TANZIRA

By yogurtkji

483K 57.8K 34.7K

[Follow dulu oke.] #9 in wattpad indonesia Spin of Asterlio Bagi Aurora, Tanzil adalah segalanya. Tidak ada... More

0.0 | Toko Donat
0.1 | Efek Samping
0.2 | Duta Kebersihan
0.3 | Orang Baru
CAST TANZIRA
0.4 | Cara Menjaga
0.5 | Obat?
0.6 | Tentang Hati
0.7 | Jauhi Dia
0.9 | Siapa Raja Sebenarnya?
1.0 | Hati Nggak Bisa Dibagi
1.1 | Jaga Jarak
1.2 | Hari Spesial
1.3 | Makan Bareng
1.4 | Rora Nggak Mau Ditinggal
1.5 | Winter Bear
1.6 | Mereka Pacaran?
1.7 | Tanda Persahabatan
1.8 | Bergabung?
1.9 | Zahra's party
2.0 | Berhenti?
2.1 | Awal Baru
2.2 | Jealous
2.3 | Jadi?
2.4 | Air Mineral
2.5 | Hari Sakral
2.6 | Sakit Hati
2.7 | Bolos Sekolah
2.8 | Alasan Menjauh
2.9 | Isi Hati
3.0 | Good Night
3.1 | Ancaman Manis
3.2 | Bahagia ya, Ra
3.3 | Berita Buruk
3.4 | I'm Here
3.5 | Masalah di Sekolah
3.6 | Penenang
3.7 | Pelaku
3.8 | Belum Selesai
3.9 | Masa Lalu
4.0 | Masalah
4.1 | Kejadian Sebenarnya
4.2 | Terbongkar
4.3 | Takut Kehilangan
4.4 | Satu Minggu
4.5 | Kangen
4.6 | Insiden Kecil
4.7 | Gue Butuh Lo
4.8 | Need
4.9 | Jalan-jalan
5.0 | Kebutuhan
5.1 | Jalan sama gue, mau?
5.2 | Insiden
5.3 | Berakhir?
5.4 | Jawaban
5.5 | Janji
5.6 | Pulang
5.7 | Hilang
5.8 | Usaha Penyelamatan
5.9 | Keadaan Aurora
6.0 | Teman

0.8 | Permintaan Maaf

9.6K 1.2K 1.6K
By yogurtkji

Jujur ya, tanganku cape ngetik huaa😭

Makasih untuk antusias kalian ya, tete% semangat buat ramein setiap part!

Ily💜💜

Jadiin emot 💜 emot kebanggan Tanzira! Spam!

***

"Lo pikir bagus lo yang kayak setan gini hah?!"

"Kalo mau bertindak itu mikir dulu, anjing!"

"Emosi boleh, bego jangan!"

"Tanzil yang gue kenal nggak gini!"

Boy terus-terusan mengungkapkan kekesalannya, pada sosok laki-laki yang tadi hampir membuat nyawa seseorang melayang. Dia sungguh tidak habis pikir, kenapa bisa Tanzil yang sekarang sebegitu menyeramkannya.

"Lo mau Rora jadi ilfil sama lo? Enggak 'kan?!" timpal Varez ikut kesal. "Babi lo Zil! Emosi gue!" lagi, Gahar juga ikut andil.

Tanzil hanya diam tanpa berniat membalas sama sekali, dia masih berpikir tentang tindakannya sendiri. Benar, dia tidak seperti ini. Ini bukanlah dirinya, ia terlalu takut Rora tak lagi mencintainya.

"Gue cum---"

"Zil! Dengerin gue! Ubah sikap lo, lo deket sama Luby aja Rora nggak ngelarang. Kenapa lo larang dia deket sama Raja hah?!"

Lagi, Tanzil tidak bisa menjawab pertanyaan yang Boy lontarkan.  "Boy, gu---"

"Boy! Lo playboy jangan sok keras, njir!"

"Apasih Rez?! Diem bisa nggak?!"

"Nggak! Lo playboy, nggak pantes ngomong soal setia."

Boy dibuat mengelus dada sabar, kenapa Varez menyebalkan? Saat ini yang sedang mereka jadikan bahan amarah adalah Tanzil! Kenapa Boy kena juga?

"Rez! Lo gue ajak ke pembuangan sampah mampus!" ancamnya. Tentu saja itu membuat Varez diam, mana mau dia ke tempat kotor seperti itu.  "Iya gue diem." cicit Varez sedikit tak terima.

"Ekhem, oke lanjut. Zil, kali ini lo kelewatan."

Kelewatan? Tidak salah? Ini hanya hal kecil yang sudah biasa Tanzil lakukan. Bukan, bukan hanya Tanzil tapi juga Aster dan sahabatnya yang lain. Memukul orang hingga babak belur itu hal biasa, bahkan ia sama sekali belum bermain dengan pisau lipatnya.

"Gak. Ini hal kecil, nggak usah dibesar-besarin. Gue nggak suka!" elak Tanzil dengan wajah yang sulit diartikan.

Boy, Gahar, dan juga Varez saling tatap. Susah emang kalo ngomong sama batu. Mau sampe suara hilang'pun belum tentu di denger.

"Terserah lo lah Zil, menglelah diri ini." ucap Gahar mendramatisir.

Cowok itu bangkit dari duduknya, lebih dulu pergi meninggalkan yang lain. Lebih baik dia pulang, kepalanya bisa pecah jika terus berada disini.

Varez menengok kala bahunya ditepuk. Ia menggerakan kepalanya seolah bertanya, menunggu Boy mengeluarkan kata. "Apa?"

"Gue pulang, lo temenin Tanzil. Kasih penjelasan lah gue pusing."

Memang diantara mereka bertiga, yang paling bisa mengerti dan paham bagaimana harus menyikapi Tanzil.  Ia mendekat ke arah Tanzil, duduk disamping cowok itu.

"Sampai kapan lo kayak gini? Yakin mau selesain semua ini sendirian?"

"Rez, tol---"

"Zil, gue ini temen lo. Lo bisa berbagi cerita sama gue, gue tau lo lakuin semua ini demi Rora tapi karna ini tanpa sadar lo udah buat dia sakit."

Dan itulah tujuan Tanzil, jangan tanya kenapa karna cukup dia saja yang tau.

"Lo tau'kan Rez? seberapa pentingnya dia buat gue. Gue lakuin semua ini demi dia,"

Varez tau, Varez sangat tau. Dia juga mnengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi kembali lagi dia tidak ada hak apapun disini,sebagai teman dia hanya bisa menasehati.

"Gue nggak tau harus ngomong apa, Zil."

***

Aster membututi Rora di belakang tubuh perempuan itu, dia tadi dipaksa untuk mengantar Rora ke rumah sakit menemui Raja. Ingin menolak tidak tega, tapi ikut seperti ini ia juga tidak enak.Bukannya gimana, tapi Raja orang baru dan Aster masih menyelidiki berbahaya atau tidaknya lelaki itu.

Mereka akhirnya sampai di depan ruangan rawat Raja, tanpa mengetuk mereka sudah langsung masuk. Dan Rora cukup terkejut saat melihat Raja duduk di brankarnya, dia sudah sadar?

"Raja! Lo udah sadar?" girang Rora mulai mendekat, tanpa diduga ia memeluk laki-laki itu dan dibalas. Meski meringis menahan sakit, namun Raja tetap menampilkan senyumnya.

"Gue nggak papa kali, Ra. Jangan lebay." ledek Raja saat melihat Rora menitihkan air matanya.

Puk! "Nggak papa apanya?! Lo masuk rumah sakit gini masih bilang gapapa?!" damprat Rora kesal.

Aster menghela napas, mau uwu-uwuan apa gimana?Tau gitu tadi dia ajak Zhiva sekalian. "Ekhem!" ia berdehem bermaksud untuk menyindir. "Aster, lo tunggu di luar ya."

"Baik tuan puteri."

Saat pintu kembali ditutup oleh Aster, detik itu juga tangis Rora pecah. Bahkan Raja sampai harus memeluk perempuan itu erat, jemari Rora meremas kuat punggung Raja.

"Maafin gu---gue... Gara-gara gue lo jadi gini.." ujar Rora berlinang air mata. Raja tersenyum menghapus jejak air mata itu. "Hei.. Jangan nangis. Ini bukan salah lo, gue disini 'kan emang buat lo."

"Lebih baik kita nggak usah deket Ja.. Gue nggak mau Tanzil bunuh lo.."

"Ra, jangan pernah bilang gitu lagi ya? Gue mau jagain lo."

Rora sesenggukkan, dia menggeleng tidak setuju. Tanzil tidak akan main-main dengan ucapannya, lelaki itu pasti akan melakukan apa yang ia katakan. "Tap---'

"Shuttt... Bukannya ini bagus? Itu tandanya Tanzil sayang sama lo. Dia cemburu." Raja memotong ucapan Rora, meletakkan jarinya di bibir perempuan itu.

Deg! Tunggu sebentar, tadi apa kata Raja? Cemburu? Tanzil cemburu? Wajah Rora langsung berubah, ia menatap Raja lalu berktata. "Tanzil sayang sama gue? Raja... Lo juga sayang gue kan?"

"Sayang."

"Terus kenapa lo nggak cemburu liat gue deketin Tanzil?"

Raja mengerutkan dahinya, "Gue nggak ada hak buat cemburu." jawabnya karna memang nyatanya seperti itu. "Lo cemburu nggak, liat gue sama Tanzil deket?"

"Ra, gue nggak ada hak untuk itu."

"Cemburu atau enggak?"

Raja tidak langsung menjawab pertanyaan Rora, tapi kalimat yang keluar dari cowok itu selanjutnya cukup membuat Rora diam mematung. "Jangan pernah nanya itu lagi ya Ra, kalo akhirnya lo akan tetep deket juga sama dia."

Tanpa Rora sadari kepalanya mengangguk dengan sendirinya, seolah mengiyakan ucapan Raja. Memang benar apa kata dia, Rora akan tetap mengejar apa yang dia inginkan. Raja akan selalu menjadi sahabatnya.

"Gue nyakitin lo ya Ja?"

"Nggak, justru hadirnya lo itu anugerah Ra. Setidaknya ada satu alasan untuk gue terus hidup."

Rora selalu dibuat terhanyut oleh kata-kata dari laki-laki itu, Raja seperti sosok Altas untuknya. Yang tak akan pernah menyakitinya dan selalu rela ter;luka demi melihat dirinya bahagia. "Gue juga sayang sama lo," Rora berkata dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Tubuhnya ditarik masuk ke dalam pelukan cowok itu.

"Lo akan selalu jadi ratu untuk gue, tapi gue nggak akan pernah jadi raja untuk lo." bisik Raja tepat ditelinga Rora.

Ceklek

"Udah belum sih?! Gue ada janji sama Zhiva."

Tiba-tiba Aster masuk, tanpa malu dan tanpa rasa bersalah. Tentu saja membuat Raja dan Rora refleks melepas pelukan mereka. "U---udah," Rora bergerak kaku, menatap Raja lalu keluar Bersama Aster.

Raja menatap kepergian Rora dalam diam. "Lo itu sebuah jawaban yang Tuhan kasih tapi di waktu yang salah." beonya.

Masih merasa canggung karna tadi ia kepergok berpelukan dengan Raja, membuat Rora hanya diam saja. Rasanya malu, meskipun Aster terlihat biasa saja. "Mau makan dulu nggak?" tawar Aster karna Rora tak kunjung bicara.

"Lo ada janji'kan sama Zhiva."

"Hm. Mau gue anter kemana lagi?"

Rora berpikir sejenak, "Anterin ke rumah Ciko, gue pengen main sama dia." jawabnya.

Diantara banyaknya teman Aster, kenapa harus Ciko? Aster itu takut ketidakwarasan Ciko dan virus kekanak-kanakkannya akan tertular pada Rora. Rora sudah sangat manja, dan Ciko suka memanjakan Rora. 

"Nggak ada yang lebih masuk akal?"

"Emangnya Ciko nggak masuk akal?" tanya Rora dengan polosnya. "Kelakuannya yang nggak masuk akal." Aster membuka ponselnya, menelfon seseorang. Membahas Ciko haanya membuatnya darah tinggi.

"Padahal dia sendiri yang nggak waras, suka bunuh orang." gumam Rora lirih supaya Aster tidak mendengarnya.

"Gue denger." mata Rora membola, ia tersenyum manis pada Aster. "Hehe, canda doang kok bayi..." ujarnya.

Aster memutar bola matanya malas, membalas juga tidak ada gunanya.

"Jadi lo sekarang sama Raja? Bukan Bang Tanzil lagi?"

"Tanzil lah. Gue belum nyerah!" jawab Rora dengan semangat menggebu.

"Lo pasti udah kenal Luby 'kan?"

Luby, perempuan yang benar-benar membuat Rora merasa iri. Iri karna perempuan itu berhasil membuat Tanzil yang dingin menjadi hangat. "Udah."

"Gue nggak mau bahas dia!" sambungnya.

Aster menuruti apa kata kakaknya itu, dia juga hanya diam saat Rora tiba-tiba melingkarkan tangan di pinggangnya. Dan kepalanya bersandar di punggung laki-laki itu.  "Jangan pernah bilang ke gue ada yang nyakitin lo, lo masih inget janji gue dulu kan?"

"Masih." tangan Aster mengelus lengan Rora lembut. "Bagus."

"Lo bakal bunuh orang itu'kan?"

"Gue siksa dulu, biar mayatnya aesthetic."

"Serah lo ah, dasar bayi tirex nggak waras."

"Udah sampe." motor Aster berhenti di dalam  halaman rumah besar dengan dominan warna cerah.

Rora segera turun, langsung melangkah tanpa menunggu Aster. "Ayo cepetan, lelet banget!" semprot Rora melihat Aster yang seperti slow motion membuka helmnya.

"Sabar." singkat Aster lalu berjalan menghampiri kakaknya.

"Ciko... Main yuk!" seru Rora tepat di depan pintu.

Ceklek

Tak diduga ternyata yang membukakan pintu untuk keduanya adalah Patrick, dan dengan wajah yang sangat kentara senang.

"Eh anaknya tirex,  ayo masuk!" ajak pria itu dengan senyum mengembang.

Rora dan Aster mengikuti, "Makasih Uncle, Ciko mana?" tanya Rora. "Ada di kamar, lagi main tadi abis beli mainan baru."

"Cih!  Dasar bocah." ledek Aster terang-terangan.

Patrick tertawa, "Daripada sukanya main bunuh-bunhan kayak kamu." katanya.

"Kak Rora! Wahh akhirnya Ciko ada temen main."

Ciko sudah berada di lantai bawah, entah kapan cowok itu keluar dari kamarnya. Tanpa memedulikan Patrick dan Aster, Ciko langsung mengajak Rora ke ruangan mainan pribadinya.

"Aster pulang ya Uncle, Rora Aster sumbangin ke rumah ini."

Patrick dibuat geleng-geleng  kepala, ada-ada saja si Aster ini.  Ia lalu berjalan menghampiri Ciko dan juga Rora, yang tengah bermain di ruangan pribadi milik Tuan Muda Ciko Abimanyu.

"Daddy Rora sekarang miskin? Sampai Rora disumbangin kesini?"

Rora menatap Patrick bingung. "Maksudnya Uncle?" tanyanya. "Kata Aster tadi Rora disumbangin kesini."

"Jangan dengerin dia Uncle, dia sesat."

"Yaudah Uncle keluar dulu ya,  kalian main sepuasnya."

Ciko dan Rora mengangguk bersamaan, lalu kembali bermain. "Eh kak, nobar spongebob yuk." ajak Ciko.

"Boleh deh, ayo." jawab Rora.

Kini mereka sudah berada di bioskop pribadi rumah ini, dengan banyak makanan di depannya dan film spongebob yang diputar.

Drtt... Drtt...

Bang kutub is calling...

Dahi Ciko berkerut, Tanzil menelfonnya? Ada apa? Tumben sekali. Tidak biasanya dan ini kejadian langka.

"Siapa Cik?" tanya Rora. "Bang Tanzil." jawab Ciko seadanya, Rora membelalakan matanya. "Jangan bilang gue disini ya?"

Kepala Ciko mengangguk.

"Halo bang? Kenapa? Kangen ya sama Ciko?"

"Lo dimana?  Gue bisa minta tolong?"

Minta tolong? Tanzil minta tolong padanya? Ciko sangat excited, tentu saja ia akan membantu. Jarang-jarang dirinya ini bisa berguna untuk orang lain.

"Apa bang? Ayo cepet bilang." jawab Ciko tak sabar.

Rora dengan seksama mendengarkan percakapan keduanya. "Ekhem," Tanzil berdehem sejenak.

"Lo bisa tolong hibur Rora? Dia lagi sedih karna gue. Gue depan rumah lo bawa sesuatu, gue mau lo kasih ini ke Rora."

Ciko dan Rora saling pandang, jujur Rora menahan untuk tidak berteriak kegirangan.

"Bang Tanzil masuk aja ke dalem, Ciko lagi nonton spongebob."

"Ck! Keluar cepet!"

"Bang---"

Tut.. Tut.. Tut..

Telefon dimatikan secara sepihak, Rora menatap Ciko dengan puppy eyesnya. Akhirnya Ciko keluar untuk menemui Tanzil.

Ting!

Bergantian ponselnya yang berbunyi, Rora membukanya.

Tanzil:
Srry, my girl.

MY GIRL?

MY GIRL?

***

SUKA?

PALING KANGEN SAMA TOKOH SIAPA?

EMOT UNTUK TANZIL?

EMOT UNTUK RAJA?

EMOT UNTUK RORA?

MAU NEXT LAGI KAPAN?

COMENT LEBIH DARI 1,5K!!! FOR NEXT!!

SEE U DEVZ!

FOLLOW INSTAGRAM :
@YOGURTKJII
@devzofc_
@wattpad.nini

@tanzil_jio
@auroraderandra
@rajayudisthira
@luby__antika
@boy_tamvanss
@gahar_ganteng
@varez.dutakebersihan
@inggit_axavi
@ghea.cassava

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 132K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
793K 60.3K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
501K 25.1K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.1M 289K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...