SHAGA (SELESAI)

By destharan

4.9M 657K 227K

JUDUl AWAL HAZEL. *** Shaga Putra Mahatama, menyesal karena menyetujui perjodohan nya dengan gadis asing, ena... More

SHAGA || PROLOG
SHAGA || ONE
SHAGA || TWO
SHAGA || THREE
SHAGA || FOUR
SHAGA || FIVE
SHAGA || SIX
SHAGA || SEVEN
SHAGA || EIGHT
SHAGA || NINE
SHAGA || TEN
SHAGA || ELEVEN
SHAGA || TWELVE
SHAGA || THIRTEEN
SHAGA || FIFTEEN
SHAGA || SIXTEEN
SHAGA || SEVENTEEN
SHAGA || EIGHTEEN
SHAGA || NINETEEN
SHAGA || TWENTY
SHAGA || TWENTY ONE
SHAGA || TWENTY TWO
SHAGA || TWENTY THREE
SHAGA || TWENTY FOUR
SHAGA || TWENTY FIVE
SHAGA || TWENTY SIX
SHAGA || TWENTY SEVEN
SHAGA || TWENTY EIGHT
SHAGA || TWENTY NINE
SHAGA || THIRTY
SHAGA || THIRTY ONE
SHAGA || THIRTY TWO
SHAGA || THIRTY THREE
SHAGA || THIRTY FOUR
SHAGA || THIRTY FIVE
SHAGA || THIRTY SIX
SHAGA || THIRTY SEVEN
SHAGA || THIRTY EIGHT
SHAGA || THIRTY NINE
SHAGA|| FORTY
SHAGA || QnA
SHAGA | QnA
SHAGA || FORTY ONE
SHAGA || FORTY TWO
SHAGA || FORTY THREE
SHAGA || FORTY FOUR
SHAGA || FORTY FIVE
SHAGA || FOURTY SIX
SHAGA || FORTY SEVEN
SHAGA || FORTY EIGHT
SHAGA || FORTY NINE
SHAGA || FIFTY
SHAGA || FIFTY ONE
SHAGA || FIFTY TWO
SHAGA || FIFTY THREE
SHAGA || FIFTY FOUR
SHAGA || FIFTY FIVE
SHAGA || FIFTY FIVE (2)
SHAGA EKSTRA CHAPTER
SHAGA EKSTRA CHAPTER 01
TERBIT + VOTE COVER

SHAGA || FOURTEEN

80.3K 11.4K 4.4K
By destharan

Halo!

Pren maaf, wattpad ku agak rese dari tadi dan baru bisa log ini. Yang follow ig ku pasti tau, wattpad ku ada masalah dari minggu kemarin 😭😭

Anyways, makasih buat 1.5K votes dan 3.1K komen. Huaaa vote nya naik, seneng banget 😭🤧

Kalau aku selesai edit bab 15, aku usahakan double up! Malam, jam tujuh aku up lagi. Tapi nggak janji ya, cuma aku usahakan 😊

Tapi tetep, bab ini vote nya harus 1.4K dan komen 2K, buat up bab 16 nya nanti.

Tandai kalau ada typo ya pren! 🥰

Happy Reading...

***

11 tahun lalu...

"Lihat! Aku pakai baju baru! Baju bola Barcelona!" Hazel kecil, yang saat itu duduk di teras rumah nya mendongak, mendapati bocah laki-laki berbicara di depan gerbang. Bukan hanya berbicara, bocah itu juga sesekali mengoyang-goyang pagar besi rumah Hazel, entah apa guna nya, karena jelas tidak mungkin bahwa pagar itu akan roboh.

Hazel kecil mendengkus, lalu memilih abai dan kembali menyisir kepala boneka Barbie nya. "Hejel! Aku punya baju baru ini!" teriak bocah itu lagi, merasa kesal karena Hazel tidak memperhatikan nya, dia guncang pagar besi rumah Hazel lebih kuat. "Hejel!"

"Iya Shaga! Hejel denger!"

"Ya udah lihat aku! Ganteng nggak?!" Shaga bertanya ketus.

Hazel kecil menghela napas, melirik Shaga sebentar lalu mengangguk. "Ganteng," tuturnya malas, tahu betul bahwa sebelum di puji, Shaga tidak akan berhenti menganggu nya. Bocah laki-laki yang baru tiga bulan menjadi tetangga nya itu memang sangat menyebalkan menurutnya.

"Kenapa lagi?" Hazel bertanya saat Shaga masih belum berhenti mengguncang pagar.

"Aku ganteng nggak?"

"Kan, Hejel udah jawab. Shaga ganteng," ulang Hazel sabar.

Shaga mengangguk. "Lebih ganteng dari si Ken pacarnya Barbie!" ejek nya.

Hazel kecil berdiri kali ini, bekacak pinggang, dia pelototi Shaga yang menyeringai senang karena puas berhasil menganggu Hazel. "Ken paling ganteng! Shaga kalah jauh! Ken badan nya tinggi, rambutnya coklat, gigi nya bagus gak kayak Shaga, ompong bau busuk!"

"Kata mama ku, anak kecil gigi nya memang ompong! Nggak apa-apa, kok." sanggah Shaga tak terima, "Biarin ompong daripada si Ken, kepalanya suka copot!"

Hazel mengembungkan pipinya. "Mau Shaga apa? Ganggu Hejel terus!"

Shaga kecil terkekeh. "Ayok main! Sepedahan!"

"Nggak mau, Mama nanti marah."

"Mama Hejel, kan lagi pergi. Sepedahan nya diem-diem aja. Nggak akan ketahuan, kok." Emilly, Mama Hazel memang sedang keluar untuk membeli kebutuhan bulanan, Hazel sendiri tidak ikut karena dia malas dan lebih memilih bermain barbie di teras rumah.

"Nggak, ah, males."

"Hejel takut, kan? Nggak berani sepedahan. Nggak kayak Natasya temen ku waktu di komplek dulu, dia berani keluar sepedahan di bonceng aku."

Hazel mencebik, tidak suka jika di bandingkan dengan teman Shaga bernama Natasya itu. Hazel tidak tahu yang mana orang nya, dia juga tidak kenal, hanya saja Hazel jadi kesal sendiri karena Shaga selalu membandingkan nya dengan Natasya kalau Hazel menolak keinginan bocah laki-laki itu. Yang Hazel tahu, Natasya adalah teman Shaga sejak kecil, namun karena Shaga pindah rumah, jadi lah mereka berpisah.

"Ya udah, gih. Sama Natasya aja sepedahan nya."

Shaga gemas, dia guncang pagar rumah Hazel membuat kegaduhan. "Aku mau nya sama kamu, ayok, keburu Mama kamu pulang. Aku bonceng pakai sepeda baru." Shaga menunjuk sepeda yang tergeletak di aspal.

Hazel berpikir sebentar, sempat ragu namun akhinya mengangguk juga membuat Shaga girang. "Tapi jangan lama-lama," peringat Hazel.

Shaga yang sudah siap di atas sepeda pun mengangguk. "Hejel berdiri nya di belakang."

"Iy—"

"Shaga! Mau kemana?" belum sempat Hazel naik pada step di roda belakang sepeda, suara Ranti lebih dulu terdengar setengah membentak. "Aduh, kalian mau kemana, sih?" wanita itu keluar dari rumah dengan sapu di tangan.

"Mau ajak Hejel sepedahan, kasian dia melamun terus di teras."

"Boncengan begitu? Memang kuat?" Ranti berujar sanksi. Anaknya baru berusia lima tahun minggu lalu, badan Shaga juga tidak bisa di bilang kecil, namun tetap saja Ranti khawatir. Bukan khawatir tentang Shaga, melainkan khawatir tentang Hazel, takut gadis itu jatuh.

"Kuat lah mama, aku kan suka bonceng Nat. Hazel badan nya kecil, dia lebih enteng."

"Ya udah, tapi hati-hati. Jangan ngebut, jangan jauh-jauh. Papa kamu sebentar lagi pulang lho."

"Kenapa Ma?" baru saja di sebut, ternyata Riko sudah datang dan menghampiri mereka. "Shaga, Hazel, mau ke mana?"

"Mau sepedahan," Shaga turun lagi dari sepeda, dia menghampiri Riko dan meyalami tangan nya. di liriknya Hazel yang diam mematung, terlihat sangat heran dengan interaksi Shaga dan ayah nya. "Ini Papa ku," beritahu Shaga. "Kamu kok nggak salam?"

"Salam?"

"Iya, ke orang tua harus salam, kayak aku barusan. Memang kamu nggak pernah salam sama Papa kamu?" tanya Shaga lagi.

Hazel menggeleng. "Papa ku nggak pernah pulang," ucapnya murung.

Ranti langsung menekuk lutut, dia pegang kedua bahu Hazel agar mau menghadapnya. "Papa Hazel, kan, sibuk kerja. Kerja nya jauh ke luar negeri, naik pesawat. Jadi nggak bisa sering pulang," hibur wanita itu.

Ranti merasa kasihan sebenarnya, Hazel sangat jarang bertemu sang Papa, setahun sekali pun mungkin tidak. Emilly sendiri yang bercerita pada nya belakangan ini bahwa suaminya tidak pernah pulang. Cukup membuat Ranti heran sebenarnya, mengapa urusan pekerjaan bisa selama itu, sampai tidak pulang bertahun-tahun? Apakah dia tidak merindukan rumah, yang ada istri dan seorang anak di dalam nya?

Ranti jadi penasaran, bagaimana sebenarnya sosok Papa Hazel, karena sejak awal dia mengenal Emilly, tidak pernah sekalipun Ranti bertemu dengan suami wanita itu. Emilly yang saat itu sedang hamil sampai wanita itu melahirkan pun, selalu sendirian. Ranti juga tidak berani bertanya lebih banyak karena takut menyinggung.

Setelah sama-sama melahirkan, pertemuan Ranti dan Emilly pun putus karena mereka tidak lagi bertemu di rumah sakit tempat biasa check up kandungan. Mereka hanya sesekali bertegur sapa lewat telepon dan itupun hanya saat momen tertentu saja. Ranti kira, lima tahun berlalu, suami Emilly sekarang sudah ada di Indonesia dan menemani Emilly.

Namun saat Ranti bertemu lagi dengan Emilly dan bertetangga sejak tiga bulan lalu, ternyata keadaan wanita itu masih sama. Di tinggal suami yang jarang sekali pulang. Dan sampai detik ini pula, Ranti sama sekali tidak tahu bagaimana wujud suami Emilly sekaligus Papa Hazel itu.

"Hazel yang sabar, ya. Papa pasti pulang nanti," ujar Ranti lagi.

Hazel mengangguk. "Kata Mama, Papa nanti pulang pas aku ulang tahun yang ke lima."

"Waw, kabar baik, dong. Nanti Hazel bisa ketemu Papa, Hazel senang?"

"Senang, dong. Nanti Hazel juga bakal salam sama Papa kayak Shaga."

Ranti tersenyum. "Kalau Hazel mau salam sekarang, boleh, kok, ke Papa nya Shaga."

Hazel membelalak. "Tapi, kan, Papa Shaga bukan Papa Hejel."

Ranti dan Riko kompak tergelak tawa, pria itu kemudian ikut menekuk lutut sambil mengusap kepala Hazel dengan sayang. "Mulai sekarang, Papa Shaga jadi Papa nya Hazel juga. Selama Papa Hazel belum pulang, Hazel bisa panggil papa dan salam ke Papa Shaga."

"Beneran boleh?!" Hazel tampak antusias sekali saat itu, dan ketika Riko mengangguk, segera saja Hazel memeluk Riko. "Hazel sayang papa!"

Shaga berdecak melihat itu, dia jauhkan Hazel dari Riko. "Udahan peluknya, aku mau sepedahan sama Hejel, boleh, kan, Pa?"

Riko mengangguk. "Jangan jauh-jauh, sekitar sini aja. jangan kebut juga, jagain Hazel nya."

"Iyaaaaa..." balas Shaga, "Ayok, cepet naik. Kita puter-puter kompleks aja."

"Ga, jangan ke jalan besar, takut." Hazel mengingatkan ketika Shaga membawa sepeda nya hampir keluar kompeks. Tangan gadis itu meremas kuat pundak Shaga, membuatnya meringis.

"Nggak ke sana nya, di sini aja. Nunggu tukang es kado."

"Es kado apa?"

"Es lilin yang di bungkusin kertas kado." Shaga menjawab sambil memberikan Hazel permen lolipop coklat namun di tolak oleh gadis cilik itu. "Gak suka?"

"Suka yang melon," jawab Hazel.

Shaga rogoh saku celana nya, mengeluarkan empat permen lain dari sana. Hanya ada rasa strawberry dan coklat. "Nggak ada melon."

"Ya udah nggak apa-apa."

"Aku beliin dulu." Shaga serius dengan ucapan nya karena bocah itu turun dari sepeda, hampir membuat Hazel jatuh. "Turun dulu kamu nya."

"Nggak usah beli, nggak ap—" Hazel tidak meneruskan kalimatnya, gadis cilik itu menatap penuh minat pada pedagang yang di kerumuni banyak anak di seberang jalan. Baik Shaga dan Hazel sama-sama tahu, bahwa itu adalah pedagang permen kapas atau arum manis.

"Kamu mau itu?" Shaga menunjuk pedagang tersebut. "Aku beliin."

"Nggak usah! Kamu belum bisa nyebrang jalan. Nanti aja, emang nya pasti keliling ke kompleks," tolak Hazel.

"Nggak apa-apa. Lama kalau nunggu emang nya ke kompleks, aku beliin aja sekarang."

"Nggak usah Shaga, kita pulang aja, udah sore."

"Aku bisa minta tolong sama mang ojeg buat nyebrang, kok. Kamu tunggu di sini, eh di depan toko yang tutup itu, sana."

"Gak usah Ga. Shag—ih Shag amah!" Hazel menggerutu karena bocah lelaki itu amatlah keras kepala. Tahu bahwa Shaga tidak bisa di larang, akhirnya Hazel pasrah saja menunggu di dekat toko yang tutup sambil memegangi sepeda. Bisa dia lihat, Shaga berhasil menyebrang di bantu tukang ojek dan kini bocah itu sedang mengantre.

Bemenit-menit kemudian, Shaga berhasil membeli permen kapas berbentuk bulat dan besar. Hazel tertawa ketika permen itu tertiup angin dan jadi gepeng bentuknya. "Hati-hati nyebrang nya!" teriak Hazel.

Shaga mengacungkan jempol, dia toleh kanan dan kiri mengawasi kendaraan yang berlalu lalang. Karena belum juga sepi, Shaga putuskan untuk mundur dulu dari bahu jalan. Dia celingak-celinguk untuk melihat keadaan Hazel di seberang sana, detik berikutnya, Shaga terkejut karena Hazel tidak ada di sana dan hanya ada sepeda yang tergeletak.

Shaga edarkan pandangan, dan saat itulah dia melihat Hazel sedang di tarik oleh seorang Ibu-ibu. Hazel berteriak, dan terlihat menangis di sana, Shaga yang panik, tanpa pikir panjang langsung berlari. Menyebrang tanpa melihat kondisi jalan.

Semuanya terjadi begitu cepat, ketika badan Shaga terdorong akibat mobil yang menabraknya bersamaan dengan jeritan dan juga beberapa klakson yang memekakan telinga. Badan Shaga terlempar cukup jauh, sebelum kemudian tergeletak dengan kondisi mengenaskan. Kepala dan hidung nya bercucuran darah, Shaga rasakan kepalanya pening, dan penglihatan nya memburam.

Namun sebelum benar-benar kesadaran nya terenggut, Shaga masih bisa mengenali seorang wanita yang turun dari mobil dan berlari ke arahnya dengan tangis yang pecah.

Emilly, segera menghambur memeluk Shaga yang sudah tak sadarkan diri, dengan tangan bergetar, cemas dan juga takut, Emilly berusaha mengangkat tubuh Shaga sambil terus bergumam. "Maaf."

Di sisi lain, Hazel tampak syok. Gadis kecil itu menatap kosong pada kejadian tragis yang beberapa detik lalu terjadi. Tangan Hazel gemetar, pun dengan kaki nya. napas gadis itu tertahan beberapa detik melihat Shaga yang kini terkulai lemas dengan banyak darah mengotori badan nya.

"SHAGAAA!"

***

Hazel terbangun dengan napas memburu hebat, badan nya seketika bangkit dengan tangan terangkat seolah ingin menjangkau apapun yang ada di depan nya. beberapa detik terdiam, Hazel edarkan pandangan dan baru sadar bahwa kini dia ada di ruang kesehatan sekolah. Hazel usap wajah nya yang penuh peluh. Ya Tuhan, kejadian sebelas tahun lalu hadir lagi di mimpinya. Kejadian mengerikan yang selalu Hazel berusaha lupakan tapi tak pernah bisa karena terus membayang. Shaga terluka karena nya. Shaga terluka karena tertabrak Emilly.

Tanpa bisa di cegah, badan Hazel gemetar lagi. Ruangan jadi terasa sangat dingin, dia menggigil walaupun kini Hazel sudah menekuk lutut sambil memeluk diri sendiri. Rasa bersalah perlahan datang merongrong hatinya membuat kecemasan Hazel kian besar. Bayangan Shaga yang berlumur darah, malam memperparah keadaan Hazel.

"Arrghh!" Hazel meringis, menggunakan tangan yang gemetar, dia jambak rambutnya sendiri.

"Shaga koma..."

"Shaga belum sadar..."

"Shaga kritis..."

"Keadaan Shaga memburuk..."

"Shaga sudah sadar!"

"Shaga..., hilang ingatan."

"Shaga..., buta."

Suara dokter yang sebelas tahun lalu pernah Hazel dengar, mendadak terngiang. Membuat kepala Hazel pening. Tangan yang semula menjambak rambut, perlahan turun untuk menutup telinga. Pandangan Hazel mengabur, ruangan yang putih kini terlihat merah, penuh darah.

Hazel menutup mata, ingin menjerit tapi suara nya tercekat. Gadis itu hanya bisa diam, mengigit bibir kuat-kuat sampai akhinya semua bayangan mengerikan itu perlahan hilang dan Hazel berangsur tenang.

Tidak mau terlalu lama berdiam diri dan memicu kenangan buruk itu datang lagi, Hazel langsung turun dari brankar dengan tenang. Dia pakai sepatu nya, lalu tanpa menimbulkan suara dia berhasil menarik tirai terbuka.

Baru saja Hazel ingin mengambil langkah, namun suara isak tangis terdengar membuat gadis itu terdiam. Ada satu bilik yang tirai nya tertutup, Hazel intip sedikit, dan menemukan Natasya yang tengah menangis sedang berpelukan dengan Shaga.

"Jangan tinggalin aku, Ga. Aku minta maaf soal kemarin, jangan marah, jangan abai sama aku." Natasya berujar lirih.

Hazel tersenyum miring, dia tutup tirai itu lalu pergi dari ruangan kesehatan itu diam-diam.

***

To be continued...

Published: 07 January, 2021.

Siapa yang bingung sama bab ini?

Jadi, Shaga sama Hazel kenal dari lama, pas usisa 4-5 tahun.

Shaga hilang ingatan karena kecelakaan, ketabrak sama Mama nya Hazel, Emilly.

Shaga juga buta, dan mungkin kalian udah tbisa menebak gimana lanjutan nya.

Nah, yang aku bilang kemarin ada salah satu komentar yang benar tuh tentang ini. Aku lupa nama akun nya siapa 😭

Aku bikin konflik ringan aja, dan sekali selesai. Nggak akan banyak clue karena nggak mau pusing sendiri wkwkwk. Jadi ku harap kalian juga enjoy, nggak yang OVT ya🥰

Oh iya, vote kemarin di menangkan sama Bright, so here we go... 🥰

Dasha Taran as Hazel

Bright as Shaga

Papay pren!

See you on next chapter! 🥰

Continue Reading

You'll Also Like

27.9K 2.4K 51
Apa yang terjadi jika Livia Margaret tiba-tiba masuk ke dunia bajak laut karena membuka portal terlarang pas saat dia kerja bersama Tim Natsu. "BAGAI...
2.4M 140K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
1.2M 49.3K 32
GANTI JUDUL. CEWE BARBAR => LOLA Sequel of (S)He Is Crazy #2 Cover by : @Lita-aya SELURUH CERITA MASIH UTUH. TAPI PRIVATE ACAK. FOLLOW UNTUK MEMBA...
4.3M 444K 61
Mereka hanya manusia biasa, yang sedang belajar jatuh cinta, peka dan memaafkan. *** 27-10-21 # 1 in girl 09-01-21 #1 in friendzone 03-11-20 #1 in fi...