TANZIRA

By yogurtkji

483K 57.8K 34.7K

[Follow dulu oke.] #9 in wattpad indonesia Spin of Asterlio Bagi Aurora, Tanzil adalah segalanya. Tidak ada... More

0.0 | Toko Donat
0.1 | Efek Samping
0.2 | Duta Kebersihan
0.3 | Orang Baru
CAST TANZIRA
0.4 | Cara Menjaga
0.5 | Obat?
0.6 | Tentang Hati
0.7 | Jauhi Dia
0.8 | Permintaan Maaf
0.9 | Siapa Raja Sebenarnya?
1.1 | Jaga Jarak
1.2 | Hari Spesial
1.3 | Makan Bareng
1.4 | Rora Nggak Mau Ditinggal
1.5 | Winter Bear
1.6 | Mereka Pacaran?
1.7 | Tanda Persahabatan
1.8 | Bergabung?
1.9 | Zahra's party
2.0 | Berhenti?
2.1 | Awal Baru
2.2 | Jealous
2.3 | Jadi?
2.4 | Air Mineral
2.5 | Hari Sakral
2.6 | Sakit Hati
2.7 | Bolos Sekolah
2.8 | Alasan Menjauh
2.9 | Isi Hati
3.0 | Good Night
3.1 | Ancaman Manis
3.2 | Bahagia ya, Ra
3.3 | Berita Buruk
3.4 | I'm Here
3.5 | Masalah di Sekolah
3.6 | Penenang
3.7 | Pelaku
3.8 | Belum Selesai
3.9 | Masa Lalu
4.0 | Masalah
4.1 | Kejadian Sebenarnya
4.2 | Terbongkar
4.3 | Takut Kehilangan
4.4 | Satu Minggu
4.5 | Kangen
4.6 | Insiden Kecil
4.7 | Gue Butuh Lo
4.8 | Need
4.9 | Jalan-jalan
5.0 | Kebutuhan
5.1 | Jalan sama gue, mau?
5.2 | Insiden
5.3 | Berakhir?
5.4 | Jawaban
5.5 | Janji
5.6 | Pulang
5.7 | Hilang
5.8 | Usaha Penyelamatan
5.9 | Keadaan Aurora
6.0 | Teman

1.0 | Hati Nggak Bisa Dibagi

8.5K 1K 597
By yogurtkji

Jangan lupa vote dan coment dulu gih, biar aku semangat.

Spam 💜💜💜:

Spam coment setiap paragraf dong:)

***

Mereka duduk termenung menunggu dokter keluar dari ruang IGD, tidak ada seorang pun yang berani menghubungi Altas tentang hal ini.

"Gue masih nggak percaya, Raja ternyata ketua Gaeros." celetuk Gahar sangat kentara bingung.

Boy menyibakkan rambutnya ke belakang, menatap Gahar lalu berkata. "Selama ini ketua Gaeros emang rahasia, tapi gue juga bener-bener nggak nyangka."

"Heran, patner Devz tapi kita yang bagian dari Devz aja nggak tau." Varez menimpali.

Bak kejutan di hari ulang tahun, kenyataan bahwa Raja adalah ketua Gaeros sangat tidak di prediksi. Gaeros itu wilayahnya Bandung, bagaimana mungkin ketua mereka di Jakarta? Apa dia tidak ikut andil dengan semua kegiatan Gaeros?

"Dia nggak akan semudah itu kalah dari gue kalo dia beneran ketua Gaeros."

"Lo bener Zil. Bisa aja dia pura-pura supaya identitas aslinya nggak kebongkar." ujar Boy setuju.

"Mending lo telfon Aster, tanya siapa ketua Gaeros. Cepetan!" titah Varez pada Tanzil merasa hanya cowok itu yang dapat menjawab ini.

"Mendingan sekarang kita fokus ke tiga cewek itu dulu deh," usul Gahar merasa itu lebih penting.

Ketua Gaeros tidak mungkin orang yang tidak handal bela diri. Sedangkan waktu Tanzil menghajar Raja, cowok itu sungguh apik berpura-pura tidak handal dalam hal itu.

Sebenarnya apa motif cowok itu menyembunyikan identitas aslinya? Jika itu motif baik tidak apa-apa, tapi andai itu motif buruk?

Ceklek

Saat dokter keluar, Tanzil dan yang lain segera mendekat untuk menanyakan bagaimana keadaan ketiganya.

"Gimana dok?"

"Untung saja kalian cepat membawa mereka kemari, jika tadi telat sebentar saja saya sudah tidak bisa jamin mereka bisa selamat."

Mereka bernafas lega, setidaknya ketiga perempuan itu selamat. Tapi nyatanya kelegaan itu hanyalah sesaat, karna tiba-tiba Altas datang di dampingi oleh Patrick dan juga Tama. Seketika Gahar, Boy, dan Varez memucat. Berbeda dengan Tanzil yang terlihat lebih tenang.

"Tanzil, ikut Papah sebentar." titah Tama langsung menarik Tanzil jauh dari Altas dan yang lain.

Wajah Altas tidak berekspresi, sangat sulit untuk ditebak apakah pria itu marah atau tidak. Dia hanya diam menatap Gahar, Boy, dan Varez. "Terimakasih sudah menyelamatkan putri saya."

Untuk beberapa saat baik Boy,Gahar, maupun Varez terdiam. Cukup tertegun karna respon Altas benar-benar diluar dugaan, sangat mengejutkan.

"Sa---saya minta maaf Om. Tadi saya yang membawa Rora ke tempat itu. Saya juga bingung kenapa bisa---"

"Saya sudah tau, ini bukan salahmu." Altas memotong ucapan Varez.

Patrick yang sedaritadi diam, tiba-tiba mengkode sesuatu pada Altas. Sampai akhirnya mereka pamit dan pergi menjauh dari ketiganya. Dan entah kenapa perasaan Boy dan yang lain lega, berada di dekat Altas seolah mereka tengah berhadapan dengan presiden Korut.

"Ayo masuk, sapa tau mereka udah sadar."

Mereka bertiga masuk, dan melihat Inggit sudah sadarkan diri. Tapi wajah perempuan itu terlihat pucat, seperti orang yang ketakutan.

"Nggit, lo udah sadar?" Boy berjalan mendekat ke arahnya, tanpa ia duga Inggit langsung bangkit dan memeluknya cukup erat.

Pertama kalinya Inggit bertemu dengan Boy tidak marah-marah, tidak menjauh justru memeluk seperti ini. Meski ragu tapi Boy tetap membalas pelukan itu, ada gelenyar aneh yang hinggap di hatinya.

"Lo kenapa?" tanya Boy yang entah kenapa suaranya menjadi sangat lembut.

"Gu---gue takut Rora disakitin lagi..."

Lagi? Siapa yang akan menyakiti perempuan itu? Sebenarnya apa yang dimaksud oleh Inggit? Jika dilihat, sepertinya memang benar ada kejadian yang menimpa tiga perempuan itu.

"Cerita sama gue pelan-pelan."

"Kalo lo mau ngomong berdua sama Boy, gue dan Varez bisa keluar dulu Nggit." timpal Gahar, barangkali Inggit merasa tak nyaman ada banyak orang.

Inggit mengangguk pelan, Gahar da Varez yang mengerti pun perlahan mundur dan keluar dari ruangan itu. Boy menatap Inggit, kemudian menarik kursi dan duduk disamping perempuan itu persis.

"Gue dengerin." ujarnya.

"Gue bingung harus mulai darimana, gu---gue..."

"Shutt.... Gue akan tunggu lo tenang dulu, gapapa udah jangan di inget-inget dulu ya cantik..." Boy langsung memeluk tubuh itu, mendekapnya dan mengelus belakang kepalanya.

Tangis Inggit pecah lagi, dalam hati Boy begitu penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Inggit tidak pernah seperti ini, dia tidak mudah menangis.

"Ada orang jahat yang mau sakitin Rora."

"Siapa?"

"Gue nggak tau... Tadi di gudang ada beberapa orang bertopeng yang dateng... Mereka mau bawa Rora tapi gue dan Ghea usaha buat Rora selalu di belakang kita."

Inggit menjeda sebentar ucapannya, "Tapi akhirnya mereka berhasil lukain Rora, dia dipukul sampe pingsan Boy... Gue gagal jaga dia..."

"Gue mau nolongin dia, tapi gue sama Ghea juga dibuat pingsan sama gas sialan itu."

Dengan saksama Boy mendengarkan Inggit bercerita, perempuan itu bercerita dengan tubuh yang bergetar. Sangat kentara jika kejadian itu masih tercetak jelas dalam ingatannya.

"Rora pasti baik-baik aja, percaya sama gue oke?"

"Tap---"

"Shut, udah. Sekarang lo istirahat, gue jagain lo."

Sedangkan di luar Tanzil berjalan gontai di lorong rumah sakit, perkataan ayahnya tadi terus berdengung di gendang telinganya. Selalu bersahutan dengan janji yang ia buat pada dirinya sendiri.

Tak hanya itu, bahkan ucapan Altas pun terngiang. Bersamaan dengan ucapan Patrick.

Wajahnya murung, matanya memanas seolah menahan tangis. Tapi lagi, ia dituntut untuk selalu siap menerima apapun yang terjadi.

"Kamu cuma punya dua opsi, pilih salah satunya."

"Jauhi dia atau saya yang akan membuat dia menjauh dari kamu."

"Tanzil, dua hal yang saling menyakiti tidak akan pernah bisa disatukan."

"Woi! Lo ngelamun?"

Tubuh Tanzil terlonjak kaget karna Gahar yang tiba-tiba menepuk pundaknya. Gahar tertawa lalu terdiam, bingung dengan mimik wajah Tanzil yang berbeda dari biasanya. "Kenapa? Cerita sama gue. Gue nggak mau ya temen gue ini depresi."

"Nggak." elak Tanzil segera menjauh dari Gahar.

Gahar mengikuti pergerakan lelaki itu, dan seperti seseorang yang tengah dilanda kebingungan.

"Tanzil."

Kepala Tanzil menoleh, "Gue, Boy, dan Varez temen lo, kapan pun lo butuh kita, kita pasti ada." ujar Gahar serius. Bukannya merespon, Tanzil hanya mengacungkan ibu jarinya.

Ceklek

Ia masuk ke dalam ruangan Rora dan melihat gadis itu masih tak sadarkan diri, terbaring lemah dan itu karenanya. "Maafin gue," ucapnya lirih.

"Kalo lo beneran sayang sama dia, jaga dia Zil."

Tanzil menoleh, sejak kapan Boy berada di belakangnya? "Sejak kapan lo disitu?"

"Nggak penting. Gue tau apa yang lagi lo pikirin, lo punya temen ngapain pusing sendirian hah?!" damprat Boy mulai kesal.

Terdengar helaan nafas panjang dari Tanzil, dia terus di desak dan itu semakin membuat dirinya diambang kebingunan.

"Apaan sih lo, aneh."

"Nggak usah ngelak, gue nggak suka kalo lo tertutup sama temen lo sendiri."

"Terus gue harus gimana hah?!"

"Lo harus bisa milih Zil, lo nggak boleh egois."

"Tapi mereka beda, gue harus bilang berapa kali sama lo?"

Tanzil benar-benar bingung, tidak ada yang mengerti posisinya. Tidak semudah itu Tanzil bisa memutuskan apa yang akan ia pertahankan.

"Dan harus berapa kali gue bilang? Hati, nggak bisa dibagi-bagi." sarkas Boy lalu beranjak pergi dari ruangan itu.

"Bangsat." umpat Tanzil.

Lelaki itu meninggalkan ruangan itu. Tanpa ada yang menyadari, sedaritadi Rora sudah tersadar. Samar-samar ia mendengar percakapan kedua lelaki itu, namun sayang ia tidak mendengarnya jelas.

"Gue penyebab semua ini?" gumamnya dengan air mata yang menetes.

Rora bangkit, melepas infusnya paksa. Ia turun dari ranjangnya meski pening langsung menyerang belakang kepalanya.

"Ra! Lo mau kemana hei?!" Varez terkejut saat Rora yang muncul dari dalam ruangan.

"Gue mau pulang..." jawab Rora dengan suara bergetar.

Varez menatap Gahar. "Lo harus istirahat." cegah Gahar.

"Gue mau pulang, pokoknya gue mau pulang Rez..."

"Ra, ---"

"Gue bisa pulang sendiri, jangan halangin gue."

"Nggak, ok gue anter lo pulang." putus Varez mengalah.

Rora mengangguk setuju, ia menunggu sebentar Varez mengurus keperluannya. Varez dan Gahar sepakat untuk membagi tugas, Varez dengan Rora dan Gahar disini menjaga Inggit dan Ghea.

Sesampainya di rumah, Rora langsung turun dari mobil dan tanpa kata masuk ke dalam rumah.

"Daddy! Ror----"

Ucapan Rora terhenti, saat ia melihat Altas tengah berbicara serius dengan purna inti Zeroix lainnya. Tama, Jovan, Vino, dan juga Patrick.

"Ra, jangan lari! Lo ma---" Varez juga ikut terdiam, dia baru pertama kalinya bertemu mereka berkumpul bersama.

"Sayang... Kenapa kamu disini? Kamu harusnya di rumah sakit." wajah Altas yang semula menyeramkan, sedetik langsung berubah hangat saat melihat putri kesayangannya.

Ia mendekat dan membawa Rora ke dalam pelukannya. "Daddy antar ke kamar, sebentar lagi Dr. Surya datang." ajak Altas menarik lembut tangan Rora.

"Kenapa kalian kumpul? Ada apa?"

"Rora sayangnya Uncle Patrick, kita lagi bahas ka--- Awshhh anj---"

Bugh! Patrick meringis saat Jovan menggeplak keras punggungnya.

"Nggak cantik, Uncle sama Daddy kamu lagi reuni." elak Jovan dengan tangan yang mencengkram leher belakang Patrick gemas.

"Ra, ayo gue anter ke kamar." paham situasi, Varez membujuk Rora untuk ikut dengannya ke lantai atas.

Meski sejujurnya tidak mau, tapi akhirnya Rora mengangguk. "Parez, gendong..." cicitnya.

Varez menelan ludahnya. "Lo bersih kan Ra? Nggak ada virus nem---"

Pletak! "Anak ganteng... Cepetan ya bawa Rora ke kamar." gemas, Vino tersenyum seraya berkata pada Jovan. Setelah sebuah pensil ia layangkan mengenai kepala Varez.

"Al... Ternyata temen Rora lebih aneh daripada temen-temen psycho Aster." ujar Jovan dengan senyum lebar.

"Lo juga aneh!" semprot Altas singkat.

Di kamarnya Rora was-was, "Kalo Daddy mau balas dendam gimana Rez?" ujarnya takut.

"Ke?" tanya Varez bingung.

"Ke orang yang buat gue kek gini."

"Oh. Ya gapapa lah,"

Rora menatap Varez kesal. "Gue nggak mau ada pembunuhan."

"Daddy kalo balas dendam itu bunuh-bunuh an!"

Mata Varez berkedip beberapa kali, iya juga sih. "Terus gue harus gimana?" bingungnya.

"Lo ha--- Arghhh! Sakittttt" Rora memegang kepalanya, sakit yang teramat sangat menyerang membuatnya merintih.

Hal tak terduga itu tentu saja membuat Varez panik. Apalagi saat Rora yang terjatuh dan pingsan tepat di depan matanya.

"Raaa! Anjir jangan buat gue dalam bahaya." ujarnya seraya mencoba membangunkan perempuan itu.

Nihil. "Ra... Ya Tuhan selamatkan nyawa hamba..." ucapnya lagi.

Ia mengangkat tubuh itu dan mulai berjalan turun. Tepat saat di tangga bagian bawah, melihat anaknya tak sadarkan diri tentu saja membuat Altas ikut panik.

"RORA!"

***

Di ruang rawatnya, Raja terdiam duduk menatap ke arah pintu. Tidak ada siapapun yang datang, orang yang ia harapkan peduli nyatanya tidak sama sekali.

Saat denting ponselnya berbunyi, Raja mengangkatnya dengan malas.

"Hallo."

"Dimana kamu? Dasar tidak tau diri, kamu itu sudah numpang hidup tapi masih saja ti---"

Tut..

Raja mematikan telepon itu tanpa menunggu orang di sebrang sana selesai berbicara. Untuk apa? Yang terdengar hanya makian pedas.

"Tujuan Tuhan ciptain gue buat apa sih?!"

Ia memilih untuk menutup mata, berharap bisa tertidur. "Jadi lo ketua Gaeros?"

"Boy?"

Boy tiba-tiba sudah berada di sampinnya, dengan wajah yang datar lelaki itu melontarkan pertanyaan yang cukup mengejutkan.

"Lo?"

"Gue nanya baik-baik Ja, tolong jawab jujur. Kenapa lo sembunyiin identitas lo?"

"Jangan aneh-aneh Boy, gue nggak paham apa yang lo maksud."

Boy terkekeh, "Gak usah drama." sarkasnya.

Kepala Boy mendekat, menatap lekat mata Raja. "Inget ini baik-baik! Kalo sampai lo berani berniat jahat sama Tanzil, lo berurusan sama gue!" ujarnya dengan tekanan di setiap katanya.

"Secuil pun gue nggak pernah berniat jahat. Gue sembunyiin ini ada alasannya, dan gue nggak bisa kasih tau lo."

"Jangan coba-coba berurusan sama iblis!"

Kalimat terakhir yang Boy lontarkan sebelum beranjak keluar dan memberi ruang pada Raja untuk berpikir.

Selepas Boy pergi, Raja langsung menelfon seseorang.

"Lo bego ya?! Kenapa lo serang Pelita?! Gila! Identitas gue jadi kebongkar! Besok malam, gue tunggu di tempat biasa!"

Prang!

Ponsel itu dibanting, padahal baru kemarin ia membeli ponsel itu. "Tenangin diri lo Raja... Lo janji mau berubah kan?" ia bermonolog pada dirinya sendiri.

***

Masih stay bareng Tanzira kan? Ayo tunjukin emot buat chapter kali ini.

SPAM TANZIL!

SPAM RAJA!

SPAM RORA!

COMENT SEBANYAK-BANYAKNYA! Nggak ditarget, sesuai mood aja aku update. Makanya bikin mood ku baik dengan coment yang banyak.

See u devz! Ily

FOLLOW INSTAGRAM :
@YOGURTKJII
@devzofc_
@wattpad.nini

@tanzil_jio
@auroraderandra
@rajayudisthira
@luby__antika
@boy_tamvanss
@gahar_ganteng
@varez.dutakebersihan
@inggit_axavi
@ghea.cassava

Dan roleplayer lainnya.

Exo planet, 30 s 2021
Jodohnya kai, suho, sehun, chanyeol, baekhyun, lay, d.o, chen, xiumin.

~

Continue Reading

You'll Also Like

793K 60.4K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
8.9M 950K 65
[SUDAH TERBIT] Tersedia di Gramedia dan TBO + part lengkap Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki-laki yang rela membakar jari-jari tanga...
2.4M 122K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
410K 14.8K 30
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...