TANZIRA

Por yogurtkji

482K 57.8K 34.7K

[Follow dulu oke.] #9 in wattpad indonesia Spin of Asterlio Bagi Aurora, Tanzil adalah segalanya. Tidak ada... Más

0.0 | Toko Donat
0.1 | Efek Samping
0.2 | Duta Kebersihan
0.3 | Orang Baru
CAST TANZIRA
0.4 | Cara Menjaga
0.5 | Obat?
0.6 | Tentang Hati
0.7 | Jauhi Dia
0.8 | Permintaan Maaf
0.9 | Siapa Raja Sebenarnya?
1.0 | Hati Nggak Bisa Dibagi
1.1 | Jaga Jarak
1.2 | Hari Spesial
1.3 | Makan Bareng
1.4 | Rora Nggak Mau Ditinggal
1.5 | Winter Bear
1.6 | Mereka Pacaran?
1.7 | Tanda Persahabatan
1.8 | Bergabung?
1.9 | Zahra's party
2.0 | Berhenti?
2.2 | Jealous
2.3 | Jadi?
2.4 | Air Mineral
2.5 | Hari Sakral
2.6 | Sakit Hati
2.7 | Bolos Sekolah
2.8 | Alasan Menjauh
2.9 | Isi Hati
3.0 | Good Night
3.1 | Ancaman Manis
3.2 | Bahagia ya, Ra
3.3 | Berita Buruk
3.4 | I'm Here
3.5 | Masalah di Sekolah
3.6 | Penenang
3.7 | Pelaku
3.8 | Belum Selesai
3.9 | Masa Lalu
4.0 | Masalah
4.1 | Kejadian Sebenarnya
4.2 | Terbongkar
4.3 | Takut Kehilangan
4.4 | Satu Minggu
4.5 | Kangen
4.6 | Insiden Kecil
4.7 | Gue Butuh Lo
4.8 | Need
4.9 | Jalan-jalan
5.0 | Kebutuhan
5.1 | Jalan sama gue, mau?
5.2 | Insiden
5.3 | Berakhir?
5.4 | Jawaban
5.5 | Janji
5.6 | Pulang
5.7 | Hilang
5.8 | Usaha Penyelamatan
5.9 | Keadaan Aurora
6.0 | Teman

2.1 | Awal Baru

8.9K 1.1K 1K
Por yogurtkji

Happy reading♥♥

Jangan lupa vote dan coment dulu, and bantu koreksi kalo ada typo!

***

Rora berdiri dengan kepala menunduk, tangannya memainkan ujung bajunya. Ia tidak berani menegakkan kepalanya, sama sekali tidak berani.

"Tatap Daddy."

Kepala Rora menggeleng lemah. "Nggak mau, muka Daddy lagi serem. Rora takut." cicit perempuan itu.

Altas menghembuskan nafasnya panjang, ia mengalah dan akhirnya mendekat pada sang putri. Ia memeluk putri semata wayangnya itu,  yang langsung di balas oleh Rora.

"RORA KANGENNNNN!" Rora berteriak tepat di sebelah telinga Altas. "Daddy juga kangen kamu." balas Altas seadanya.

Dari nada bicara Altas saja Rora bisa tau jika Altas sedang dalam wujud sebenarnya, beraura seram dan seolah mengintimidasi. Namun Rora akan tetap berusaha untuk membuat pria itu kembali hangat. "Dad..."

"Hm?"

"Daddy marah sama Rora?"

Kepala Altas menggeleng sebagai jawaban, namun enggan untuk berbicara. "Kok beda sama Rora? Rora udah bukan kesayangan Daddy lagi?"

"Masih, dan akan tetap begitu sampai kapanpun." kali ini nada bicara Altas lebih hangat, dan itulah yang Rora harapkan.

Rora mencoba memberanikan diri untuk melihat ke sorot mata Altas. "Dad.. Daddy jangan macem-macem ya? Rora mohon.."

Altas hanya mengangguk tanpa jawaban, sudah tau kan jika ia tidak akan bisa menolak permintaan anak kesayangannya itu.

Sebagai informasi, Altas baru satu jam yang lalu tiba di tanah air. Ia langsung menuju apartemen milik Raja karna ia mengetahui Rora berada disana. Anak gadisnya membutuhkan dirinya dan ia harus ada di samping gadis itu. "Ada yang Rora inginkan?" tanya Altas lembut.

"Nggak ada, Rora mau pulang aja Dad."

Mendengar itu Altas menganggukan kepalanya, ia menatap Raja dan sedikit menunduk. Raja segera bangkit dari duduknya dan mempersilahkan Altas dan Rora. Ia mengantar ayah dan anak itu sampai di depan pintu apartemen miliknya.

***

"Serius? Gue bener-bener minta maaf, gue janji bakalan kasih anak gue pengertian yang lebih lagi Al."

Altas tertawa remeh, ia menyilangkan tangannya di depan dada. "Lagi? Tam, gue udah kasih berapa kali kesempatan hah?!" volume suaranya naik satu oktaf.

Tama menggeleng, ia memijit pelipisnya yang begitu tersa pusing. "Nggak ada yang perlu di bicarakan lagi, permisi." ujar Altas kemudian meninggalkan ruangan Tama.

Selepas kepergian Altas, Tama langsung berjalan cepat keluar dari ruangannya. Ia tidak memedulikan sapaan para karyawannya, semua ia acuhkan.

"Woi Tam, gue mau ba---"

Vino yang baru saja datang, menggantungkan ucapannya. Saat tama mengangkat tangannya dang memberi Vino isyarat untuk diam. "Wah, ada yang nggak beres nih." ia mengikuti Tama dari belakang, dan mengendarai mobilnya cepat.

Di rumah Gahar, Tanzil dan yang lain tengah berkumpul. Seperti biasa mereka.selalu menghabiskan waktu untuk sekedar berkumpul jika tidak ada jadwal bersama Devz.

"Zil, kapan-kapan ajak adik lo kesini dong." Boy  menggoyang-goyangkan lengan Tanzil yang tengah duduk bermain ponsel. "Gue nggak punya adik."

"Ciko! Ayolah Zil!" rayunya lagi.

Tanzil menggeleng tanda tak setuju. "Nggak!"

Boy langsung merebut ponsel Tanzil itu, dan mencari kontak Ciko untuk bisa di hubungi. Sungguh, ia sangat ingin bermain bersama anak itu.

"Hallo!"

"Bang Tanzil?! Wah mimpi apa Ciko semalam sampe-sampe di telfon Bang Tanzil!"

Boy tertawa mendengarnya. "Gue Boy. Kesini lo, di rumah Gahar. Cepetan, nanti gue kasih lolipop."

Setelah mengatakan itu Boy mematikan telepon secara sepihak. Lalu mengembalikannya pada sang pemilik, yang dibalas tatapan tajam oleh Tanzil.

"Zil," Varez tiba-tiba datang dari arah luar rumah, wajahnya terlihat panik menyiratkan sesuatu yang tak baik.

Tanzil menaruh hpnya di atas meja, menghampiri temannya itu karna penasaran. Tidak biasanya Varez bereksperi se-serius itu.

"Bo---"

Bugh!

Bugh!

Belum sempat Varez menyelesaikan ucapannya, Tama sudah datang dan langsung melayangkan bogeman mentahnya pada sang pirtra. Tanzil yang memang posisinya tidak siap, membuatnya jatuh tersungkur ke lantai.

"Saya sudah peringatkan padamu, ingat batasan kamu Tanzil Bagaskara!" wajah Tama terlihat memerah, tanda sang empunya tengah di penuhi amarah.

Tanzil bangkit. "Apa-apaan sih Pa?!" tanyanya tak terima. Tama mengabaikan pertanyaan putranya, ia menarik kerah baju Tanzil dan kembali memukul rahang cowok itu.

"Stop Tam! Stop!" Vino menengahi, segera menahan Tama saat pria itu hendak kembali memukul Tanzil.

"Kalian semua bawa Tanzil pergi dari sini."

Gahar, Boy dan Varez menurut. Mereka membawa Tanzil masuk ke dalam kamar Gahar. Jujur saja, ini kali pertama mereka melihat Tama semarah itu. Bahkan tidak pernah, Tama sosok pendiam yang mereka kenal.

"Zil? Lo salah apa anjir?! Kenapa bokap lo sampe se marah itu?!" Boy bertanya meminta penjelasan.

Tanzil menyeka darah yang keluar dari sisi kiri bibirnya. "Pantai." hanya kata itu yang Tanzil ucapkan, lalu kembali ke luar dan menghampiri sang ayah.

"Jangan pulang kamu malam ini!" sarkas Tama saat melihat Tanzil yang berdiri di depan dirinya. "Pa, Tanz---"

"Diam! Saya muak dengan tingkah kamu! Saya benar-benar tidak habis pikir, dengan jalan otakmu itu!" sela Tama.

Tanzil diam menuruti ucapan Tama, ia tahu jika melawan Tama sekarang bukanlah hal baik. Tama masih dibawah kendali emosi, dan kehancuran lah yang akan terjadi jika Tanzil melawan.

"Zil, pergi dulu. Jangan disini," Vino memberi saran. "Uncle, Tanz--" Vino menggeleng memberi Tanzil isyarat.

"SELAMAT SIANG ABANG-ABANG CIKO YANG TAMPANNNN!"

Ciko terdiam saat yang ia lihat adalah Tama dan Vino dengan wajah tak bersahabatnya, dan Tanzil dengan wajah babak belurnya.

"Kalian abis lawan maling?" tanyanya polos.

Vino menggeleng frustasi, ia mendekat ke arah Ciko dan menarik cowok itu untuk ikut bersamanya.

***

Satu minggu setelah kejadian pantai, Rora memang belum terlihat seperti biasanya. Gadis itu masih menyiratkan kesedihan, apalagi semalam Altas sudah kembali terbang ke luar negeri.

Ia berjalan menyusuri koridor, hari ini ada acara pertandingan basket dan ia hendak menontonnya. Tentunya bersama Inggit dan juga Ghea.

"Gue yakin Tim Raja yang menang. Tuhan nggak akan ngebiarin cowok jahat kayak Tanzil menang." celetuk Inggit seraya duduk di deretan venue pertandingan.

"Tanzil pasti menang." timpal Rora.

Ghea dan Inggit melirik Rora sinis, "Ra..." peringat mereka. "Typo, maksud Rora itu Raja pasti menang." ulang Rora meralat ucapannya.

"RAJAAA! RAJA PASTI MENANG!" teriak Rora yang langsung ter-notice oleh Raja. Cowok itu tersenyum dan melambaikan tangannya membalas sapaan Rora.

Dari timnya, Tanzil melihat interaksi antara Rora dan juga Raja. Ada gelenyar aneh yang menjalar di hatinya, kenapa Rora tidak menyemangatinya?

Dalam kebingungannya sendiri, Tanzil kembali disadarkan oleh tepukan Boy pada bahunya. "Fokus, jangan sampe kita kalah." ucap Boy dengan wajah serius.

Tanzil kembali bermain sesuai yang seharunya, namun sialnya fokusnya teralih karna teriakan Rora yang terus menyemangati Raja.

"TANZIL! FOKUS WOI!" damprat Gahar mulai menyadari Tanzil tak fokus.

Sialnya Tanzil tidak bisa fokus, ia masih terus melihat Rora yang seolah sengaja memperlihatkan rasa pedulinya pada Raja. Ia mengepalkan tangannya emosi, "Shit!" umpatnya.

"HOREEEE! RAJA MENANGG!"

sorak penonton pertandingan menggema, sedangkan Tanzil sama sekali tak terlihat sedih karna kekalahannya. "Zil! Lo kenapa sih?!" tanya Gahar merasa Tanzil tak seperti biasanya.

Pandangan mata Tanzil mengikuti ke arah pergerakan Rora. Ia tidak menyangka perempuan itu melewatinya begitu saja, dan justru menghampiri Raja dan memberi laki-laki itu air mineral.

"Selamat Raja!" ucap Rora pada Raja, Tanzil yang mendengar itu entah kenapa tak suka.

Ia segera pergi dari area pertandingan, tidak memedulikan teman-temannya yang memanggil namanya.

"Makasih ya," ujar Raja menerima air mineral dari Rora. Rora mengangguk seraya mengeluarkan sapu tangan.

Mengelap jidat Raja yang terdapat keringat, membuat Raja cukup terkejut dengan tindakan tak biasa perempuan itu.

Rora merwmang ujung bajunya, saat melihat Tanzil yang melewatinya tanpa menyapa. Ia sungguh gatal ingin menyapa cowok itu namun teringat akan kata-kata Inggit dan Ghea tempo lalu.

.
.

"Ingat kata-kata gue! Pertama, jangan kasih perhatian apapun."

Inggit berjalan bolak-balik di depan Rora dengan sebuah penggaris di tangannya. Ia berkacamata dan berlagak seolah ia adalah guru.

"Kedua, stop peduli apapun itu tentang dia!" sambung Ghea menimpali.

Rora hanya diam memerhatikan kedua sahabatnya, ia duduk dengan sepiring donat di depannya.

Ia mengangkat tangannya. "Kalo cuma bilang 'selamat pagi Tanzil...' boleh nggak?" tanyanya.

"BIG NO!" jawab Ghea dan Inggit berbarengan. "Kita udah bilang jangan kasih perhatian apapun." lanjut Inggit.

Ghea mengambil sebuah donat milik Rora dan memakannya. "Jangan terima apapun dari dia, termasuk ini." ucapnya tertuju pada donat.

"Paham?!"

Kepala Rora mengangguk meski ragu, namun ia tidak cukup keberanian untuk melawan dua sahabatnya ini.

"Good girl."

.
.

"Ra, pulang bareng 'kan?" tanya Raja, "Iya, ke panti dulu gimana? Rora kangen." jawab perempuan itu.

Pertandingan basket telah selesai, dengan Tim Raja sebagai pemenang. Kini keduanya tengah berjalan ke luar sekolah, untuk pulang tentunya.

Entah sebuah kebetulan atau kesengajaan, saat Rora tengah menunggu Raja mengambil mobil. Luby berjalan di depannya dengan tangan yang menggenggam tangan Tanzil. Mereka berjalan seolah tidak ada Rora disana.

"Masih sakit ternyata," ujar Rora, seraya memegang dadanya yang sedikit nyeri. Namun tidak seperti biasanya, Rora hanya diam tanpa berniat peduli. Karna biasanya ia akan langsung menghentikan Tanzil dan berkata panjang kali lebar.

Tanzil pun merasa berbeda, Rora tidak seperti biasanya. "Jio, ayo." ajak Luby saat langkah Tanzil terhenti.

"Rajaaa! Berhenti di toko donat dulu ya? Rora mau beli banyak, biar sekalian dibagiin ke anak-anak panti." Tanzil melirik setitik, Rora sungguh berlagak seolah tidak melihatnya.

Ia melanjutkan langkahnya dengan cepat, sungguh suasana hatinya berubah panas melihat Rora sebegitu care nya dengan Raja.

"Jio, tangan aku sakit. Kamu nariknya kenceng banget." Luby meringis, melepaskan tangannya dari genggaman Tanzil. "Maaf." singkat Tanzil dan berlalu masuk ke dalam mobil miliknya.

Rora sudah berada di dalam mobil milik Raja, jujur saja sedaritadi ia menahan untuk tidak menangis. Setiap kali melihat Tanzil, rasanya luka yang ia rasakan kembali terbuka.

Rora menatap Raja saat ia merasakan tangan laki-laki itu mengelus telapaknya. "Ada gue disini." ucap laki-laki itu dengan tatapan lurus ke depan.

"Cuma sakit dikit."

"Iya pasti nanti hilang." jawab Raja seraya mengelus lembut telapak tangan Rora.

Untuk kali pertama, Rora memberanikan dirinya menyandarkan kepalanya pada bahu Raja. "Makasih Raja."

Ting!

Saat merasakan ponselnya berbunyi, Rora mengambilnya dan mengecek apakah ada pesan masuk. Dan benar saja, di layar ponselnya tertera satu pesan.

Tanzil
Jgn lwtn bts aurora!

***

HAIII! SIANG DEVZ! GIMANA CHAP KALI INI?

SPAM NEXT YA! SUPAYA LEBIH CEPET UPNYA!

SEE U NEXT CHAP! ILY!

Kalau ada yang bingung sama tokoh-tokohnya, bisa baca ASTERLIO lebih dulu. Kalo enggak juga gapapa, tapi aku nggak akan jelasin lagi disini siapa-siapa aja yang udah ada penjelasannya di cerita sebelum ini.

BTW,  aku mau up rutin 2 kali atau 1 kali dalam seminggu. Atau lebih itu tergantung kesibukan aku dan antusiasme kalian. Tapi aku usahakan dalam satu minggu itu pasti ada part baru!

SEE YOU NEXT PART DEVZ!

FOLLOW TIKTOK: YOGURTKJI
FOLLOW INSTAGRAM :
@YOGURTKJII
@devzofc_
@wattpad.nini

@tanzil_jio
@auroraderandra
@rajayudisthira
@luby__antika
@boy_tamvanss
@gahar_ganteng
@varez.dutakebersihan
@inggit_axavi
@ghea.cassava

Dan roleplayer lainnya.

Seguir leyendo

También te gustarán

965K 93.6K 51
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
3.9M 304K 50
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
827K 43.7K 76
The end✓ [ Jangan lupa follow sebelum membaca!!!! ] ••• Cerita tentang seorang gadis bar-bar dan absurd yang dijodohkan oleh anak dari sahabat kedua...
8.8M 947K 65
[SUDAH TERBIT] Tersedia di Gramedia dan TBO + part lengkap Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki-laki yang rela membakar jari-jari tanga...