Spin

By Syfaaxx

41K 5K 1K

SunaOsa × SakuAtsu Kehidupan cinta Suna Rintarou dan Miya Osamu Beserta Sakusa Kiyomi dan Miya Atsumu More

Spin 1
Spin 2
Spin 3
Spin 4
Spin 5
Spin 6
Spin 7
Spin 8
Spin 9
Spin 10
Spin 11
Spin 12
Spin 12.5
Spin 13
Short conversation
Spin 15

Spin 14

1.1K 130 20
By Syfaaxx

Spin
Syfaaxx
Haikyuu © Haruichi Furudate

Warning! OOC! TYPO!







Kemarin malam, Suna baru saja tiba di kediamannya. ia berniat langsung menemui Osamu namun sang ibu melarangnya. jadi ia hanya mengabari sang kekasih bahwa ia sudah pulang, tapi ia tidak bilang akan pergi berkunjung keesokan harinya. Suna akan memberikan kejutan nanti.

Suna mengenakan kemeja yang rapi, ia bernama mengajak Osamu untuk makan di restoran kesukaannya.

"tunggu sebentar—"

Suna menyipitkan matanya, tadi ia baru saja memencet bel rumah kediaman Miya namun yang bersuara tadi bukan yang ia kenal.

"halo-ingin bertemu siapa?"

seorang pria berambut hitam dengan gaya yang sangat mencolok muncul di hadapannya. dia terlihat tampan tapi ia lebih tampan.

"apa Osamu ada dirumah?" tanya Suna.

"Oh mencari Osamu? ada, sebentar ya—Osamu—Sayang—ada yang mencari mu!"

dada suna berdebar keras, bukan jatuh cinta namun ia sangat kesal dengan pria ini.

"tunggu sebentar!" Teriak Osamu.

"—kau, siapa?" Suna.

pria itu hanya tersenyum "menurut mu siapa?"

"kenapa kau memanggil Osamu dengan Sayang?" Suna menjaga suaranya agar tidak terlihat marah.

"memangnya kenapa, aku memang sayang dia—"

"tidak ada yang bisa memanggil nya sayang selain aku—"

"oh memang kau siapa? kekasihnya heh?"

"aku memang—"

"Tetsurou-san? ada siapa?" suara Osamu terdengar mendekat.

"oh tidak tau sayang, hanya orang asing—"

Osamu yang tidak percaya menggeser badan pria itu untuk melihat siapa yang datang.

"Rin!" kagetnya.

wajah kekasihnya terlihat marah ia tidak paham, dan saat ia menoleh ke arah pria itu, dia hanya tersenyum manis.

"kau mengenal nya?" tanya pria itu.

"tentu saja" jawab Osamu.

"kalau begitu biarkan dia masuk, aku ingin berkenalan—" katanya sambil berjalan meninggalkan Osamu dan Suna.

"menyebalkan sekali, siapa dia? kenapa memanggil mu sayang?"

Osamu tersenyum dengan gugup "masuk dulu saja ya". katanya. Suna menurut dengan wajah kesal.

Osamu berpikir akan terjadi bencana setelah ini.

Pria itu duduk di sofa lalu menepuk bagian kosong disebelahnya "Duduk sini." katanya.

Suna menurutinya dengan wajah malas sedangkan Osamu membuatkan teh untuk mereka.

"Siapa namamu?"

"Suna."

"hmm seperti nya aku pernah mendengarnya"

"Kau pasti mengetahui nya dari media sosial atau koran, keluarga mereka sangat terkenal—" Atsumu yang entah dari mana datangnya menyahuti pertanyaan pria itu.

"benarkah? wow hebat sekali" puji pria itu

"yang hebat orang tua ku, bukan aku." jawab Suna.

"tentu saja, yang hebat orang tuamu bukan kau."

Setelah itu suasana mendadak berubah, Atsumu yang barusaja duduk tiba-tiba ingin beranjak dari sana, namun ia urungkan karena pria itu menatapnya memberikan sinyal agar tidak pergi. Atsumu hanya menelan ludahnya pahit.

"aku membuatkan teh, silakan diminum—" Osamu sang penyelamat datang, ia membawa dua cangkir teh di tangannya.

"untukku mana?" tanya Atsumu.

"ambil sendiri" jawab Osamu. Atsumu kesal namun tetap saja beranjak ke arah dapur.

"terimakasih." Suna. Osamu hanya membalasnya dengan senyuman.

"sudah lama aku tidak meminum teh buatanmu—" kata pria itu.

"itu karna Tetsurou-san pergi lama sekali."

"apa kau merindukanku heh?" godanya.

"tentu saja, kita semua merindukan mu."

"aw kau manis sekali, hahaha-"

Suna yang berada di tengah-tengah mereka terbakar, apa-apaan ini! siapa dia! kenapa bertingkah seperti ia tahu segalanya tentang Osamu dan ia tidak. hahh!!

Suhu tubuh Suna lebih panas dari teh yang dipegangnya.

"Tetsurou-san, jangan jahil. Kekasih Osamu ada disebelahnya dan kau dengan sengaja memanasinya heh. kekanakan sekali. kuadukan kau ke Kei-kun."

Mendengar kata Kei-kun, tubuh pria itu menegang.

"aku hanya bercanda Atsumu sayang, kau berlebihan sekali."

"kau yang berlebihan, kau menikmati ketika menggodanya kan huh?"

tidak menjawab, pria itu hanya tertawa. Suna yang bingung dengan interaksi mereka lalu menatap Osamu bertanya dengan ekspresi.

"Kenalkan, Kuroo Tetsurou, dia sepupuku." Osamu.

mata Suna melotot mendengar nya, ia merasa bodoh saat ini. Suna menutup wajahnya dengan kedua tangannya diiringi dengan gelak tawa Kuroo.

"kau tau aku kekasih Osamu?" tanya Suna ragu.

"tidak, sampai beberapa jam yang lalu-" jawab Kuroo. "tapi aku senang kau bisa mengontrol emosimu—" Lanjut Kuroo tersenyum manis.

"jika tidak?" Suna

"tentu saja aku akan mengusir mu dari sini" jawabnya singkat. Suna meneguk ludahnya. "—dan tak akan kubiarkan kau mendekati nya lagi." lanjutnya.

meskipun Kuroo berkata dengan nada yang santai sambil meminum teh, suasana menjadi sangat tegang.

"hei hei, kenapa tegang sekali. kau kan anak baik, aku tidak akan mengusir mu. tenang saja-" Ucap Kuroo sambil tertawa, merangkul bahu Suna dan menepuknya

mereka bertiga hanya tersenyum kaku mendengarnya.

"tapi aku heran padamu Atsumu, kenapa kau dengan mudahnya menyetujui mereka."

"tidak mudah kau tau—" jawab Atsumu.

Osamu dan Suna hanya mengangguk menyetujui.

"well, singkatnya aku tau betapa seriusnya Suna, maka dari itu aku menyetujui nya. ya hampir saja sampai masalah saat itu aku akan berubah pikiran."

Atsumu berbicara santai diawal sambil memegang cangkir teh, namun setelah di akhir kalimat ia baru saja sadar akan kesalahan yang ia perbuat ketika Kuroo memincingkan matanya dan pasangan itu menatapnya dengan horror.

"masalah apa?" tanya Kuroo dengan intonasi rendah. Atsumu tau ia tidak bisa mundur lagi. "siapapun jelaskan padaku" lanjutnya.

membuat mereka bertiga berkeringat dingin.

mau tidak mau Atsumu membuka mulut, padahal ia bisa menyimpan masalah ini dihadapan ayahnya. tapi dengan bodohnya ia kelepasan berbicara dengan sepupunya.

jika Osamu menurut pada Atsumu, Atsumu sangat menurut pada Kuroo. Kuroo adalah seseorang yang sangat berjasa bagi kedua saudara ini.

setelah beberapa lama Atsumu bercerita, tangan Kuroo mengepal kuat namun mendengar kan dengan seksama.

entah bagaimana jadinya, Suna dan Osamu kini duduk dengan posisi Seiza, Atsumu dan Kuroo diatasnya duduk di sofa.

Kuroo menyisir rambutnya kebelakang, ia mengusap wajahnya kasar. agar bisa menahan emosi yang keluar. ia sudah terbiasa dengan ini.

Kuroo berdehem keras, meneguk tetes terakhir tehnya.

"jadi Suna-kun—" badan Suna merinding hebat. jika ia melihat pria ini sangat friendly, maka ia melihat sisi yang berbeda darinya.

inilah kekuatan orang dewasa.

"—aku tidak akan bertanya padamu kenapa kau lakukan itu karna aku tau kau dijebak." Suna mengangguk perlahan. "tapi—"

Kuroo mendekat pada mereka berdua dan memposisikan dirinya didepan Suna menyamakan posisinya duduk dengan satu lutut ditanah.

Osamu yang mengetahui tangan Kuroo terkepal, ia langsung memposisikan tubuhnya berada di tengah-tengah Kuroo dan Suna sambil merentangkan tangannya, melindungi pria disebelahnya.

"Tetsurou-san—" lirihnya, ia mencoba membujuk Kuroo.

Kuroo tersenyum pada Osamu lalu menepuk kepalanya pelan "tenang saja, kau bisa duduk disebelah Atsumu sekarang" ucap Kuroo.

Osamu menolak, ia menggeleng pelan. "sekarang." selagi Kuroo masih bisa tersenyum, ia akan menurutinya.

ia hanya bisa berharap, semua akan baik-baik saja.

"jadi—Suna-kun." Kuroo kembali fokus ke Suna setelah Osamu disebelah Atsumu.

"y-ya Kuroo-san—"

BUUGGHHH

Kuroo melayangkan bogem mentah dengan cepat, namun tidak pada Suna tetapi pada tembok dibelakang Suna. Ia menonjok nya tepat di samping telinga Suna yang membuatnya melotot tajam karena ketakukan.

begitupun Atsumu dan Osamu yang melihatnya, jantung mereka seperti terlempar di udara karena syok.

"meleset." kata Kuroo pelan, yang bisa mendengar nya hanya Suna. Kuroo menarik tangannya dan mengibaskannya dua kali.

"kau dengar aku tuan muda. aku tidak perduli kau siapa, siapa orang tuamu, siapa saja koneksi mu atau semua orang dibelakang mu yang akan marah jika aku melakukan ini. aku tidak perduli-" ia berbisik pada Suna.

"—tapi jika kau menyakiti mereka, aku akan menghancurkanmu." lanjutnya.

Suna mengangguk "aku tidak akan menyakiti nya."

Kuroo tersenyum datar.

"Tetsurou-san?" Osamu memanggilnya.

"ya sayang?"

"apa tanganmu baik-baik saja?"

"bukan apa-apa." jawabnya sambil berdiri. "ah aku akan pergi sebentar, dan aku akan membawa Suna-kun."

Suna yang namanya disebut langsung ikut berdiri.

"kemana?" tanya Osamu.

"hanya mengakrabkan diri—" jawabnya. "Atsumu, tolong ambilkan jaketku dan aku pinjam motor ayahmu ya—" lanjutnya. Atsumu mengangguk dan pergi.

"Tetsurou-san—" Osamu yang cemas akan kekasihnya mencoba menghentikan Kuroo, ia tidak tau apa yang akan terjadi setelah ini.

"dia akan aman tenang saja—" Kuroo mengusap kelapa Osamu dan tersenyum. pria bungsu itu menatapnya dengan memelas.

"aku sudah tidak apa-apa, percayalah—" kata Osamu. Kuroo tidak menjawab, ia mengambil kunci dan jaket dari tangan Atsumu.

"aku pergi dulu yaa—ayo Suna-kun."

"Rin—" panggil Osamu.

Suna hanya melambaikan tangannya, ia tersenyum dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.



"maaf, aku kelepasan." kata Atsumu menyesal.

Osamu menyandarkan tubuhnya di sofa, "tidak papa—aku tau ini akan terjadi. tinggal menunggu tou-san yang mengetahui nya."

Atsumu diam. ia merasa sangat bersalah.






















Satu jam kemudian, Kuroo dan Suna kembali ke kediaman Miya. Dua kembar bersaudara itu dengan cepat berdiri.

pemandangan di depannya sangat tidak menyenangkan.

Kuroo dengan tangan kanannya lecet dan berdarah datang dengan senyuman diwajahnya.

jika kau berpikir akan ada luka di salah satu bagian tubuh Suna kau salah besar, nyatanya tidak ada luka apapun di tubuh pria itu, bersih seperti ia berangkat tadi, hanya saja kera kemeja yang kusut.

namun, ekspresi nya menunjukkan hal sebaliknya. dia diam dan menunduk.






"Tetsurou-san! apa yang kau lakukan!" Atsumu berteriak melihat darah di tangan kanan Kuroo menetes dilantai. "aku akan mengambil akan P3K." lanjutnya.

"tidak perlu terburu-buru Atsumu—" Ucap Kuroo. "—ah Osamu, kau ajak Suna-kun duduk dan ambilkan air putih untuknya."

Kuroo yang melihat Osamu termenung mencoba menyadarkan nya. "baik—" jawab Osamu.

"aw pelan-pelan, sakit—" protes Kuroo saat Atsumu menekan kapas dengan keras pada bagian yang terluka.

"salah sendiri, kenapa kau mencelakai dirimu sendiri"

"hei hei, maaf maaf. hentikan—"

Atsumu mendegus, tapi tetap mengobati nya dengan hati-hati.

setelah tangan Kuroo terbalut dengan perban ia berdiri dan berkata. "Atsumu, apa kau ingat sushi yang ada di depan? aku ingin memakannya sekarang. kau akan mengantarkan aku kan?"

"sekarang?"

"iya, cepatlah. Oh, Osamu disini saja ya. kau harus menjaga Suna-kun disini. nanti aku akan bawakan sushi untuk kalian."

Osamu hanya mengangguk.

.

.


.


.

"apa yang terjadi?" tanya Osamu.

"apa aku perlu menjelaskan nya?" jawab Suna.

"tidak—tidak perlu."

"maafkan aku."

"—kenapa?"

"aku tidak menyangka kejadian itu menimpamu."

"—kejadian apa?"

"lima tahun lalu"

"—Tetsurou-san..."

"maaf aku baru mengetahui nya sekarang. aku tau ini pasti yang membuat kalian sangat sulit mempercayai orang lain lagi. aku tidak tau-maaf. aku bodoh."

"hei apa yang kau katakan. aku baik-baik saja. lagipula ini sudah lama terjadi."

"kesalahan ku waktu itu pasti mengingatkan mu tentang kejadian lima tahun lalu-aku minta maaf."

"-tidak, tidak masalah. aku juga sudah melupakan nya."

"aku minta maaf—aku menyesal."

". . ."

"Osamu—"

"tenangkan dirimu dulu yaa—"

"aku mencintaimu."

"aku juga mencintaimu."

.



.



.


"apa yang kau lakukan tadi dengan Suna?"

"aku tidak melakukan apapun tau."

"jangan berbohong, dia sampai syok seperti itu, tubuhnya tidak terluka tapi tangan mu yang babak belur heh? aku tidak memahamimu sama sekali."

"Atsumu, kau tidak berubah ya, hahaha."

"jawab dengan benar."

"tidak ada, sungguh. aku juga tidak memukulnya karna dia orang penting kan, aku tidak mau mendapat masalah dengan hukum."

"tapi kau seorang pengacara, Tetsurou-san."

"hahaha, maka dari itu aku tidak mau berurusan dengan hukum."

"ah, tapi aku memukulnya dua kali."

"sungguh?".

"aku sangat kesal saat itu. jika boleh jujur aku ingin menambahkan beberapa pukulan lagi."

"kau kakak yang terbaik—"

"tentu saja—"

HAHAHAHAHA

.





.





.



.




akhir pekan. ini saatnya Osamu dan Atsumu pergi ke pameran lukisan milik kakak Akaashi. namun tidak disangka, Suna sang kekasih juga ikut.

"kenapa kau juga ikut?" protes Atsumu.

"memangnya kenapa? aku bisa membeli tiketnya nanti disana."

"bagaimana jika ini untuk orang tertentu saja yang boleh masuk. kau kan tidak dapat tiket.

"pokoknya aku akan ikut." kekeh nya.

Atsumu memutar bola matanya jengah. "ada apa dengannya?" tanya Atsumu pada Osamu.

"aku juga tidak mengerti." jawabnya jujur. ia hanya berkata bahwa ia dan Atsumu di undang ke pameran kakak Akaashi-san. dan tiba-tiba saja mood kekasih nya berubah.

mereka berjalan, butuh 15 menit dari stasiun untuk sampai ke lokasi. tidak memakai mobil Suna karna mereka sedang ingin berjalan saja.









"hei, kenapa mobil itu berhenti? mereka tidak ingin menculik mu kan Suna?" tanya Atsumu.

Sebuah mobil hitam berhenti mendadak di pinggir jalan, posisinya lima meter didepan mereka.

"kenapa aku?"

"karna kau tuan muda tentu saja." jawab Atsumu.

mereka semakin panik saat pria bertubuh besar keluar dari mobil dan menghampiri mereka.

"kita berlari atau tidak?" tanya Osamu.

"bukankah Suna yang harusnya lari sendiri an?" Atsumu.

"kalian harus ikut aku berlari." Suna.

"itu masalah mu karna menjadi kaya, bodoh." Atsumu. "—tunggu sebentar, aku seperti nya tau siapa orang ini." lanjutnya.

Osamu dan Suna menoleh kearah Atsumu.

"Miya Atsumu-sama—" suara barington memanggil namanya. itu pria yang keluar dari mobil hitam.

"oh, Sato-san!" Atsumu yang mengenali pria itu langsung mengatakan namanya.

"kau kenal?" tanya Osamu.

"karyawan Sakusa." jawab Atsumu. raut wajah Osamu langsung berubah.

"akhirnya aku menemukanmu—Selamat Siang, Miya Atsumu-sama, Miya Osamu-sama, Suna-sama."
Sato-san menundukkan badannya dihadapan mereka.

Suna yang namanya disebut sedikit bingung, karna ia tidak mengetahui siapa pria ini.

"ada apa Sato-san?" tanya Atsumu.

"saya ah tidak, kami minta tolong pada Miya Atsumu-sama" Sato-san sekali lagi membungkukkan badannya.

"apa yang terjadi?"

"tuan muda tidak keluar dari ruang kerjanya selama tiga hari, ia tidak makan dengan baik, hanya segelas kopi dan roti yang menemaninya tiga hari ini. nasi yang disediakan juga tidak ia sentuh.

saya yakin tuan muda juga tidak pernah tidur selama itu, karna saya melihat ruang kerjanya selalu terang walau saat malam hari.

ia selalu memarahi setiap karyawan yang berusaha mengingatkannya. kami tidak tau harus berbuat apa lagi jadi maafkan kami, kami berinisiatif untuk meminta bantuan pada Miya-sama agar membujuk tuan muda.

kami sangat cemas dengan tuan muda. tuan dan nyonya besar sedang tidak berada di Jepang saat ini.

hanya Miya-sama satu-satunya orang yang bisa, karna kami yakin, tuan muda tidak akan marah jika Miya-sama yang membujuknya.

tolong—"

sebuah cerita panjang itu diakhiri dengan membungkukkan badan, dapat terlihat jelas jika pria ini sangat mencemaskan tuan mudanya.

Atsumu ingin membuka mulutnya berbicara namun Osamu mendahului. "cih, apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar? kenapa jadi Atsumu yang repot untuk membujuk tuan muda itu huh? biarkan saja. nanti juga ia keluar sendiri."

satu kalimat pedas keluar dari mulut Osamu. Atsumu dan Suna yang paham situasi hanya bisa menghela nafas. berbeda dengan Sato-san yang heran dengan tingkah Osamu yang berbeda dengan sebelumnya.

apa terjadi sesuatu?

"Sayang—" Suna mencoba menenangkan kekasihnya.

"aku benar kan? pria itu yang membuat dirinya sendiri seperti itu, keputusan nya sendiri ia tidak makan dan tidur. kenapa kalian harus repot-repot membujuknya hah? ia seharusnya tau apa yang ia lakukan."

"Osamu—sopanlah dengan orang tua." Atsumu berbicara. "maaf kan Osamu, Sato-san. dia sedikit tidak enak badan. tolong jangan diambil hati." katanya pada pria itu yang terlihat syok dengan perubahan sikap Osamu.

"tidak masalah, Miya-sama." balasnya sopan.

Osamu berdecih, Suna yang disampingnya hanya mengusap bahu Osamu untuk menenangkan nya.

"jadi, apa dia ada di kantor apa di kediamannya?" tanya Atsumu.

"tuan muda ada di kantor, Miya-sama."

"selama tiga hari tidak pulang?"

"lebih tepatnya, empat hari."

"anak itu, sialan—" gumam Atsumu kesal.

tiba-tiba satu orang lagi keluar dari mobil dan dengan berlari ia menghampiri keempat orang itu.

"Sato-san!"

"ada apa?"

"tuan muda, pingsan. ia berada dirumah sakit saat ini."

"apa?!—kita akan kesana sekarang" putusnya. "Miya-sama?" ia menoleh ke Atsumu bertanya apakah pria itu ikut atau tidak.

"aku ikut—" ucap Atsumu. wajah Osamu tambah berwajah muram.

"aku pergi sebentar, titipkan salamku pada Akaashi-san ya. jangan marah, aku menyayangimu."

Atsumu mengusap kepala adiknya sayang berharap itu akan meredakan kekesalannya.

"—jangan pulang terlambat."

"baik."

"dan—jangan lupa telepon jika ada masalah"

Atsumu tersenyum manis. "baiklah—" Atsumu dengan gemas mengacak rambut adiknya kasar.

"jaga dia, jangan pulang malam." Atsumu menepuk bahu Suna. Suna hanya mengangguk.

"maaf menunggu, ayo kita berangkat." ucapnya pada Sato-san.

"mari Miya-sama— Miya Osamu-sama, Suna-sama. kami mohon pamit."







"aku sangat tidak suka pria itu—" kata Osamu.

Suna mengusap bahu Osamu lembut. "mau makan dulu sebelum ke pameran?" rayu nya.

"mau." jawabnya dengan wajah cemberut.

Suna tertawa, "baiklah, tuan muda, kita panggil taksi sekarang."

"kau yang tuan muda, bodoh."

.




.





.

Butuh 20 menit perjalanan menuju rumah sakit yang dituju, sebenarnya dekat namun jalanan sangat ramai hingga mereka lebih terlambat dari perkiraan.

sesampainya disana ada dua orang berpakaian hitam, oh betapa Atsumu merindukan orang-orang ini. para pengawal keluarga Sakusa.

mereka membungkukkan badan sopan ketika melihat Atsumu datang.

"bagaimana keadaan tuan muda" Tanya Sato-san cemas.

"tuan muda sudah siuman, saat ini beliau sedang lanjut mengerjakan pekerjaannya di dalam."

jawaban dari salah satu pengawal Sakusa membuat Atsumu dan Sato-san sangat terkejut. apalagi Atsumu yang ekspresi wajahnya tidak dapat di kontrol. ia heran, marah, dan tidak habis pikir dengan pria satu ini.

"si bodoh itu—" geram Atsumu. "—tolong biarkan aku masuk" ucapnya pada mereka yang berdiri disebelah kanan kiri pintu.

"maaf, tuan muda berpesan jangan ada yang boleh masuk. sekalipun itu dokter"

"jika aku tidak boleh masuk, akan ku dobrak pintu ini."

"Miya-sama—"

"tenang saja, kalian tidak akan dimarahi. percaya padaku. jika dia marah, adukan saja padaku."

dua pengawal itu saling pandang, ia berdiskusi dengan mata.

"biarkan saja Miya-sama masuk, aku menjamin tuan muda tidak akan marah.-" Sato-san

"silakan Miya-sama—" Salah satu orang itu membukakan pintu kamar VVIP itu. mewah sekali. dasar orang kaya.

"aku sudah bilang, tidak boleh ada yang masuk. apa kalian tuli!"

suara serak Sakusa menggema di ruangan mewah, Atsumu tidak yakin jika ia berada di rumah sakit.

disana ia mendapati Sakusa duduk dengan tangan kanan di infus namun keduanya sibuk mengetik sesuatu dilayar laptop. kertas-kertas bertebaran di kasurnya dan yang paling penting wajahnya sangat pucat seperti orang mati.

"kalau begitu aku akan pulang, maaf mengganggu—" kata Atsumu.

Sakusa yang mengenali suara itu dengan baik langsung menoleh dengan cepat.

"Atsumuu—" ia berteriak senang membuat orang yang berada di luar ruangan mendengar nya juga, mereka tersenyum dan menggeleng kan kepalanya.

"kau tidak ingin aku disini kan, aku akan pulang."

"hei, tidak. bukan kau. itu untuk mereka saja." paniknya. "kemarilah, aku tidak bisa melepaskan ini" lanjutnya menunjuk infus di tangan nya.

Atsumu menghembuskan nafasnya berat dan mendekat.

"apa yang sedang kau lakukan tuan muda". tanya Atsumu dengan intonasi datar.

"umm-mengerjakan pekerjaan ku."

"aku tau itu, aku bertanya kenapa kau melakukan pekerjaan mu saat sakit seperti ini!"

"apa kau marah?"

"aku tidak berhak marah, kau bisa melakukan apa yang kau mau."

"hei, duduklah dulu. jangan berdiri seperti itu."

Atsumu duduk di kursi yang ditempatkan di sebelah kasur pasien dengan wajah kesal.

"aku senang kau kemari." katanya.

"itu karna Sato-san memintaku untuk membujukmu agar keluar dari ruang kerjamu, tapi semua terlambat karna kau keburu jatuh pingsan."

"maaf, aku akan menegur Sato-san nanti."

"kau ini bodoh atau apa?"

"a-apa? aku salah apa?"

pria ini—benar-benar menyebalkan!

"bisa kau singkirkan itu?" Atsumu menunjuk laptop di pangkuannya dan kertas kertas di kasur.

Sakusa berpikir sejenak, "kau ingin menggantikan laptop di pangkuanku?" godanya.

"Sakusa, aku serius."

"baik lah, tapi bisa tunggu 15 menit lagi. berkas ini lusa harus sudah ada ditangan kakek."

"aku pulang."

"oke oke, jangan pulang. akan ku bereskan ini. bisa tolong bantu aku?"













"sudah makan atau belum?" tanya Atsumu.

"belum."

"sejak?"

"kemarin, kukira."

"tunggu disini aku akan membelikan mu bubur-" Atsumu beranjak dari duduknya. tapi dengan cepat Sakusa menahan lengan Atsumu.

"jangan tinggalkan aku."

"hanya sebentar, aku hanya akan membeli bubur."

"suruh mereka saja yaa"

"baiklah, tunggu disini."

Sakusa tersenyum senang lalu melepaskan tangannya.









"umm—permisi." ucap Atsumu saat membuka pintu ruangan VVIP itu.

"ya, Miya-sama?" salah satu pengawal itu menjawab nya.

"bisa aku minta tolong untuk membelikan satu porsi bubur untuk pasien gila disana?"

mereka bingung sejenak namun segera memahami kalimatnya. dengan tersenyum pengawal itu berkata "baik Miya-sama, mohon tunggu sebentar." ucapnya sebelum pergi.

"umm—dimana Sato-san?" tanya Atsumu pada satu orang yang masih tinggal.

"kembali ke kantor pusat" jawabnya.

"oh, begitu. baiklah. ah kalau buburnya sudah siap masuk saja ya"

"baik Miya-sama."






















"apa kata dokter?" tanya Atsumu.

"aku baik-baik saja. dan tidak perlu dicemaskan." jawab Sakusa. tapi Atsumu tidak percaya, ia memilih menatap tajam pria yang duduk di kasur pasien itu.

"—drop, kekurangan nutrisi, darah rendah, asam lambung dan banyak lagi." jelasnya.

mata Atsumu melembut, wajahnya mengisyaratkan rasa khawatir. tangan kananya ia ulurkan ke kening Sakusa.

"apa kau demam juga?" tanya Atsumu.

Sakusa yang mendapat serangan tiba-tiba menjadi kikuk, "tidak, tidak demam." ucapnya.

"syukurlah—lalu bagian mana yang terasa sakit?"

"disini."

"hatimu?"

"jantungku"

"k-kenapa jantungmu?"

"berdegup sangat kencang, aku tidak tau kenapa. mungkin karna kau ada di sini. aku tidak bisa menghentikan nya."

"bodoh, jika berhenti kau akan mati."

Sakusa hanya tertawa. "aku sangat merindukanmu—" ucap Sakusa.

"itu karena tuan muda sangat sibuk, sehingga kita tidak bisa bertemu."

"maaf kan aku—"

"tidak masalah, aku juga sibuk akhir-akhir ini. kakak sepupuku bekunjung dan menginap selama satu minggu dirumah. dan itu membuat kami sangat kerepotan—"

"kenapa?"

"haha, tidak. bukan kerepotan hanya saja rumah menjadi lebih ramai dari sebelumnya. Kaa-san sampai pusing dibuatnya"

"pasti seru sekali disana—"

Atsumu mengangguk. "ya, kami sangat merindukan nya karna satu tahun tidak bertemu, dia ada pekerjaan di Rusia."

"apa pekerjaan nya?"

"Pengacara—apa kau tau Kuroo?"

"Kuroo? jika tidak salah dia pengacara yang kakek pernah singgung."

"benar, Tetsurou-san bilang jika kakeknya pernah menangani kasus keluarga mu—apa kau ingat?"

"tidak terlalu, Kuroo Tetsurou yaa hmmm—" Sakusa berfikir sejenak. "aku akan mencari tau tentang dia nanti."

Atsumu tersenyum. "hehehe, sebenarnya. Tetsurou-san meminta bantuanku jika keluargamu ada masalah kau bisa menghubungi nya. begitu" Atsumu mengusap tengkuknya yang tidak gatal.

Sakusa terkekeh "baiklah jika ini permintaan mu, nanti akan ku hubungi dia."

"benarkah?"

"tentu saja "

"terimakasih banyak tuan muda Kiyoomi."

"apa yang baru saja kau bilang?"

"terimakasih"

"bukan itu."

"tuan muda"

"bukan itu juga."

"terimakasih tuan muda."

"Atsumu—"

"hahaha baiklah, Kiyoomi-sama."

"oh, aku mati sekarang pun tidak masalah."

"bodoh—"



.




.



.

Suna berhasil membuat mood Osamu kembali lagi setelah kepergian Atsumu yang menghampiri Sakusa.

tentu saja karna makanan. ia berterima kasih untuk siapa pun pembuat onigiri di dunia ini.

"selamat datang, bisa saya ambil tiketnya?" ucap seorang resepsionis di suatu hall besar tempat pameran berlangsung.

Osamu menyerahkan tiket padanya.

"oh VVIP, silakan kearah sini tuan." ucapnya.

what the hell, Akaashi-san memberikan tiket VVIP untuknya.

meskipun tidak tau apa bedanya dengan tiket yang biasa, Osamu dan Suna tetap mengikuti instruksi sang resepsionis.

"Miya-san!" Akaashi datang untuk menyambut mereka. "kukira kau tidak akan datang." ucapnya.

"bagaimana mungkin aku tidak datang, maaf  menunggu lama, ada sedikit masalah tadi"

"ohh, apa itu karna Miya Atsumu-san? karna aku tidak melihatnya disini."

"ya benar, tapi sekarang sudah tidak apa-apa."

"senang mendengar nya, dan siapa—?"

"oh perkenalkan, Suna Rintarou. dan Rin, ini Akaashi Keiji, kakaknya yang menggelar acara ini" Osamu memperkenalkan mereka dengan senyuman.

"Akaashi."

"Suna."

mereka bersalaman dengan senyuman juga, namun entah kenapa orang lain yang melihat adanya percikan api disana. Osamu tidak dapat melihat itu.

"Silakan melihat-lihat dan menikmati lukisannya, aku akan menyapa tamu yang lain terlebih dahulu."

"baiklah."

"jika sudah puas, kau bisa memanggilku. kita akan makan siang."

mendengar itu mata Osamu berbinar, lain halnya dengan Suna yang perut nya sudah tidak bisa terisi makanan lagi.

"tentu saja."

"permisi."








.



Osamu sebenarnya tidak tau apapun tentang lukisan, tapi ia merasa lukisan-lukisan ini sangat menabjubkan.

ia san Suna juga bertemu dengan kakak Akaashi-san, dia orang yang sangat cantik, tinggi dan berwawasan luas. dengan senang hati wanita itu menjelaskan apa maksud beberapa lukisan yang ia lukis.

mau tak mau Osamu dan Suna terpana olehnya.

selang beberapa waktu, Akaashi Keiji menghampiri mereka, sudah waktunya makan siang katanya.

mereka dibawa ke sebuah ruangan mewah dengan satu meja bundar yang besar di tengahnya. terdapat berbagai macam makanan disana.

Osamu meneguk ludahnya, ia sangat tidak sabar.

"hei, apa perut mu masih kuat?"  tanya Suna.

"tentu saja. tadi itu bukan apa-apa." jawab Osamu.

Suna hanya menggeleng kan kepalanya tidak percaya. padahal bisa dibilang tadi mereka makan dengan porsi yang tidak sedikit.

"silakan duduk." ucap Akaashi.

"Akaashi-san kau yakin ini semua untuk kita?" tanya Osamu.

"tentu saja—aku juga akan menemanimu disini. jadi kita makan bertiga."

"kalau begitu terimakasih banyak."

Akaashi tertawa "silakan dinikmati—"

Osamu tersenyum. "selamat makan—"












"apa boleh aku ke toilet sebentar?" Osamu

"silakan, apa perlu ku antarkan?" Akaashi.

"tidak perlu, aku bisa sendiri."

"baiklah, kau bertanya saja pada orang yang memakai pakaian putih di depan. ia akan menunjukkan lokasinya."

"okee"

selepas Osamu pergi, ruangan menjadi sangat dingin. Suna yang duduk berseberangan dengan Akaashi secara terang-terangan menatapnya menyelidik.

Akaashi yang merasa tubuhnya dikuliti pun bersuara setelah menghabiskan minuman terakhir nya.

"aku menyukai Miya-san." katanya. ia membalas tatapan Suna dengan berani.

mendengar itu Suna hanya mengganti posisi kepalanya. "aku sudah memperkirakan ini. tapi mendengar nya langsung dari bibir mu membuat ku semakin kesal."

"—aku akan mengungkapkan perasaan ku padanya."

"kau benar-benar membuat ku kesal."

Akaashi tidak membalasnya. ia hanya menatap mata Suna. "aku dengar dari Osamu, kau sudah punya kekasih. bukankah begitu? kenapa kau mengejar kekasihku sekarang."

Suna menekankan kata kekasihku dengan jelas. Akaashi membuang muka.

"aku tidak punya kekasih. dan aku menyukai Osamu sudah lama sekali, sebelum kau bertemu dengannya."

"oh, begitu—kau mengetahui aku kekasihnya dan kau tetap mengatakan ini padaku?" tanya Suna.

Akaashi diam tak menjawab. Suna bertanya lagi. "Apa kau yakin Osamu akan menerima jika kakak kelas yang ia kagumi menyatakan perasaan padanya?"

"aku—aku tidak yakin. tapi keputusan ku tidak berubah."

"terserah kau saja Akaashi Keiji-san." Suna berdiri dari duduknya. "yang hanya perlu kau tau saja, aku tidak akan tinggal diam. jika hanya makan siang mewah aku juga bisa melakukannya lebih baik darimu." lanjutnya.

"terimakasih untuk makanannya, aku permisi dulu—" Suna membuka pintu dan terkejut melihat seseorang yang ada disana.

"Tunggu, Suna Rintarou—" Akaashi berniat untuk mencegah Suna pergi namun ia mengurungkan niatnya karna melihat seseorang yang sangat ia kenal di depan sana.

"aku akan menjemput Osamu, sekali lagi terimakasih makanannya Akaashi Keiji-san."
Suna yang paham situasi langsung peegi melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu.

hingga tersisa dua pria yang saling berhadapan.

"Bokuto-san—"






















01.01.2022

HAPPY NEW YEAR POKOKNYA YAAAA











Continue Reading

You'll Also Like

32K 7.1K 16
Lalisa Manoban, gadis misterius yang sering di anggap buruk oleh teman sekolahnya. Jennie Kim, gadis manja ceria yang penuh dengan semangat. hari-har...
89.1K 11.8K 56
Suatu saat akan bersinar terang.
46.9K 4.5K 29
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
300K 23.4K 101
Kita temenan karena tetanggaan juga, gue kenal dia udah dari dia masih dalem perut bundanya