SHAGA (SELESAI)

By destharan

5.1M 663K 228K

JUDUl AWAL HAZEL. *** Shaga Putra Mahatama, menyesal karena menyetujui perjodohan nya dengan gadis asing, ena... More

SHAGA || PROLOG
SHAGA || ONE
SHAGA || TWO
SHAGA || THREE
SHAGA || FOUR
SHAGA || FIVE
SHAGA || SIX
SHAGA || SEVEN
SHAGA || EIGHT
SHAGA || NINE
SHAGA || TEN
SHAGA || ELEVEN
SHAGA || TWELVE
SHAGA || THIRTEEN
SHAGA || FOURTEEN
SHAGA || FIFTEEN
SHAGA || SIXTEEN
SHAGA || SEVENTEEN
SHAGA || EIGHTEEN
SHAGA || NINETEEN
SHAGA || TWENTY
SHAGA || TWENTY ONE
SHAGA || TWENTY TWO
SHAGA || TWENTY THREE
SHAGA || TWENTY FOUR
SHAGA || TWENTY FIVE
SHAGA || TWENTY SIX
SHAGA || TWENTY SEVEN
SHAGA || TWENTY EIGHT
SHAGA || TWENTY NINE
SHAGA || THIRTY
SHAGA || THIRTY ONE
SHAGA || THIRTY THREE
SHAGA || THIRTY FOUR
SHAGA || THIRTY FIVE
SHAGA || THIRTY SIX
SHAGA || THIRTY SEVEN
SHAGA || THIRTY EIGHT
SHAGA || THIRTY NINE
SHAGA|| FORTY
SHAGA || QnA
SHAGA | QnA
SHAGA || FORTY ONE
SHAGA || FORTY TWO
SHAGA || FORTY THREE
SHAGA || FORTY FOUR
SHAGA || FORTY FIVE
SHAGA || FOURTY SIX
SHAGA || FORTY SEVEN
SHAGA || FORTY EIGHT
SHAGA || FORTY NINE
SHAGA || FIFTY
SHAGA || FIFTY ONE
SHAGA || FIFTY TWO
SHAGA || FIFTY THREE
SHAGA || FIFTY FOUR
SHAGA || FIFTY FIVE
SHAGA || FIFTY FIVE (2)
SHAGA EKSTRA CHAPTER
SHAGA EKSTRA CHAPTER 01
TERBIT + VOTE COVER

SHAGA || THIRTY TWO

84.7K 11.3K 7.2K
By destharan

Halo!

Double UP nih! Hadiah buat kalian karena tiga bab kemarin vote dan komen nya banyak 😚😚

Bestie, walau nggak target vote. Jangan bolong2 vote nya ya, kalau kalian gabut, baca ulang Hazel aja sambil cek siapa tahu nggak sengaja blm vote 🥰

Target masih sama ya. 6K komen buat update bab 33 besok ❤️

Happy Reading...

Vote, komen, share 🦋

***

"Singkirin tangan lo kalau nggak mau itu tangan pindah ke pantat!" Shaga berteriak tidak suka, dia berlari kecil seperti anjing menggonggong untuk kembali ke tempat di mana Hazel terdiam, Shaga tepis tangan Elang dengan tatapan membidik tajam seolah ingin menyorot tangan cowok itu sampai berlubang. "Pegang-pegang tunangan orang! Kurang ajar banget tangan nya!"

Shaga kemudian menatap Hazel, khawatir saat saat bahwa mata gadisnya berair. "Bangsat Langlang! Lo ngapain dia?!" todongnya marah, semakin besar rasa kesalnya kala Elang hanya melengos sambil memutar bola mata lalu pergi begitu saja.

Rasanya Shaga ingin menonjok bule satu itu sampai loncat ke neraka!

Langlang berengshake!

"Kamu kenapa, yang?" Shaga bertanya lembut, dia bingkai wajah halus Hazel dengan kedua tagan nya yang besar. Wajah itu, tarasa pas di tangan nya hingga Shaga betah berlama-lama memandanginya. "Ada yang sakit?"

Hazel menggeleng, dia tangkup punggung tangan Shaga di pipinya. "Kelilipan tadi."

"Kalau kelilipan panggil aku jangan si Langlang!" Shaga jadi kesal lagi, dia usap-usap pipi Hazel seolah ingin menghapus jejak tangan Elang barusan. "Gatel banget, sih itu cowok! Pegang-pegang punya orang!"

Hazel terkekeh saja menanggapinya, "Shaga, minggir," suruhnya. Shaga menyingkir dari dekat Hazel tapi tak benar-benar menjauh, dia tahan bingkai pintu agar tidak tertutup.

Shaga perhatikan Hazel yang sedang berbenah, terkekeh geli karena Hazel tampak repot dengan barang bawaan nya. "Sini, biar aku bawa tas sama bunga nya," usul Shaga.

"Daritadi, dong," dengkus Hazel, dia lepas slingbag dari badannya, lalu menjulurkan tangannya untuk berikan itu pada Shaga.

Shaga menggerakan tangan, hendak menerima slingbag namun mendadak slingbag itu jatuh dari tangan Hazel. Tidak ada yang aneh sebenarnya, kalau saja Hazel tidak terlihat syok. Tangan gadis itu terkulai lemas sementara mata Hazel bergetar, menatap nanar pada tangan.

"Sayang." Shaga menegur pelan, dengan hati-hati mengelus tangan Hazel yang terlihat lemas tapi ternyata kaku. "Biar aku aja," cegah Shaga saat gadisnya berusaha untuk membawa slingbag di bawah.

"Biar aku!" Hazel membentak, gadis itu membungkukan badan lalu terlihat dengan usaha keras akhirnya tas itu tergapai juga.

Shaga mengernyit heran, merasakan kemarahan Hazel hanya dari suaranya. Tapi kenapa gadis itu marah hanya karena slingbag nya jatuh?

Shaga menggeleng, dia ambil slingbag Hazel lalu memakainya di badan sendiri, dengan satu tangan membawa buket bunga sementara tangan yang lain mengenggam tangan gadisnya, akhirnya Shaga masuk ke dalam panti bersisian dengan Hazel.

"Den, Shaga!"

"Oy bi Ami!" Shaga menyahut antusias sambutan heboh dari bi Ami ketika dia masuk ke dalam. "Weehh di cat abu nih rambutnya?" kekeh Shaga.

"Ih si Aden, mah! Bukan atuh, ini teh huis, apa ya bahasa Indonesia nya teh, uban!" kata Bi Ami tertawa. "Eleh eleh Non Hazel kenapa? Pucet amet wajahnya?"

Hazel tersenyum. "Nggak apa, bi. Cuma baru bangun tidur aja," jawabnya. "Ibu mana bi?"

"Ada di dalam. Sok atuh masuk, sini barangnya bibi taruh." Shaga berikan bunga dan permen kapasnya yang kemudian di bawa bi Ami ke belakang.

"Kamu mau ketemu Ibu Panti?"

"Heem."

"Jangan lama, yang. Aku pengen," keluh Shaga.

"Pengen apa?" decak Hazel.

"Pengen pulang." Shaga menyengir. Walau rautnya jenaka, tapi Shaga benar-benar ingin cepat pulang. Membayangkan nyamannya kamar Hazel dan harum khas di sana membuat Shaga ingin segera berbaring dan tidur di sana di temani Hazel yang akan membaca novel di samping seperti biasa.

Hazel mendecak sebal. "Kamu ini! Baru aja sampai udah mau pulang! Gih sana pulang aja duluan!" omelnya.

"Emang kamu lama?"

"Sampai malam kayaknya, nunggu rumah pohon sampai beres biar bisa langsung cek isinya."

"Rumah pohon?" Shaga membeo. "Rumah pohon di mana?"

"Lagi di bikin di belakang sama Elang. Udah 70%, bentar lagi selesai makanya aku ke sini."

Mendengar nama Elang si sebut, memantik kekesalan di hati Shaga lagi. "Kamu suruh dia buat bikin rumah pohon?"

Hazel mengangguk enteng.

"Kok nggak suruh aku?!" bentak Shaga tak terima.

"Lah, kenapa memang? Kamu, 'kan, jadwalnya padat sama sekolah dan futsal, kalau Elang dia kuliah, banyak jam kosong, makanya aku suruh dia bikin," jelas Hazel membuat Shaga berdecak, gadis itu melotot saat Shaga menariknya ke belakang, di mana ada halaman luas yang tergelar permandani rumput dan banyak pohon besar rindang tertanam di sana. "Ngapain, Ga? Aku mau ke ruangan Ibu dulu."

Shaga tidak menjawab dan malah membuka kemeja nya sampai menyisakan kaus hitam polos. Tak lupa juga dia membuka celana jeans nya di depan Hazel sampai menyisakan celana pendek atas lutut saja.

"Ga ngapain astaga!"

"Bilang sama Elang, biar aku yang terusin!" seru Shaga masih dengan raut kesal. "Cepet yang!"

Hazel mendelik, namun tak urung meneriaki Elang agar masuk ke dalam dan memberitahu cowok itu bahwa Shaga ingin mengambil alih pekerjaan nya.

"Lo temenin anak-anak aja, gue mau ke Ibu dulu."

"Lo nggak masak? Gue laper," kata Elang membuat Shaga yang tadinya akan beranjak langsung melotot.

Lapar ya makan, dong! Ngapain ngadu ke tunangan gue?!

"Lo laper? Ya udah mita ke dapur aja, gue bikin ayam suwir," usul Hazel semakin membuat pelototan mata Shaga membesar. Woy! Kok begitu?!

"Yang! Kemana?!" seru Shaga setengah berteriak.

"Masak, kamu laper juga, 'kan?"

"Nanti aja masak di rumah, sekarang temenin aku selesein rumah pohon!" kata Shaga menyuruh tanpa ingin di debat.

Hazel mendengkus. "Aku nggak suruh kamu buat bikin rumah pohon itu, kalau kamu nggak iklas biar El—"

"Aku iklas, tapi temenin sama kamu!"

Hazel membuang napas melalui mulut. Pertanda jengkel. "Shaga aku ke sini bukan buat lihatin kamu bikin rumah pohon."

"Tadi kamu bilang di sini mau liat rumah pohon selesai, ya temenin, dong!" Shaga masih menyahut kukuh.

"Ya udah tinggal aja kerjaan nya, nggak usah kamu kerjain!" putus Hazel, gadis itu berbalik badan lalu masuk ke dalam bersama dengan Elang.

Shaga kesal, dia tendang benda yang ada di sampingnya lalu berjingkrak-jingkrak karena ternyata itu adalah sebuah tong sampah dari besi.

"Kamu harus cium aku kalau rumah pohon nya udah selesai!" teriak Shaga kencang. "Yang! Janji cium aku!!"

***

"Hazel kamu di mana, nak?"

"Di panti, Ma. Kenapa?"

"Shaga sama kamu juga, 'kan?"

"Iya, ma. Sama aku, lagi bikin rumah pohon dia," jawab Hazel terkekeh, dia mengintip dari balik tirai di dapur, dapat dia lihat, Shaga tengah memaku bagian-bagian rumah pohon itu.

Tampak sekali kelelahan dan sesekali mengomel, tapi anehnya Shaga tidak berhenti.

"Syukurlah, dia nggak bikin ulah, 'kan?" tanya Ranti di seberang sana. "Mama perhatikan, udah seminggu ini Shaga sikapnya manis sama kamu. Ada apa sebenarnya Nak?"

Hazel tertawa pelan. "Nggak ada apa-apa, Ma. Aku sedikit paksa dia aja supaya banyak luangin waktu sama aku, ternyata dia nya mau."

"Baguslah, mama senang lihatnya. Dia memang harus sering jalan sama kamu supaya nggak dekat-dekat sama Natasya lagi." decak Ranti.

Mendengar nama Natasya, mau tak mau Hazel mengingat kejadian tadi siang. Mengenai Shaga yang memergokinya bertemu dengan Lilian dan berakhir semuanya terbongkar.

Hazel ceritakan semuanya pada Ranti dengan detail, termasuk saat Shaga menanyakan pendonor asli dan apakah Emilly mendonorkan matanya juga.

"Maaf ya Hazel, semua kebenaran harus terkubur dulu. Mama sebenarnya sedih lihat kamu ada di pihak yang di rugikan. Tap—"

"Nggak apa-apa, Ma. Aku ngerti. Yang penting Shaga nggak apa-apa tadi," sela Hazel menenangkan. "Oh iya Ma, tadi Shaga... Shaga kasih aku permen kapas. Terus dia bilang, kalau permen itu kesukaan ku. Dia..., apa dia mulai ingat?"

Terdengar suara heboh dari seberang sana membuat Hazel meringis sambil menjauhkan handphone.

"Ya Tuhan! Yang bener, nak? Shaga ingat kamu suka permen gulali itu?!" tanya Ranti tak sabaran.

Hazel tersenyum. "Aku nggak yakin, Ma. Mungkin aja dia nggak sadar sama apa yang dia bilang."

"Hazel," suara Riko terdengar mengambil alih.

"Iya, Pa?"

"Itu perkembangan bagus untuk Shaga. Dia mulai mengingat hal-hal kecil tentang kamu. Apa ada hal lain yang dia ingat?"

"Bel—"

"Iya! Mungkin karena udah satu minggu ini Shaga sama kamu bareng-bareng terus, Nak. Makanya kedekatan kalian ngaruh banget sama ingatan Shaga." Ranti menimpali masih dengan suara heboh membuat Riko berdecak sementara Hazel terkekeh. "Mama mau telepon Dokter Farel buat nanyain kondisi Shaga."

"Kamu dengar? Mama kamu heboh banget," dengkus Riko. "Hazel. Papa minta sama kamu buat sabar sebentar ya, Nak. Papa yakin, Shaga akan ingat sama kamu. Hanya saja kita harus dengan halus dan pelan-pelan buat kasih tahunya. Atau dengan cara kamu yang setiap hari bareng Shaga, mungkin bisa ngebantu ngegali ingatan Shaga lagi. Papa...."

Hazel tidak mengatakan apa-apa dan hanya mendengarkan saja nasihat yang Riko katakan. Sampai akhirnya panggilan itu terputus karena handphone Hazel habis baterai.

Gadis itu menyimpan handphone nya di saku, kemudian mulai sibuk membuat minuman segar untuk Shaga.  Potongan alpukat di campur nangka dan juga daging kepala kemudian di berikan pemanis susu kental dan sedikit santan yang digabungkan dengan susu full cream, rasanya akan sangat pas untuk melepas dahaga di sore hari yang masih terik.

Selesai, Hazel bawa dua mug itu dalam nampan lalu berjalan ke halaman belakang. Shaga tidak ada di luar, tapi dia yakin cowok itu ada di dalam rumah pohon yang ternyata sudah rampung.

"Shaga..." seru Hazel

"Shaga!" kali ini seruannya lebih kencang.

"Ga! Shaga!"

"Aku nggak mau jawab kalau kamu belum panggil sayang!" terdengar sahutan ketus di di atas sana membuat Hazel mendengkus geli.

"Aku bawa minuman, nih!"

"Bodo amat!" balas Shaga kesal.

"Ya udah aku kasih El—" Hazel tersenyum geli saat Shaga melongokan kepala sambil menatap kebawah. Rambut agak gondrong cowok itu turun ke bawah sehingga menutup sebagian wajah namun Hazel tahu, raut cowok itu pasti tengah kesal.

"Turun, dong!" suruh Hazel.

Shaga turun dengan cepat lalu membawa nampan itu, dia dengan cekatan kembali naik ke rumah pohon menggunakan tangga yang sudah di sediakan.

Masih dengan kuluman senyum geli, Hazel ikut naik ke atas. Gadis itu berdecak kagum karena bangga dengan hasil rumah pohon yang dibuat Elang dan Shaga.

"Lebih luas dari perkiraan ku ternyata," komentar Hazel, dia menatap ke sekeliling ruangan itu. Bayu cat kayu masih tercium pekat namun itulah yang Hazel suka.

Angin segar masuk melalui jendela yang memang di biarkan terbuka, membuat beberapa helai rambut Hazel terlepas dari ikatan.

Sejuk dan nyaman, apalagi suara semilir angin yang bersahutan dengan ranting juga daun yang saling bergesekan membuat suasana di rumah pohon itu semakin sejuk saja.

Hazel menatap pada Shaga, cowok itu baru saja selesai menghabiskan satu mug minuman yang dia buat. "Enak?" tanya Hazel namun Shaga abaikan.

Okay baiklah, ternyata cowok itu masih kesal dan marah.

Hazel dekati Shaga lalu duduk di sampingnya, tangan gadis itu terangkat menutup mulut Shaga yang menganga karena sedang menguap. "Ngantuk ya?"

Shaga diam saja enggan menjawab. Masih kesal rasanya karena Hazel lebih memilih masuk bersama Elang di banding menemaninya di sini.

Cowok itu lalu merebahkan badan, di samping Hazel. Tidak dia pedulikan Hazel yang menatapnya lekat seolah merasa bersalah.

Biarkan saja, Shaga masih marah.

"Shaga..."

Abaikan.

"Ga..."

Abaikan.

"Shaga." Okay suara Hazel kedengaran sudah kesal. Tapi tetap abaikan!

"Shagaaaa...."

Abaikan, Ga! Abaikan walau kini nada suara gadisnya terdengar memelas.

"Sayang..."

Ampun! Ambyar sudah! Shaga tidak tahan! Dia mleyot mendengar Hazel menyebut sayang dengan suara tenangnya yang halus.

"Apa yang?" Sahut Shaga mencoba tenang dan tidak terlihat blushing walau pipinya terasa hangat.

"Sini kepalanya," suruh Hazel sambil menepuk pahanya sendiri.

Dengan wajah menahan senyum senang Shaga bangkit lalu kembali merebahkan badan nya namun kali ini dengan kepala berbantal paha Hazel.

Shaga menutup mata kala merasakan tangan halus Hazel memainkan rambutnya, mengelus, kadang mengacak lalu merapikan nya lagi.

"Yang, itu story yang kamu bikin, Negara mana?" tanya Shaga dengan suara berat sementara matanya menutup, dia mengantuk.

"Switzerland," jawab Hazel. "Bagus, ya? Adem kayaknya."

"Heem. Kamu mau ke sana?" tanya Shaga lagi dengan rasa ngantuk tak tertahankan.

"Hmm, aku pengen banget ke sana."

"Hmm nanti honyemoon kita ke sana, ya? Aku bak...." tidur. Shaga tidak melanjutkan ucapan nya karena sudah tertidur dengan dengkuran halus membuat Hazel rasanya ingin tertawa.

Bisa-bisanya cowok itu mengajaknya mengobrol dalam keadaan ngantuk parah.

Hazel usap kepala Shaga lalu maju ke keningnya. Dia usap pangkal dahi cowok itu dengan lembut membuat tidur Shaga terlihat lelap.

"Dahi kamu lebar, bisa bikin panti asuhan di sini," komentarnya dengan kekehan geli. Hazel yakin 100% Shaga akan menyahut kesal dan kemudian akan mengatakan sesuatu yang sangat percaya diri kalau saja cowok itu sedang bangun.

Lama Hazel menatap wajah Shaga, entah apa yang dia pikirkan karena sesaat kemudian ada air yang keluar dari matanya namun cepat-cepat Hazel seka.

Lambat namun pasti, Hazel membungkukan badan, memposisikan kepalanya agar berhadapan dengan Shaga. Lalu sepelan mungkin, Hazel kecup ujung hidung Shaga lalu turun mengecup bibir ranumnya.

Baru saja Hazel hendak menjauhkan wajah namun dia di buat kaget ketika ada tangan yang menahan tengkuknya sebelum kemudian dia rasakan sesuatu yang lembut dan kenyal menyapa bibirnya lagi, dengan lumatan, serta hisapan lembut, Shaga menciumnya sampai membuat Hazel susah bernapas.

***

To be continued...

Published : January 20, 2022.

Spam nama HAZEL di sini 🦋

Spam nama SHAGA di sini 🐯

Spam nama Natasya di sini 🥰

See you on next chapter bestie 🦋

Story yang Shaga maksud 😚
Udah follow akun merekaa belum @shagamahatama dan @elysiahazel 🥰

Continue Reading

You'll Also Like

247K 13K 37
[ COMPLETED ✔ ] MASIH DALAM TAHAP REVISI THE QUEEN OF FROZEN > IRENE & Sean 30 April 2017 Kisah ini tentang Sean dan Irene Tentang sean yang cinta d...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 36.6K 16
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
17.3M 723K 39
[COMPLETED] Seorang gadis yang 'terpaksa' tinggal satu flat dengan lelaki menyebalkan di asrama. Segala sesuatu mereka lakukan bersama, hingga tumbuh...
8.2M 451K 51
[COMPLETED] "Seandainya aja gue gak kenal dia, hidup gue nggak akan merana." Dia Abel Ghisa, seorang siswi dengan penuh penderitaan di sekolah barun...