Lumiere du Soleil||Heroine Se...

By Tarinasinulle

18K 1K 395

Kumpulan Cerita Fanfiction One shoot Chilumi(ChildexLumine). DISCLAIMER Beberapa chapter di cerita ini mengan... More

Regret
Your wish is My order
A Trip in Mondstadt
Revealing the Truth
Everything I Did, Just So I Could Call You Mine
One room of Happines
One Room of Happines (2)
One Room Of Happines (3)
Everybody Talks
Jealousy Jealousy
Ace
One Last Night
I think I've Fall....
My Dearest Lumine
Her Secret
Her Secret (2)
Her Secret (3)
His Majesty
That One Snowy Night
Lana.
Ginkers
Lagu Nikah
Mean Girl

Eight Years

745 34 30
By Tarinasinulle

(Nanti Gua kasih tau kapan untuk putar lagunya.)

Ajax, atau yang kerap Lumine panggil dengan sebutan Childe adalah pria yang tinggal di samping rumahnya itu sudah menarik perhatiannya sedari awal mereka berjumpa.

Dia pria yang ramah, baik, dan sangat perhatian. Ajax sudah menganggap Lumine seperti adiknya sendiri.

Namun,

Lumine kecil yang masih berusia delapan tahun itu sepertinya, sudah menaruh perasaan suka kepada Pria yang duduk di bangku SMA itu.

Ya....

Mereka berbeda delapan tahun, Ajax tahu tentang perasaan 'suka' Lumine itu. Tetapi, ia hanya menganggapnya seperti rasa suka anak-anak, kalian tahu seperti kagum kepada seseorang.

Tetapi, Lumine disisi lain....

Dia benar-benar menyukai Ajax.

Semua bermula ketika malam ulang tahun Lumine yang ke delapan, saat itu Lumine nangis-nangis tidak karuan karena ia sangat ingin ke pasar malam tetapi orang tuanya tidak mengizinkan karena Aether sedang sakit. Malam itu ia sangat marah kepada Aether.

Siapa yang sakit pada hari ulang tahunnya?

Itu yang dipikirkan Lumine, hal itu benar-benar mengacaukan rencana ulangtahunnya yang sudah disiapkannya selama satu mingguan lebih.

"Mama! Ayo kita ke pasar malam!" Rengek Lumine menarik-narik lengan baju Ibunya itu.

"Engga dulu Lumine, Kakakmu lagi sakit. Kita gak bisa tinggalin dia sendirian."

"Tapi...."

"Ayolah, kan masih ada tahun depan." Balas Ibunya mencoba menenangkan Gadis kecil itu.

Seiring dengan perbincangan Lumine dan Ibunya itu, Childe mengetuk pintu rumah hendak memberikan kejutan kepada si kembar. Tetapi, ia menemukan Lumine berlari ke arahnya, merengek untuk membawanya ke pasar malam.

"Oke, ayo kita ke pasar malam." Ucap Childe, wajah Lumine langsung berubah, "MAMA! Lumi.... Lumi jalan sama Kak Childe ya!" Seru Lumine, ia menarik tangan Childe membawanya masuk ke ruang keluarga.

Ibu Lumine yang mendengar hal itu hendak melarang Lumine, "Jangan! Jangan bikin repot Kak Ajax!" Omel Ibunya.

"Tapi Ma...."

"Engga Apa kok Nyonya Hope... Saya bisa ajak Lumine jalan-jalan." Balas Childe sembari tersenyum, "Lagipula hari ini dia ulangtahun." Sambungnya, menengok ke arah Lumine yang bersembunyi di belakang dirinya.

Nyonya Hope memijit dahinya,

Sembari membuang nafasnya. "Baiklah....'

"Tapi, Lumine! Jangan bikin repot Kak Ajax dan Jangan pernah pergi jauh-jauh dari Kak Ajax. Mengerti?"

Lumine berjalan ke hadapan Childe, berdiri tegap sembari meletakkan tangan kanannya ke alisnya. "Siap Mama!"

"Ayo Kak!!" Lumine menarik tangan Childe, membawanya keluar dari rumah.

"Hati-hati ya!"

Keduanya mengangguk, sembari berjalan menuju ke Pasar Malam yang berada di lapangan kompleks perumahan tersebut.

Lumine mulai menceritakan kekesalannya kepada Aether dan hal-hal lainnya, mereka memang dekat, jadi tidak heran jika Lumine bersedia untuk menceritakan apa saja yang ia jalani kesehariannya kepada Childe.

Seiring dengan cerita Lumine, akhirnya mereka sampai di gerbang pasar malam.

Ramai dan meriah.

Suasana yang sangat jarang ada di Kompleks perumahan mereka. Childe menggenggam tangan Lumine ketika mereka masuk ke dalam pasar malamnya, tidak ingin Gadis hiperaktif itu lepas dari pandangannya.

Mereka menghampiri berbagai stand makanan, memesan semua makanan yang Lumine tunjuk. Walaupun ia hanya akan menyantap satu atau dua gigit dan sisanya ia berikan kepada Childe.

Untungnya, Childe sanggup untuk menghabiskan berbagai macam makanan itu.

Lumine menghentikan langkahnya.

Matanya terkunci ke boneka paus super besar yang tergantung di salah satu stand mainan.

Childe yang masih menggenggam tangan Lumine itu ikut berhenti, ia memerhatikan Lumine yang masih terpaku ke pada Bonek Paus itu. "Mau itu?" Tanya Childe.

Gadis itu menoleh, perlahan ia mengangguk

"Baiklah..."

Mereka berdua mendatangi stand tersebut, "Hey... Berapa untuk satu kali main?" Tanya Childe.

"100 Mora."

Childe mengernyitkan alisnya, ia lalu merogoh dompetnya dan...

100 Mora.

Yang benar saja, ia menghabiskan semua uangnya yang ia tabung dari hasil kerja sampingannya itu dan menghabiskannya hanya dalam semalam. Ia melirik ke arah Lumine.

"Baiklah.... 1 kali main ya."

Mau tidak mau, Childe mengeluarkan lembar terakhir dari dompetnya.

Dan memberikannya kepada penjaga Stand tersebut. Childe lalu diberikan sebuah pistol untuk menembakkan target-target yang ada untuk mendapatkan Boneka Paus itu.

Childe mulai membidik targetnya, ia memasang kuda-kuda seakan ia susah ahli dalam menembak. Padahal Childe hanya mencontoh aktor-aktor dari film laga. Lumine yang berdiri di samping Childe itu memerhatikan Pria bersurai Orange itu dengan seksama.

Satu botol, dua botol, tiga botol.....

Empat botol telah jatuh.

Botol terakhir, Childe mengambil nafas dalam dan....

Pelurunya tepat mengenai botol tersebut, bahkan berhasil membuatnya terjatuh. Semua botolnya berhasil Childe jatuhkan, keduanya bersorak, Childe langsung meletakkan pistolnya dan kemudian menggendong Lumine.

Menyelebrasikan kemenangan mereka.

"Selamat." Ucap Penjaga Stand tersebut. "Hadiah mana yang anda ingin kan?"

Tanpa banyak bicara Lumine langsung menunjuk Boneka Paus Biru yang berukuran persis seperti badannya itu.

Lumine lalu memeluk Boneka pausnya, "Terimakasih!"

Ucapnya kepada Childe.

"Sama-sama.... Okey, sekarang kita pulang? Udah senang kan?"

Lumine menganggukkan kepalanya.

-

"Tau gak Kak? Warna Bonekanya, mirip sama warna mata Kakak."

Childe yang saat itu sedang menggendong Lumine di pundaknya menoleh ke boneka paus yang ada di genggaman Lumine. "Lumine suka warnanya."

Benar juga, Childe baru menyadarinya. Warna biru laut persis seperti matanya. Tidak menyangka Gadis itu bisa sampai memerhatikan detailnya.

"Makasih.... Untuk malam ini Kak." Bisik Lumine, sebelum akhirnya ia tertidur dengan lelap di pundak Childe.

Blok demi blok Childe lewati, entah kenapa perjalanan pulang terasa panjang di malam hari itu.

"Kak...."

"Hmmm?"

"Jadi pacar Lumi ya...."

Childe mengernyitkan dahinya, hal yang baru Lumine ucapkan itu berhasil menggelitik perutnya. Ia mencoba untuk menoleh ke belakang, menyadari ternyata gadis itu sedang mengigau. Membuatnya tertawa kecil.

"Kecil-kecil kok Pacaran." Sindir Childe.

.
.

Delapan tahun berlalu kini Lumine sudah berubah menjadi seorang gadis remaja, banyak perubahan terjadi pada dirinya, kini wajahnya mulai tumbuh beberapa jerawat, suaranya semakin melengking, buah dadanya tumbuh jadi lebih besar, mungkin sedikit lebih besar dari teman-teman sebayanya. Membuatnya sedikit minder tapi, walau banyak hal yang sudah berubah ada satu yang tidak bisa ja ubah.

Yaitu perasaannya kepada Pria bernama Ajax, entah kenapa ia tidak bisa menghentikan perasaannya kepada Ajax.

Ajax tentu hanya melihat Lumine sebagai adik perempuannya. Tidak lebih, ia akan selalu menganggap semua pernyataan Cinta Lumine itu hanya candaan.

Selain itu, saat ini ia juga sudah memiliki pacar,

Luna namanya.

Wanita cantik, dewasa, pandai, ah.... Luna memiliki semua hal yang Lumine tidak miliki. Tidak heran kenapa Ajax memilih untuk memacari Luna, Mereka berdua dulunya adalah teman satu SMA, setelah menghabiskan banyak waktu bersama akhirnya Ajax memutuskan untuk mengencani Luna dan yeah...

Tentu saja Luna menerimanya, jika dilihat-lihat lagi Luna dan Ajax benar-benar pasangan yang serasi ya.

"Ini dia..... Gadis yang berulang tahun."

Lumine yang tengah menyendiri di rumah pohonnya itu terkejut bukan main ketika Ajax menghampiri dirinya. "Kak.... Ajax?"

Ajax tersenyum, sembari duduk di samping Lumine.

"Kenapa menyendiri disini? Aether nyariin kamu tuh."

"Ehm.... Gak papa.... Cuman lagi mau menyendiri aja," Balas Lumine. Hah.... Bohong.

Dia hanya tidak ingin melihat Ajax bersama Luna yang tengah menyiapkan pesta ulang tahun untuk si kembar.

Lagi pula kenapa ia harus membawa Luna sih ke pesta ulangtahunnya?

"Yaudah, Aku temanin....."

"Ga usah.... Kak Ajax..."

Ajax sudah berbaring di samping Lumine, sembari menatap langit biru. "Ga kerasa kamu udah 16 tahun ya.... Hahaha.... Aku masih ingat di ulangtahun mu yang ke 8, kamu nangis-nangis sama mama kamu untuk pergi ke pasar malam dan akhirnya kita pergi berdua." Ajax mulai bercerita, kembali mengingatkan Lumine betapa hiperaktifnya dulu Lumine ketika kecil.

Gadis itu tersenyum kering ketika mendengarnya. "Kamu masih simpan Boneka Pausnya?" Taya Ajax, menoleh ke arah gadis tersebut.

Boneka Paus.....

Tentu ia masih menyimpannya, Lumine bahkan tidak bisa tidur tanpa Boneka tersebut, nyaman dipeluk, karena ukurannya lumayan besar dan selain itu....

Boneka tersebut selalu mengingatkan Lumine kepada Ajax.

"Masih..." Balas Lumine singkat, seakan tidak tertarik dengan pembicaraan Ajax dan ingin Ajax pergi dari sini.

"Kau benar-benar menyukai bonekanya ya?" Celetuk Ajax. Lumine yang mendengarnya hanya terkekeh kecil.

"Bukan.... Aku suka sama orang yang ngasih aku boneka itu." Bisik Lumine dalam hatinya, matanya melirik ke arah Ajax,

"Sayang....."

Suara itu.

Mendengarnya bergema di telinga Lumine, sedikit menggetarkan hatinya.

Ajax langsung menoleh ke arah halaman belakang, "Sayang, udah ketemu Luminenya?" Tanya Luna, Ajax menganggukkan kepalanya, "Iya nih... Dia lagi ngegalau hahahahaha..."

"Kak Ajax!" Ketus Lumine ketika Ajax mengatakan hal itu.

"Yaudah kalau begitu bawa dia turun, acaranya udah mau dimulai." Jelas Luna, ia lalu kembali masuk ke dalam rumah Lumine. Ajax masih saja menatap sosok Luna yang sudah masuk ke rumah itu.

Melihat tatapan mata Ajax ketika menatap Luna.

Tatapan yang tidak pernah Lumine dapatkan, Lumine menghela nafasnya dan kemudian beranjak dari tempat ia duduk. "Loh... Udah mau turun? Ngegalaunya udah selesai?" Tanya Ajax, menyadari Lumine yang turun itu.

"Iya, aku yakin Mama udah nungguin juga."

-

"Happy Birthday.... To... You...."

"Happy Birthday To You...... Happy Birthday dear Aether and Lumine..... Happy Birth.....day.... Toooo... You....."

Semua tamu undangan memberikan keduanya tepuk tangan yang meriah, sembari keduanya mencoba untuk meniup lilin ulang tahun mereka. Aether mencolek krim kuenya dan kemudian menyentuh ujung hidung Lumine.

"Aether..." Gerutu Lumine, tetapi Aether hanya tertawa diikuti gelak tawa beberapa tamu undangan.

"Oke, silahkan.... Tamu undangan untuk menyantap makanannya." Ucap Ibu dari si kembar itu, benar-benar ya.... Beliau wanita yang hebat, membesarkan keduanya sendirian.

Lumine menatap Ibunya, "Makasih mama." Bisik Lumine sebelum akhirnya ia mengecup pipi Ibunya itu.

"Hey, Lumi... Itu Kak Ajax mau ngasih kamu hadiah."

Tatapan Lumine langsung terarah kepada Ajax yang berdiri di samping Aether, memegang sebuah kotak hadiah besar yang di bungkus cantik dengan kertas kadi berpola bunga cecilia.

Lumine berjalan mendekati Ajax, "Nih.... Coba buka."

Tangannya menerima hadiah itu dan kemudian membukanya perlahan. Ia terlihat sangat antusias, sampai-sampai tidak menyadari jika sebenarnya kado itu memiliki berlapis-lapis bungkusan. "Ke.... Kenapa lapisannya banyak banget?" Tanya Lumine.

Ajax hanya terkekeh diikuti dengan Aether yang masih ikut menonton Lumine membuka bungkus kadonya itu.

Setelah sekiranya memakan waktu beberapa menit, akhirnya lapisan terakhir berhasil Lumine buka. Sebuah kotak berwarna biru tua, perlahan Lumine membuka kotak tersebut.

Matanya tertegun, ketika melihat sebuah kalung cantik yang memiliki liontin berbentuk bintang ekor empat,

"Kak.... Ajax.... Ini cantik banget...." Gumam Lumine, masih tidak bisa melepaskan tatapannya dari kalung tersebut. "Kamu suka?" Tanya Ajax.

Lumine mengangguk dengan antusias, "Iya, suka banget! Makasih Kak Ajax!" Ucap Lumine.

"Hahahaha.... Sama-sama tapi, yang seharusnya mendapatkan ucapan terimakasih itu Luna.... Dia yang memilih kalung itu."

Luna.....

Yang benar saja....

Rasanya baru sebentar Lumine senang, karena mendapatkan hadiah dari orang yang ia suka tetapi. Mengetahui hal itu, Lumine sedikit kecewa,

Kenapa bukan dia yang milih? Apakah dia sangat bodoh untuk memilihkan Lumine hal yang ia suka?

Ajax sudah mengenal Lumine semenjak ia masih bayi. Tapi, disini dia meminta Luna untuk memilihkan Kado Lumine.

Lumine melirik ke arah wanita yang berdiri di samping Ajax itu, perlahan ia mencoba untuk menaikkan kedua ujung bibirnya, mencoba untuk memberikan senyuman termanisnya kepada wanita itu. "Makasih, Kak Luna....."

"Sama-sama Lumine, Aku senang kamu suka sama kalungnya."

"Ehem.... Kak Luna mau makan gak? Udah pernah nyobain Lasagna buatan mama gak? Ini enak banget loh." Aether mengalihkan pembicaraan sembari membawa Luna pergi ke meja makan, meninggalkan Lumine dan Ajax.

"Mau di pake Kalungnya?" Tanya Ajax, "Kalau iya sini, ku bantu." Ajax mengeluarkan kalung tersebut dari kotak ya dan mulai memasangkannya di leher polos Lumine,

Lumine dapat merasakan tangan Ajax menyentuh tulang selangkanya, nafasnya perlahan terasa berat, seiring dengan jantungnya yang berdegup dengan sangat kencang. Ajax lalu memperbaiki liontin kalung tersebut, menatapnya dengan tatapan sendu sembari tersenyum.

Kedua mata Lumine tidak bisa ia alihkan dari mata Ajax, ruangan yang tadinya ribut dengan huru hara tamu undangan yang mengobrol seketika hening, saat ini yang ada dipikirannya adalah dirinya dan Ajax.

"Hmmm.... Lasagnanya enak banget.... Ajax, cobain deh."

Ajax langsung menengok ke arah Luna yang menghampiri mereka berdua. "Oh..... Yah tidak heran sih, yang masak kan Nyonya Hope." Celetuk Ajax, menghampiri pacarnya itu.

Kini Lumine kembali merasa sendiri di pesta ulangtahunnya itu. Kenapa ia seperti ini?

Bukankah ia seharusnya bersenang-senang, tapi.....

Matanya memandangi tangan Ajax yang melingkar di pinggul Luna,

Berharap jika wanita itu adalah dirinya.

.
.

"Ajax.... Pelan-pelan dong, acara tahun barunya kan masih lama," Luna mencoba untuk menyamakan langkahnya dengan langkah Ajax, nafasnya mulai tergesa-gesa.

Yah, bagaimana tidak, Luna di bawa berlari dari lantai 1 hingga lantai teratas Hotel tersebut. "Maaf Sayang... Tapi acaranya tidak bisa menunggu. Mau aku gendong?" Tanya Ajax, dengan nada bercanda. "Gausah.... Aku masih sanggup kok." Balas Luna.

Akhirnya keduanya sampai di area rooftop, Luna mengatur nafasnya begitu pula dengan Ajax.

"Kenapa harus buru-buru sih? Kan yang datang cuman keluarga sama sahabat aja...."

"Ada sesuatu." Balas Ajax, perlahan ia membuka pintu menuju area Rooftop.

Mata Luna langsung tertuju ke sebuah hiasan yang bertuliskan

"WILL YOU MARRY ME?"

Ia terdiam, sembari masih mencoba untuk mencerna apa yang sedang terjadi.

"Luna..... Will you marry me?" Pria itu bersimpuh di satu lututnya, menunjukkan satu cincin terbaik yang ia pilih dari toko perhiasan, lihatlah, cincin itu sangat cantik. Wanita manapun yang mengenakannya pasti akan menjadi wanita paling bahagia.

Sebuah senyuman, Lumine coba tampakkan di wajahnya ketika menonton hal itu.

Di malam bersalju itu,

Di depan keluarga, teman dan Lumine.

Ajax melamar Luna, malam yang sangat indah bukan?

Di lamar oleh pria yang kau cintai, saat tahun baru. Dibawah ribuan bintang yang menghiasi angkasa,

Luna menatap semua hal yang ada di ruangan itu dengan tatapan tidak percaya,

Perlahan sang gadis menganggukkan kepalanya. "Yes...." Ajax langsung berdiri, memasangkan cincin di jari manis Luna dan kemudian mengecup kening wanita itu, lama ia menciumnya.

Seiring dengan orang-orang yang berada disana menyoraki kedua pasangan itu.

Sebuah tangan menggenggam tangan Lumine, "Ae....ther?" Tanya Lumine, ketika menyadari kakaknya dalam balutan jas itu menggenggam tangannya erat, "Kamu.... Gak papa?" Tanya Aether.

Eh....

Lumine.... Ya tentu saja ia baik-baik saja, iya kan?

"Iya," Walaupun Aether dapat melihat dengan jelas air mata yang perlahan mulai jatuh menghiasi pipi adiknya itu,

Seiring dengan orang-orang mencoba untuk mendekati Ajax dan Luna di tengah-tengah ballroom, Aether memeluk Lumine dengan erat, tidak ingin orang-orang melihat air mata adiknya itu. "Aku.... Sudah berusaha.... Menahan perasaan ini, tapi...."

Tangis Lumine semakin menjadi, seiring dengan hati kecilnya yang mulai remuk, menyadari jika Pria yang ia suka itu akan memulai kehidupan barunya, bersama wanita pilihannya. Yang dimana itu bukan dirinya dan.... Tidak akan pernah menjadi tempatnya.

...

"DEMI ARCHON!!! Pak Zhongli Kalau ngasih tugas ga ngotak...." Seru Lumine kepada Aether yang sedang ia telpon itu. "Coba tau kalau kayak gini, gak Kuliah gua..... Nyari sugar daddy aja." Sambugnya.

"Heh... Lumi ga boleh ngomong gitu." Balas Aether, "Jadi, minggu ini kamu balikkan ke rumah?" Tanya Aether.

Lumine yang saat ini sudah duduk di bangku perguruan tinggi, memilih untuk berkuliah jauh dari rumah. Yah.... Dia murid yang pandai, jadi dia mendapatkan beasiswa di salah satu universitas ternama Liyue.

Setidaknya, hal itu bisa membuat dirinya Move On dari Ajax.

Ajax....

Sudah delapan tahun ia tidak mendengar kabar pria itu, terakhir kali mereka bertemu ketika Ajax ingin pindah bersama Luna ke ibu kota, Celestia. Jadi sekarang di rumah keluarga Ajax hanya ada Orangtua dan saudara-saudaranya.

Setidaknya ia tidak harus kembali berpura-pura baik-baik saja ketika dirumah nanti.

"Iya, yaudah.... Aether aku tutup dulu telponnya ya... Mau jalan."

"Sama siapa?"

"Hehehe..... Ada deh."

"Lumi?! Kamu udah punya pacar?"

"Hehe....."

"Jangan He... Ha... He... Ho aja kamu! Jawab jujur." Tanya Aether mengintrogasi adik perempuannya itu. "Ugh.... Iya, Lumi udah punya pacar...." Balas Lumine akhirnya mau mengaku kepada kakaknya itu.

"Lumi.... Ka..mu.... Kenapa pacaran, kenapa ga pernah kasih tau Aku tentang ini?!"

"Apalagi kak? Mau marah? Kakak ga punya hak untuk marah, harusnya Kakak senang dong Aku bisa Move On dari Ajax." Balas Lumine, dengan nada sedikit meninggi. "Lumine.... Aku enggak marah cuman.... Khawatir. Wajar aku khawatir sama Kamu, apalagi setelah mama meninggal. Kamu itu dititipin sama Aku. Kalau kamu kenapa-napa Aku yang di salahin." Balas Aether sedikit kesal dengan adiknya yang tiba-tiba melunjak seperti itu.

"Ih, Lumine udah gede. Udah bisa atur diri sendiri."

Dapat terdengar suara Aether yang menghela nafasnya, "Denger.... Aku ga bakal larang kamu pacaran, cuman Aku minta kamu ngasih tau lebih cepat... Okay? Jangan bikin aku khawatir gini."

"Ck... Iya iya deh, yaudah Lumi tutup dulu telponnya ya.... Takut telat nih."

Belum sempat Aether membalasnya, Lumine sudah mematikan panggilan tersebut. Tidak lama menunggu, ia dapat mendengar suara pintu kos nya di ketuk oleh seseorang.

Tanpa basa-basi Lumine langsung berlari kecil membuka pintu tersebut dan.....

"Theo....."

"Hai, Princess udh siap?"

Lumine terkekeh kecil ketika mendengar Theo memanggilnya dengan sebutan 'Princess' ia sangat suka menggunakan pet name. "Iya, kita langsung aja ya."

"Oke."

.
.

Home sweet home.

Itu yang terpikir di kepala Lumine ketika ia pertama kali setelah Sekian lama tidak menginjakkan kakinya di ruang tamu rumahnya itu. Aether menyambut dirinya dengan sebuah pelukan yang sangat erat. "Selamat datang." Ucap Aether.

"Huaa.... Kangen banget sama rumah."

Aether tertawa ketika mendengar adiknya merengek itu,

Walaupun saat ini keadaan rumah sudah sedikit berubah, hanya ada Aether yang tinggal disini, rasanya sedikit hampa tanpa kehadiran Ibu mereka.

Untungnya ada Nyonya Clarina, ibunya Ajax yang tinggal di sebelah rumah mereka. Beliau sudah sangat banyak membantu Aether.

"Mau nyapa Nyonya Clarina? Dia udah kangen banget sama kamu."

"Boleh." Balas Lumine.

Keduanya lalu berjalan menuju ke rumah Keluarga Ajax itu, hanya beberapa langkah dari rumah mereka. Jadi tidak heran sih, Lumine ketemu dengan Ajax setiap harinya.

Aether mengetuk pintu rumah tersebut, lama mereka menunggu.

Akhirnya seseorang membukakan pintunya.

Keduanya terkejut, terlebih lagi Lumine, satu orang.....

Satu yang ia harap untuk tidak bertemu ketika dirinya pulang, kenapa orang itu ada disini? Saat ini, Lumine menatap Ajax dengan penuh tanda tanya, jujur ia terlihat sangat kacau.

Apa yang terjadi pada dirinya?

"Oh... Aether dan... Lumine,"

"Kak Ajax.... Ehem... Ga nyangka ketemu kakak disini." Ucap Aether, mencoba untuk membuka pembicaraan,

"Siapa Ajax?" Tanya seorang wanita dari dalam.

"Ini... Aether dan Lumine,"

"Lumine!?" Nyonya Clarina yang tadinya sedang memasak langsung bergegas ke area teras rumahnya. Benar saja, ia menemukan gadis blonde yang telah lama pergi. "Oh... Lumine, tante kangen banget...." Ucap Nyonya Clarina, memeluk gadis itu dengan sangat erat.

Lumine balas memeluk wanita itu, "Lumine juga.... Tante, makasih ya udah banyak ngebantu Kakak Aether."

"Hmm... Ah, tidak masalah... Kalian sudah seperti anak tante. Ayo... Sini masuk, kebetulan tante baru selesai buat lasagna resep Mama kalian. Ayo masuk-masuk." Nyonya Clarina, menuntun keduanya masuk ke area ruang makan yang tidak jauh dari ruang tengah.

Dimana saat ini, tempat Ajax bermain video game.

Yang benar saja.... Pria berusia 32 tahun, sudah memiliki tunangan malah bermalas-malasan di ruang tengah rumah orang tuanya.

Lumine dapat melihat rambut Ajax yang mulai memanjang dan begitu pula beberapa rambut wajah yang mulai tumbuh.

Jujur saja, pria itu tidak cocok dengan janggut.

Nyonya Clarina yang sadar Lumine sedari tadi memperhatikan putranya itu, menghela nafas. "Pasti kalian bingung kenapa Ajax begitu."

"Ah..... Maaf tante, saya gak bermaksud untuk....."

Namun, Nyonya Clarina menggelengkan kepalanya. "Tidak apa, kalian juga sudah lama tidak bertemu. Jujur.... Tante juga sedikit kaget.... Tidak menyangka Ajax akan jadi seperti itu."

"Kalau boleh bertanya.... Apa yang terjadi?"

"Ajax, putus dengan Luna 3 tahun lalu.... Dan sekarang ia memutuskan untuk kembali tinggal bersama tante... Yah tante gak marah.... Cuman masih kaget aja.... Dia enggak ada cerita kenapa dia bisa putus sama Luna dan yeah, dari kemarin dia datang, dia cuman fokus main game dan banyak menghabiskan waktunya di kamar." Jelas Nyonya Clarina.

Ajax dan.... Luna putus?

Mendengar hal itu Lumine kembali menoleh kepada Ajax, entah kenapa, ada sepercik rasa senang di hatinya.

Kedua mata Lumine melebar ketika menyadari perasaannya itu. "Lumi.... Ingat kamu udah punya Theo....." Ucap Lumine pada dirinya sendiri. Lumine lalu kembali memperhatikan ruang tengah, Ajax beranjak pergi dan kembali ke kamarnya.

Lumine kembali menatap area tangga, ia lalu beranjak dari kursinya.

"Lumi.... Ka... Kamu mau kemana?" Tanya Aether, ketika menyadari adiknya yang pergi dari ruang makan. Dia khawatir, tentu ia khawatir, Aether tidak ingin Lumine kembali menangis karena Ajax, cukup melihatnya menangis di pesta lamaran Ajax dan Luna. "Lumi...." Panggil Aether sekali lagi.

Tetapi Lumine tidak mengindahkan panggilan tersebut, ia tetap melangkahkan kakinya naik ke lantai dua rumah tersebut dan akhirnya, dirinya sampai di depan kamar Ajax.

Lumine menemukan Ajax yang berbaring sembari memainkan handphonennya, hingga akhirnya ia menyadari keberadaan Lumine yang sedari tadi menatap dirinya itu, "Hey... Lumi...."

"Hey Kak Ajax," Balas Lumine, ia melangkahkan kakinya masuk ke kamar Ajax. Langkah demi langkah yang ia pijakkan di kamar itu kembali membawakan nostalgia.

Ia banyak menghabiskan waktu di kamar ini,

"Lama tidak berjumpa, Kak... Ajax."

Ajax sedikit tersenyum, "Iya.... Lama tidak berjumpa." Balas Ajax,

Kenapa mereka tiba-tiba menjadi canggung seperti ini, biasanya mereka bisa langsung berbincang tentang banyak hal tapi....

Sekarang keduanya diam,

Lumine duduk di samping Ajax.

"Kau terlihat cantik. Rambut mu.... Kau potong." Ucap Ajax, sembari memegang beberapa helai rambut Blonde Lumine itu, Lumine memerhatikan tangan Ajax, "Terimakasih." Balas Lumine singkat.

Ajax menghela nafas panjang, "Aku tahu.... Aku terlihat sangat menyedihkan...." Ucap Ajax, ketika menyadari Lumine menatapi tubuhnya yang seperti tidak terurus sama sekali. Rambutnya mulai panjang, janggut mulai tumbuh di pipinya, selain itu.... Ajax juga berbau seperti alkohol.

Dia jadi peminum ya.... Setelah ditinggalkan Luna?

"Kak Ajax, jika.... Boleh tahu kenapa? Kenapa kalian berpisah? Maksudku.... Kalian terlihat sangat bahagia dulu." Tanya Lumine.

Pertanyaan Lumine membuat Pria itu terdiam sebentar, sebelum akhirnya ia mulai menjawab. "Luna.... Dia..... Memiliki pria lain."

"What!? Luna selingkuh..... A... A.... Wow...." Bathin Lumine tidak bisa berkata apa-apa lagi ketika mendengar hal itu. Jujur mendengarnya membuat Lumine sakit, ya... Luna sudah mendapatkan Pria yang Lumine sukai selama hidupnya.

Ajax, dia adalah contoh dari pria sempurna. Dia bisa masak, dia sayang keluarga, dia.... Dia akan melakukan apapun untuk membahagiakan wanitanya.

Tapi bagaimana Luna masih saja berselingkuh dari Pria yang.... Bisa dibilang sempurna ini.

"A... Aku minta maaf, tidak bermaksud untuk...."

Pria itu lalu menggelengkan kepalanya sembari tersenyum kecil, "Tidak apa."

"Lumine....."

"Hmmm?"

"Can i hug you?"

Pertanyaan Ajax berkali-kali bergema di kepalanya, tanpa basa-basi Lumine langsung menganggukkan kepalanya. Ia lalu bergeser sedikit dan kemudian mulai memeluk Ajax dengan erat, begitu pula dengan Ajax.

Sudah lama sekali ia tidak memeluk pria itu,

Rasanya..... Hangat dan Nyaman, seperti memeluk boneka teddy bear besar.

Tangan Lumine mengelus rambut Ajax, "Aku sangat merindukanmu....." Bisik Ajax, nafasnya mengenai daun telinga Lumine,

Lumine dapat merasakan wajahnya yang mulai menjadi panas.

"Aku.... Juga...." Balas Lumine.

Setelah lama berpelukan, saling menuangkan rasa rindu mereka. Akhirnya Lumine melepaskan pelukan itu, ia menatap wajah Ajax yang sudah banyak berubah itu. "Hey.... Mau ku potongkan rambutmu?" Tanya Lumine,

Ajax mengangguk.

-

Kini Ajax duduk di pinggiran bathub rumahnya, sementara Lumine menyiapkan gunting dan handuk untuk melapisi tubuh Ajax. Setelah siap, Lumine mulai menggunting rambut yang sudah tumbuh lebih panjang dari terakhir ia bertemu dengan Ajax,

Helai demi helai berjatuhan ke dalam bathub kering itu. Lumine yang fokus menggunting rambut Ajax, tidak menyadari kedua mata Ajax terkunci kepada wajah seriusnya itu.

Hal itu memberikan satu senyuman kecil di wajah Ajax,

Hingga akhirnya kedua matanya teralih ke bawah, satu liontin yang ia berikan kepada Lumine di ulangtahunnya yang ke-16.

"Kau masih menggunakannya." Ucap Ajax.

Lumine berhenti sebentar, "Kau bisa melepaskannya sekarang.... Aku tahu Kau sedikit kecewa dengan kalung itu." Ucap Ajax, mendengar hal itu Lumine mengernyitkan alisnya.

"Apa?" Tanya Lumine.

"Aku tahu perasaanmu.... Aku tahu semuanya, aku tahu saat aku melamar Luna kau menangis di pelukan Aether. Aku melihatnya dengan jelas." Jelas Ajax, mulai berterus terang. "Tapi, saat itu.... Aku tidak bisa membalas perasaanmu." Sambungnya.

Lumine yang masih berusaha untuk fokus memotong rambut Ajax itu, tanpa sengaja memotong kulit jarinya. "Ouch..... Ah...."

Tetesan darah terjatuh mengenai tumpukan rambut Ajax yang ada di dasar Bathub. Lumine perlahan mundur sedikit, Ajax yang melihat hal itu, langsung menggenggam tangan Lumine yang terluka.

Ia lalu mulai mengelap bercak darah tersebut dengan handuk yang digunakan untuk melapisi tubuhnya. "Kenapa Kau membahas ini, sekarang?" Tanya Lumine.

"Yah... Karena kita baru bertemu, dan saat ini aku bisa membalas perasaanmu." Ucap Ajax tanpa menjatuhkan pandangan matanya ke wajah Lumine sama sekali. Lumine menatap Ajax dengan tidak percaya.

Yang benar saja?

Setelah delapan tahun tidak berjumpa, akhirnya Ajax menyatakan perasaannya. Ketika Lumine sudah memiliki orang lain yang mengisi hatinya, memperbaiki semua luka yang Ajax berikan selama ini kepada Lumine dan kemudian disini Ajax memberitahukan bahwa ia menyukai Lumine?

Yang benar saja? Ajax.....?

"Lumine..... Jadilah pacarku."

Berbeda dari yang tadi, kini Ajax menatap kedua mata Lumine dengan seksama,

Tunggu, ini benar-benar terjadi? Momen yang sudah Lumine tunggu dari lama benar-benar terjadi. Ajax memintanya untuk menjadi pacarnya,

Sungguh, mungkin Lumine akan senang jika Ajax memberitahukan hal ini dulu. Tapi sekarang......

Entahlah,

Ia tidak tahu harus menjawab apa, ia bahkan tidak tahu harus senang, marah atau.....sedih? Semua perasaannya tercampur aduk, Lumine meletakkan guntingnya dan kemudian bergegas keluar dari kamar mandinya. "Lumine!" Seru Ajax.

Ajax bergegas membersihkan dirinya, menyusul gadis tersebut.

Melewati Aether dan Ibunya yang masih berbincang di ruang makan. Menyadari keduanya pergi Aether langsung menoleh, ia lalu ikut menyusul, "Tante.... Makasih atas lasagna nya. Rasanya sangat mirip dengan Lasagna buatan mama." Puji Aether terbur-buru.

Ia lalu berlari menyusul Ajax.

"Lumine...." Panggil Ajax,

Tepat di pintu depan rumah Lumine Ajax berhasil menahan Lumine sehingga ia tidak bisa lari lagi.

Lumine membalikkan badannya, menatap Ajax, "Lepas...."

"Engga.... Kamu jelasin dulu, jangan main kabur aja Lumi. Aku cinta sama kamu."

"Tidak.... Kak Ajax gak cinta.... Kakak cuman nyari pengganti doang...."

Lumine menggelengkan kepalanya, "Kumohon Lumi.... Dengarkan Aku. Perasaanku... Kepadamu sudah ku pendam sejak lama.... Bahkan semenjak aku belum bertemu dengan Luna tapi, saat itu aku tidak bisa mengencanimu.... Kau tahu itu kan?"

"BOHONG!!!!"

"Udah... Kak Ajax, Stop... Lumi gak mau dengar."

"Kumohon Lumi......"

Lumine akhirnya diam, ia tidak mencoba untuk melepaskan genggaman Ajax. Ia menatap Ajax yang memohon kepadanya itu. "Jika memang Kakak punya perasaan Sama Lumi dari dulu, kenapa gak nunggu? Kenapa Kakak... Malah ngelamar Luna!? Kak Ajax tau Lumine nangis di acara lamaran itu, terus kenapa Kak Ajax ga ninggalin Luna demi Lumine!!?"

"Lumine capek, ngeliat Kalian berdua! Sakit, gak tau udah berapa banyak luka yang Kakak kasih ke Lumine." Sambungnya dengan nada suara yang semakin lama semakin meninggi. Diiringi dengan isak tangis Lumine yang membuat nafasnya semakin sesenggukan.

"Lumine gak mau jadi pengganti cuman karena Kak Ajax ga bisa dapetin Kak Luna, setelah Lumine menghabiskan seumur hidup Lumine untuk mencintai Kak Ajax."

Seketika semuanya hening,

Ajax menggenggam kedua pipi Lumine dan kemudian memberikannya sebuah ciuman yang membungkam Lumine. Sang gadis terkejut, ia awalnya mencoba untuk lepas tetapi....

Bukankah ini yang ia tunggu sedari lama.

Ajax mengecup dirinya, memeluknya tubuhnya dengan erat, seakan hari itu adalah hari terakhir ia bisa memeluk Lumine seperti itu.

Kedua mata Lumine tertutup, ia mulai menerima ciuman Ajax.

Di kejauhan, ada Aether yang berdiri di balik pagar rumah mereka. Mendengar semuanya, merekam semuanya percakapan mereka di kepalanya layaknya mesin rekorder. Ia dapat merasakan rasa sakit yang di derita oleh Lumine selama ini hanya dari suaranya, Lumine benar-benar menumpahkan semua amarahnya kepada Ajax.

Semua ini mungkin, tidak akan terjadi jika mereka seumuran?

Bagaimana jika Lumine lahir di tahun yan sama dengan Ajax, mungkin sekarang mereka sudah memiliki anak dan membangun keluarga kecil mereka.

Mungkin Lumine sudah mengenakan gaun pernikahan ibu mereka, di pernikahannya dengan Ajax.

Mungkin Aether akan menjadi Paman favorit anak-anak mereka.

Mungkin.....

...

"Lumine..... Ouh, kau adalah pengantin tercantik.... Gaun pernikahan ibu sangat cocok untukmu." Gumam Nyonya Clarina, yang membantu Lumine merias make upnya itu.

Hari besar, bagi Lumine. Tidak menyangka, ia akan melihat dirinya dalam balutan baju pengantin ibunya. Nyonya Clarina menatap Lumine dengan bangga, "Ibumu pasti akan sangat senang, melihatmu hari ini....." Gumam Nyonya Clarina.

Ia bahkan sampai menitikkan air matanya.

"Oh... Tante jangan menangis begitu dong....."

"Hey, panggil Mama. Tante udah anggep kamu sama Aether anak Tante, okey? Kalau ada apa-apa kamu bisa langsung datang ke Mama." Balas Nyonya Clarina. Lumine terkekeh kecil, "Iya, Mama.... Hehehe...."

Suara pintu ruangan di ketuk, keduanya langsung memperhatikan pintu kamar tersebut. "Mama.... Lumine udah siap?" Tanya Aether.

"Iya udah, ehem... Kamu yang nganter Lumine ya ke altarnya. Mama duluan disitu, yang lain pasti udah nunggu."

"Okey Ma...." Balas Aether.

Nyonya Clarina akhirnya meninggalkan kedua saudara itu, Aether menatap Lumine dengan kagum, dia benar-benar seperti Ibu mereka. "Kau sangat cantik." Puji Aether.

"Yaelah... Kakak baru sadar punya adek secantik Lumine?" Tanya Lumine dengan nada bercanda.

Aether yang mendengar hal itu terkekeh kecil. Ia lalu memasangkan tudung kepala, sehingga menutupi wajah Lumine, lalu kemudian tangannya menggandeng tangan adiknya itu. "Lumine.... Kau sudah yakin? ingin melakukan ini? Kau tahu.... Kau tidak akan bisa kembali lagi."

"Iya, Lumine yakin.... Jika Lumine akan bahagia dengan orang pilihan Lumine." Balas Lumine sembari tersenyum. "Baiklah." Balas Aether.

Ia lalu menu tun Lumine menuju ke aula pernikahan, dimana sudah ada Pendeta, tamu undangan dan.... Pria yang Lumine pilih untuk menjadi pendamping hidupnya.

Pintu terbuka,

Lumine dapat melihat seisi ruangan yang dihiasi dengan bunga cecilia, bunga kesukaannya.

Tatapannya lalu tertuju kepada Pria yang akan menjadi miliknya hari ini. Keduanya berjalan dengan pelan memasuki Altar pernikahan, seluruh tamu undangan menontonnya dengan khidmat, menikmati momen indah yang hanya akan terjadi sekali seumur hidup, karena hari ini, satu Impian Lumine tercapai.

Yaitu menikahi Pria yang ia cintai.

Aether langsung beranjak menuju ke area dimana para wali berdiri

Meninggalkan Lumine berdiri di hadapan pendeta dan sang pengantin Pria.

"Para tamu hadirin yang berbahagia, hari ini kita di berikan kesempatan untuk menyaksikan..... Pengucapan janji suci yang akan diucapkan Oleh Theo Newman dan Lumine Hope."

Semua mata tertuju kepada Lumine, termasuk kedua mata biru milik Pria yang kini berdiri di samping Aether.

Ajax menonton detik-detik, Lumine menjadi milik seseorang dan bukan menjadi miliknya. Ia tidak bisa melakukan apa-apa selain memberikan senyuman terbaiknya dan menahan air matanya.

Ah.... Jadi ini yang Lumine rasakan ketika dirinya melamar Luna?

"Apakah Kau, Lumine Hope menerima Theo Newman sebagai teman hidupmu dalam keadaan sedih maupun senang, Kaya maupun miskin... Dan sehat maupun sakit." Tanya Sang pendeta.

"Ya... Saya menerima Theo Newman."

"Selanjutnya, Apakah Kau Theo Newman menerima Lumine Hope sebagai Istrimu dalam keadaan sedih maupun senang, Kaya maupun miskin dan sehat maupun sakit."

"Saya menerima Lumine Hope." Balas Theo, dengan senyuman terbaiknya.

"Dengan ini, saya dengan senang hati, mengumumkan kalian sebagai sepasang Suami dan Istri. Selamat....."

Para tamu undangan berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah kepada kedua pasangan baru itu.

.
.

Setelah acara pengucapan sumpah dan bertukar cincin, kini adalah acara resepsinya dimana saat ini Ajax melangkahkan kakinya naik ke atas panggung. Sepertinya ia hendak menyumbangkan satu lagu, Lumine yang menyadari hal itu sesekali menatap ke.area panggung sambil masih berfoto-foto dengan tamu undangan yang datang.

"Ehem... Oke, Gua bakal nyanyi satu lagu..."

(Oke putar sekarang)

Beberapa orang langsung berseru bahkan sampai memberikan siulan kepada Ajax. Hal itu membuat Ajax tertawa kecil, "Lagunya adalah.... I Love you so by The Walters."

Lumine langsung melirik ke arah Ajax.

Musik Mulai bermain, seketika lampu menjadi redup, hanya satu yang menyala dan lampu itu terarah kepada Ajax yang sedang akan menyanyi di panggung.

"I just need someone in my life to give it structure,
To handle all the selfish ways I'd spend my time without her."

"You're everything I want, but I can't deal with all your lovers"

"You're saying I'm the one, but it's your actions that speak louder,
Giving me love when you are down and need another"

"I've gotta get away and let you go, I've gotta get over"

Lumine dapat merasakan tubuhnya yang bergetar ketika mendengar Ajax mulai menyanyikan lagu tersebut, matanya tidak terlepas dari pria itu, dia benar-benar menjadi pusat perhatian bagi semua yang ada di dalam ballroom tersebut.

Namun, kedua mata Theo menatap Lumine, tatapan Lumine ketika menatap Ajax, seakan ada secercah perasaan yang masih tertinggal di dalam hatinya.

"But I love you so....... I love you so,"

"I love you so............I love you so."

Theo menggenggam erat tangan Lumine tepat ketika Ajax menatap ke arah Lumine, yang sudah menjadi milik orang lain itu.

Lumine menatap Theo balik, "Lumine, Aku mencintaimu." Bisik Theo.

Wanita itu tersenyum. "Aku juga."

Theo lalu langsung mencium Lumine, ketika orang-orang tidak memperhatikan mereka dan fokus kepada penampilan Ajax.

Semua orang terkecuali sepasang mata, yang melihat hal itu dengan sangat jelas dari atas panggung.

"I'm gonna pack my things and leave you behind
This feeling's old and I know that I've made up my mind"

"I hope you feel what i felt when You shattered my soul."

"Cuz now i feel what you felt when i..... Shattered your soul." Bathin Ajax, menyadari hatinya perlahan mulai merasakan sakit yang Lumine rasakan selama ini.

Dia benar-benar orang yang jahat bukan?

"'Cause you were cool and I'm a fool
So please let me go."

Ajax mengambil nafasnya panjang, ia menutup kedua matanya dan mulai menyanyikan bagian terakhirnya di lagu itu.

"But I love you so (please let me go)"

"I love you so,"

(please let me go)

"I love you so,"

(please let me go)"

"I love you so,"

Seluruh orang yang hadir di dalam ballroom tersebut memberikan Ajax tepuk tangan yang sangat meriah, bahkan ada beberapa tamu sampai menitikkan air matanya.

"Terimakasih." Ucap Ajax, sebelum akhirnya ia turun dari panggung.

Dan mulai merelakan Lumine,

Hello.....

Back with Tarina.....

So yeah, ni cerita agak panjang dan pernah gua publish tpi stelah itu gua unpublish lgi krn critanya jelek bgt.

Jadi gua revisi ceritanya dan yeah here you go

I hope ya'll enjoy the story

Dan maaf kalau misalnya rada angst. Hahahaha.....

Continue Reading

You'll Also Like

41.1K 8.4K 11
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
72.2K 7.1K 20
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
167K 14.2K 25
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
309K 23.7K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...