulu ya, papa Hazel udah datang katanya." Perbincangan mereka terjeda ketika Ranti menyela dan akhirnya pamit keluar.

Shaga merapatkan badannya pada besi brankar lalu meraih sebelah tangan Hazel. Mengecupi semua jarinya seperti biasa. "Maafin aku dong, yang. Jangan marah terus." Dia merajuk dengan mata menyorot penuh sesal, wajahnya yang masih berbekas memar tampak sangat memperihatinkan di mata Hazel. "Yaaaang."

Hazel diam saja, sebenarnya dia sudah tidak marah, sama sekali tidak. Hanya saja dia senang, mengerjai Shaga dan juga senang ... di bujuk seperti ini.

"Aku harus gimana dong biar di maafin? Kan, bukan salahku juga sayang."

"Terus salah aku?" sambar Hazel dengan mata melotot tak terima.

Shaga meringis. Ya iya salah situ sebenarnya!

"Nggak sayang, ini salah aku. Harusnya aku nggak tidur kalau ngantuk, harusnya aku jumpalitan biar nggak di kira mati." Shaga berujar dengan nada sedikit nyinyir. "Udah, ya, maafin aku? Ini aku sakit lagi lho kal—"

Hazel mencebik sementara buket bunga dia hempaskan ke wajah Shaga. "Aku pergi beneran kalau kamu sampai sakit."

"Eh jangan, dong," kekeh Shaga, menyimpan buket bunga di nakas lalu kembali menggenggam tangan halus Hazel. "Makanya kamun jangan ngambek terus, aku kangen," adunya jujur, dia meletakan tangan Hazel di pipinya sendiri, mengelus-ngelus di sana. "Udahan marah nya, ya?"

Hazel mengulum senyum, geli melihat kelakuan Shaga yang lebay. Dia menurut saja saat tangannya di bawa kepuncak kepala lelaki itu, menyuruh mengusap di sana. Dan Hazel tidak keberatan melakukannya sampai kepala Shaga rebah di ranjang.

"Janji, Ga. Jangan sakit lagi, apalagi karena aku," kata Hazel sungguh-sungguh.

"Kalau demi kamu, nyawa aja aku kasih yang." Shaga menggumam.

"Gombal banget."

"Demi Tuhan."

"Jangan lah. Kamu harus sehat, hidup dengan baik, bahagia, walau nanti aku nggak ada—"

"Ada. Kamu bakal terus ada buat aku, Hazel," sela Shaga tidak suka, dia menengadah menatap manik Hazel yang berkeliaran menatap ruangan. "Jangan bilang gitu. Ucapin yang baik-baik. Operasi bakal berhasil, kamu bakal sembuh, kita bakal barengan sampai tua."

"Tapi Ga—"

Shaga menggeleng. "Nggak ada tapi-tapian. Kenapa, sih, kamu mikirnya yang buruk terus, sayang? Mikirnya yang bik-baik, dong. Jangan bikin diri kamu sendiri cemas, ketakutan dan hilang harapan."

Hazel menunduk, menarik tangan dari kepala Shaga lalu memilin jarinya sendiri. "Aku takut, Ga. Aku takut ini nggak akan berhasil."

Shaga menghela napas, sepenuhnya paham atas ketakutan Hazel, dan sebenanrnya pun Shaga sama takutnya. Tapi Shaga berusaha tenang, berusaha berpikiran baik dan melakukan tindakan terbaik juga.

"Lihat aku," kata Shaga.

Hazel mendongak, menatap iris hitam pekat milik Shaga yang selalu membuatnya tenang. "Kamu bakal berhasil, Dokter Anggi akan melakukan yang terbaik, aku, mama, papa dan seluruh anak panti akan banyak berdoa buat kamu, dan kamu percaya, kalau Tuhan akan membantu juga?"

Hazel mengangguk.

"Jangan berpikiran yang buruk, coba ubah jadi yang baik-baik. Kamu bakal sembuh sayang. Kamu bakal baik-baik aja, kamu bakal tetap sehat buat nemenin aku selamanya. Kita bakal mulai hubungan ini dari awal dengan benar, kita bakal jaga hubungan ini sama-sama. Suatu hari, kita pasti mengikrar janji suci saat nikah di depan Tuhan, kita bakal hidup bahagia, punya banyak anak, punya banyak kucing di rumah, anjing juga nggak apa-apa. Kita bakal lewatin hari natal sama keluarga kecil kita, kamu mau kan?"

Hazel menangguk lagi kali ini sampai beberapa kali.

Shaga tersenyum dengan sorot mata hangat. "Kamu bakal jadi ibu yang baik, dan aku bakal berusaha buat jadi ayah yang baik. Kita bakal berbagi kasih sayang buat waktu yang lama, sampai tua, sampai menutup mata. Jadi kamu harus semangat, kita berjuang sama-sama ya?

Aku sayang banget sama kamu, Hazel. Aku nggak akan bisa kalau nggak ada kamu, jadi kalau semua terasa sulit dan berat, jangan nyerah ya? Kamu harus ingat, ada aku yang nunggu kamu," ungkap Shaga tulus, dia genggam erat tangan Hazel seolah ingin menyatukan jemari mereka sampai tak terpisah.

Hazel mengangguk lagi, kali ini dengan senyum. Ya, dia tidak sendirian, dia berjuang dengan banyak orang. Shaga ada di sampingnya, keluarga dan kerabatnya ikut berjuang dalam bentuk doa. Dia pasti bisa melewati semua ini kan? Dia dan Shaga akan bahagia setelah ini, kan?

***

Jadi, SHAGA selesai di bab ini versi wattpad ya.
Silakan yang ingin baca kelanjutannya ada di KaryaKarsa. Di sana ada enam ekstra chaper yang bikin kalian puas 🤗

Kak aku ga bisa pakai KaryaKarsa. Belajar, cari tahu. Aku udah jelaskan caranya di bab sebelum ini.

Kak memori ki penuh, gak bisa download. Buka di Google chrome bisa, di safari bisa.

Link KaryaKarsa ada di profil wattpadku yaaa :)

Ini profil KaryaKarsa ku. Cari aja nanti di laman profil ku ada kok ekstra chapter shaga 1-2, 3-4, dan 4-6. Harap bijak dalam membaca dan berkomentar karena di sana bermuatan dewasa. Terima kasih 🤗

Continue Reading

You'll Also Like

495K 18.6K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
17.3M 723K 39
[COMPLETED] Seorang gadis yang 'terpaksa' tinggal satu flat dengan lelaki menyebalkan di asrama. Segala sesuatu mereka lakukan bersama, hingga tumbuh...
2.2M 150K 51
Ini tentang masa SMA. Masa SMA yang hanyalah fiktif belaka, di mana penindasan merajalela... Di mana harga diri direndahkan, ternoda dan terinjak-inj...
247K 13K 37
[ COMPLETED ✔ ] MASIH DALAM TAHAP REVISI THE QUEEN OF FROZEN > IRENE & Sean 30 April 2017 Kisah ini tentang Sean dan Irene Tentang sean yang cinta d...