Distract (KTH + JJK)✔

By fenxemo

65.3K 7.5K 1.7K

Taehyung menganggap remeh ikatan takdir yang terjalin secara tidak disengaja dengan seorang pesuruh milik aya... More

1
2
3
4
6
7
8
9
10
11
12
Sneak Peak Pdf Distract

5

4.3K 596 73
By fenxemo

Rumah itu megah. Saat pertama kali melihat, orang awam pasti akan berangan-angan memiliki hunian yang seperti itu. Belum lagi jika mereka berkesampaian masuk ke dalam melihat-lihat, manik matanya mungkin membelalak takjub dengan liur berceceran mengetahui pemandangan isi rumah yang lebih menakjubkan dari pada bagian luar.

Dinding bercat putih tulang terlihat halus, sehalus kulit model iklan yang terpajang di papan reklame. Di tembok itu bergantung lukisan-lukisan indah karya pelukis ternama dan beberapa foto keluarga yang dari ekspresi wajah yang dipasang, terlihat sangat-sangat bahagia. Perabotan mahal mengkilap tanpa satupun debu menempel di tiap sudut, tertata rapi penempatannya. Tirai semerah darah dengan ujung keemasan menjuntai menyentuh marmer yang berkilauan, melambai-lambai gemulai ketika terkena semilir angin.

Taehyung memasuki bangunan luar biasa itu tanpa kata dan tanpa ekspresi berarti. Ia menjatuhkan ransel bawaannya pada salah satu sofa di ruang tamu yang pertama kali dia lewati, kemudian berjalan tergesa melintasi lorong-lorong dengan banyak ruang-ruang dalam kondisi pintu terbuka lebar menuju area di mana pembantu biasa ditempatkan.

Fokusnya hanya satu; bertemu Jungkook untuk memastikan keadaan omega itu.

Ia bukan khawatir kok. Hanya saja Jungkook terancam karena omega itu kedapatan bercinta satu malam dengannya oleh salah satu musuh terbesar alpha itu; salah satu kelompok vampir.

Tetapi di penghujung lorong, Taehyung melambatkan langkah dan berhenti sebab seorang pria berbadan lebih besar dan lebih tegap darinya yang saat itu mengenakan kaus lengan pendek putih polos berpadu celana training hitam dengan pelet kuning, menghadang di tengah jalan.

Pria itu Kim Namjoon, sang ayah.

"Kau pulang?" Namjoon berjalan mendekati Taehyung sembari menguap lebar. Ia menyandarkan punggung di dinding terdekat sembari menatap anak sulungnya lekat. "Kukira kau tidak tahu jalan pulang, jadi aku mengutus satu anak buahku untuk menyampaikan alamat rumahku padamu."

Taehyung menunduk dalam sekilas sebagai salam penghormatan. "Ya. Anak buahmu menyampaikan pesan dengan sangat baik, ayah. Bahkan pelayanannya teramat memuaskan." Lidah Taehyung menjilat sekilas permukaan bibir yang kering, ucapannya merujuk pada malam panasnya bersama Jungkook.

Ayahnya yang pintar pasti mengerti maksud perkataannya.

"Aku sangat berterima kasih kepadamu karena telah mengutusnya menemuiku." Lanjut Taehyung kemudian.

Alis Namjoon mengernyit, kedua tangan tersilang di depan dada dengan elegan. Anak sulungnya itu seperti daun mati pada pepohonan yang berguguran, jika tidak dibersihkan maka akan menggunung mengotori lingkungan.

"Berhenti bermain-main, Taehyung. Kau pikir aku tidak memantau kelakuanmu selama ini?" Suaranya tenang, berat dan berwibawa.

Angin berembus semilir, menggoyang pelan kumpulan bunga mawar ungu yang tertanam subur di pekarangan samping rumah. Taehyung mengerjap, kedua tangannya tertaut di depan perut. "Seperti yang terucap dari mulut anak buahmu, Tuan Namjoon memang sangat perhatian. Sekali lagi terima kasih atas semua perhatianmu yang sangat menganggu itu."

Namjoon mendengus, "Aku akan terus mengawasimu sampai kau pulang, Taehyung."

"Kau sangat terobsesi mendikte hidupku rupanya. Kenapa tidak menaruh atensi pada Jeno saja, bukankah dia anak emasmu?"

"Kau sulung, simbol dari keluarga kita, panutan untuk adikmu. Apa kau tak malu dengan pekerjaan tidak jelas yang kau geluti sekarang?"

Taehyung mengerjap, sang ayah rupanya tidak tahu apa yang dilakukannya di malam hari. Jika sang ayah tahu, mungkin dia akan bertekuk lutut di hadapan Taehyung sekarang.

"Penulis dan model tidak seburuk itu."

Namjoon bermuka masam saat Taehyung memotong pembicaraan, "Lihat adikmu, lihat Jeno. Dia sudah mapan, menjabat cukup tinggi di sebuah perusahaan terkemuka. Tinggal melaksanakan pernikahan, dan adikmu akan dielu-elukan sebagai keturunan Kim yang membanggakan."

Ketika Namjoon menatapnya, awan-awan tebal mulai berkumpul menghalangi cahaya kuning menyehatkan yang sedari tadi menyinari keduanya. "Sementara dirimu? Kau tidak tahu bagaimana pendapat orang terhadapmu?"

Taehyung membalas tatapan itu tajam, "Mengapa harus aku menggubris pendapat orang padaku, jika dengan pendapatmu saja sudah membuatku tertekan? Kurang-kurangi membandingkan sesuatu yang menurutmu tak berguna dengan sesuatu yang menurutmu berharga, itu tak baik untuk orang tua sepertimu. Jika itu orang lain dan bukan aku, kau akan dipukulnya sampai gigimu rontok."

Namjoon justru terkekeh, pandangannya dipenuhi rasa humor saat ia menimpali perkataan anaknya, "Kau hanya perlu hidup dengan baik agar perbandingan tidak menargetkanmu sebagai poros terendah." Dia menggosok lehernya dan menguap sekali lagi. "Hanya saran, nak. Menikahlah dengan omega pilihanku, maka klan Kim akan berada digenggamanmu."

Taehyung tidak bodoh untuk tak mengetahui maksud terselubung sang ayah. Dengan iming-iming memimpin klan Kim, dipikir Taehyung akan setuju begitu saja?

Menjadi pemimpin klan berarti seluruh harta kepemilikan klan sudah pasti beralih menjadi miliknya. Jabatan tertinggi di perusahaan keluarga, hidup makmur idaman orang-orang yang kekurangan dalam segi finansial, dan akan disegani di mana pun ia berada.

Sayangnya, Taehyung tak tertarik.

"Aku tidak butuh itu."

"Lantas apa yang kau butuhkan?"

Taehyung mengulangi pertanyaan itu di dalam kepalanya.

Apa yang ia butuhkan?

Sebenarnya apa yang ia inginkan?

Taehyung butuh kebebasan. Sebuah ruang di mana eksistensinya dihargai bukan karena ia anak dari Kim Namjoon. Melainkan karena ia adalah Kim Taehyung.

Matanya mengawasi pintu di belakang sang ayah dalam diam, seolah menanti sesuatu—lebih tepatnya sesosok omega yang akan membuat alpha di dalam dirinya menggelepar senang ketika melihatnya. "Aku ingin hidup bahagia dengan apa yang sisi Alphaku pilih nantinya."

"Dengan kata lain, kau menginginkan mate-mu?" Namjoon mengikuti arah pandang Taehyung dan terkekeh meremehkan. "Jeon Jungkook—"

Taehyung dengan cepat memusatkan atensi pada wajah sang ayah ketika nama yang ia dambakan kehadiranya disebut-sebut.

"—aku mencium feromonmu menyelubunginya saat omega itu melapor padaku tentang tugas menemuimu yang tidak berjalan dengan baik. Aku tahu dari cara berbicaramu yang ambigu itu kalau kalian telah bersetubuh saat di Daegu.. tapi anehnya feromonmu tetap melekat pada omega itu sampai beberapa hari kemudian. Apa kalian.. mate?"

Taehyung mengeraskan rahang, hampir murka. "Bukan urusanmu, dan kau tidak perlu mengetahui apapun yang menjadi urusanku. Aku pamit, ada pemotretan siang ini. Kita bicarakan omong kosong ini lain kali." Setelah mengatakan hal itu, dia kemudian membungkuk dan berlalu pergi.

"Anak itu seperti aku ketika muda," gumam Namjoon. Matanya memandangi langit yang mulai menitikkan air matanya.

Pagi yang tadinya cerah kini menggelap, hujan turun begitu deras disertai angin kencang yang menemani tiap langkah alpha itu menuju ke tempat yang berlawanan dengan sang anak.






. . .








Hujan datang bersamaan, menyirami bumi seperti air shower yang tumpah ke permukaan kulit Jungkook. Rasanya menyegarkan, merilekskan tubuh, tetapi memberi tekanan tersendiri. Sentuhan air di kulitnya mengingatkan Jungkook pada sentuhan Taehyung di setiap inchi kulitnya. Ia segera menggeleng kuat untuk mengenyahkan pemikiran aneh yang memenuhi kepalanya belakangan ini.

Tangan menekan botol shampoo, menadahi cairan putih kental itu dan mengusapnya rata ke surai kelam yang basah. Mulut kecil itu menyenandungkan sebuah lagu untuk mengalihkan suara di dalam pikirannya yang rumit. Sementara jari jemari yang lentik asyik mengusak dan memijit mahkota kepalanya yang terselimuti busa.

Aroma ekstrak bunga menginvansi ruangan. Menusuk penciuman Jungkook dengan bebauan harum yang menenangkan. Pinggulnya bergerak ke kanan dan ke kiri, melenggak-lenggok mengikuti alunan lirik tanpa irama yang pasti. Selanjutnya ia meraih sabun cair, membuka tutupnya, menekan sekilas, kemudian dengan lembut membalurkan cairan tersebut ke seluruh tubuh hingga wewangian feminim menyergap hidung bangirnya.

Jungkook berdiri di bawah shower, menerima guyuran air yang meluruhkan busa sabun dan shampoo yang melekat di permukaan kulit. Jungkook keluar dengan badan basah berbalut handuk tebal yang menutupi bagian atas dada sampai bawah lutut.

Namun tiba-tiba saja sebuah tangan menariknya. Tubuhnya di dorong hingga kembali masuk ke dalam sebuah bilik. Punggung Jungkook bertemu dinding kamar mandi, kedua tangan dicengkeram di atas kepala. Sumpah serapah yang hampir disuarakan tertelan di dasar tenggorokan ketika ia mencium feromon stroberi dan embun pagi yang menusuk hidung, membuatnya tercekat.

Pria itu merapatkan wajah pada wajah Jungkook dan berkata, "buen dia (selamat pagi), Jeon."

Jungkook menggigit bibir, menekan semua hasrat yang ingin muncul ke permukaan. Ia menatap pria itu, secara berani tepat di mata. "Kenapa kau—"

"Ada di sini?" Sambung Taehyung. "Ini rumah orang tuaku, ngomong-ngomong."

"Iya, aku tahu. Tapi kenapa harus di kamar mandi? Dan lagi, ini kan kamar mandi pembantu."

"Memangnya tidak boleh? Ini juga bagian dari rumah orang tuaku."

Bajingan tengik yang satu ini selalu tidak mau kalah dalam berdebat.

Jungkook menggeram, "Tak usah basa-basi, katakan apa maumu."

"Kau."

Sebuah lengan tanpa peringatan merengkuh pinggangnya dan menarik keluar pertahanan terakhir Jungkook. Handuk putih yang membentengi tubuh Jungkook dari pandangan Taehyung jatuh menggumpal di lantai, di belakang tumit omega itu. Sebelum Jungkook sempat memahami apa yang sedang terjadi, Taehyung merunduk dan menempelkan bibir keringnya di atas bibir basah Jungkook yang terlihat sangat pink dan merekah seperti bunga sakura.

Jungkook melotot, kedua tangannya yang disandera oleh Taehyung mengepal kuat, seolah menggenggam seluruh kewarasannya yang bisa-bisa meluruh akibat stimulus candu dari alpha yang ditakdirkan untuknya.

"Tu—mmph!" Taehyung tidak membiarkan mulut mungil itu lepas. Lidahnya menerobos masuk, menghisap lidah Jungkook yang bergerak-gerak mendorong lidah Taehyung keluar dari dalam mulutnya.

Kaki Jungkook berubah menjadi lembek ketika Taehyung membenturkan penis keduanya yang mana milik Taehyung masih tersimpan di dalam celana dan menggembung berbahaya. Sementara tangan pria itu merambat semakin ke bawah untuk mencuri beberapa remasan pada pipi pantatnya.

"T-tuan T-taehyung, ngh, j-jangan.." Katanya saat ciuman Taehyung berlabuh pada lehernya. Hidung dan mulut pria itu membaui dan mencumbu permukaan kulit Jungkook yang harum dengan aktif. "Unh—i-ni kamar mandi di area pembatu. Siapa saja bisa—"

Terlambat.

Suara derap langkah beberapa pasang kaki memasuki kamar mandi. Beberapa feromon familiar bercampur menjadi satu bergulung-gulung di udara.

Jungkook menahan napas, itu adalah aroma yang berasal dari kedua adiknya, Soobin dan Beomgyu.

"Menurutmu kenapa tuan muda Taehyung mencari kakak kita, Soobin?" Kata salah satu dari mereka, prediksi Jungkook itu adalah suara Beomgyu dari nada berbicaranya yang lembut.

"Entah." Sahut yang lainnya. Kalau yang ini, sudah jelas suara Soobin. "Tapi kau tahu tidak, Gyu? Masa feromon milik tuan muda Taehyung berbau seperti Kak Jungkook. Apa mereka berdua sebenarnya adalah mate?"

"Eiy, mana mungkin. Kak Jungkook kan tidak pernah bertemu tuan muda, mana bisa keduanya menjadi mate. Lagi pula, tuan Taehyung tidak pernah pulang ke rumah ini sejak lima tahun yang lalu."

Jungkook menguping dalam diam, berlawanan dengan kondisi jantung di dalam dada yang berdegup kencang, sangat berisik. Deru napasnya yang lambat dan berat sontak memburu saat tangan kurang ajar Taehyung menyentuh penisnya. Mengusap sebentar lubang kencingnya yang sensitif hingga membuat tubuh omega itu menggeliat, sebelum kemudian mulai memijat dan mengocoknya perlahan sampai penis Jungkook menegang sempurna.

"Ahn!" Omega itu menggeleng ribut meminta Taehyung berhenti. Tapi alpha itu malah mempercepat gerakannya di bawah sana. Senyum mengejek terbit di wajah tampan yang ingin sekali ditinjunya itu, dan mata tajam itu seolah berkata—hentikan aku kalau kau bisa.

"Siapa di sana?"

Jungkook melotot, dan buru-buru membungkam mulut. Wajah dan tubuhnya memerah malu dengan kaki gemetaran saat suara langkah beralaskan sandal rumahan itu mendekati pintu bilik tempatnya bersembunyi.

Dan bersamaan dengan itu, bola-bola yang menggantung bebas di bawah penisnya mengetat, memberi pertanda bahwa orgasmenya semakin dekat. Jungkook menggigit bibir, tak berani bersuara sedikitpun meski tenggorokannya ingin memuntahkan suara-suara aneh.

"Halo?"

Itu Soobin. Adiknya yang satu itu sangat peka dan suka mencari tahu apapun yang dirasanya ganjil atau menarik perhatiannya.

"Ada orang di dalam?" Tanyanya lagi.

"Sudahlah, Soobin. Pekerjaan kita lebih penting daripada sekadar mencari tau siapa yang ada di bilik kamar mandi tertutup itu." Beomgyu menarik-narik tangan Soobin, mengajaknya keluar dari kamar mandi.

"Tapi—" Ia melirik bilik tertutup itu sesaat, dan lalu menghela napas panjang. "Ya, baiklah. Mari selesaikan perkerjaan kita sebelum Kak Jungkook mengomel."

Napas berat Jungkook dan rintihan samarnya mengiringi langkah kaki Soobin dan Beomgyu yang berjalan menuju pintu keluar.

Ketika mereka sudah pergi, Jungkook menggelepar dan mendesah panjang saat ia keluar. Cairannya berkumpul di telapak tangan Taehyung, mengotori tempat itu begitu banyak.

Taehyung menyeringai. Mengarahkan cairan itu ke depan wajah, dan menjilatinya hingga tak bersisa. Jungkook melihat aksi pria itu dengan tubuh merona, hanya menatap, menahan napas, dan tanpa berkedip.

"Manis," tangan itu merengkuh Jungkook dan menyatukan dahi mereka berdua. Taehyung bernapas di depan mulutnya, dan ia menjilati wajah Jungkook dengan tatapannya yang memancarkan gairah.

"Bernapas, Jeon." Perkataannya seperti sihir. Jungkook menghembus napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya dengan rintihan panjang. Feromon keduanya memenuhi keseluruhan bilik, dan mungkin seluruh kamar mandi. Beruntung Soobin dan Beomgyu belum bertemu mate, jadi keduanya tidak bisa mendeteksi feromon apapun jika bukan dari jarak sangat dekat.

"Ada beberapa hal yang perlu kusampaikan padamu. Tetapi aku dalam keadaan yang tak memungkinkan untuk bersamamu lebih lama saat ini. Jadi jumpa lagi nanti malam," katanya sembari melihat ke arah jam tangan bernilai jutaan dolar, dan ekspresi mukanya seketika berubah panik. "Hasta la vista, baby." Ucapnya terakhir kali sebelum menghilang di balik pintu.





. . .







to be continued.

Continue Reading

You'll Also Like

50.7K 7.7K 28
[SELESAI] Radio itu memutarkan sebuah lagu untukku, lalu-- membuat jiwaku menghilang .. GENRE SHOUNEN AI BUKAN YAOI. FANTASI
243K 22.7K 17
Jeon Jungkook adalah homophobic. Dan ia tidak menyangka akan mendapat roommate yang ternyata seorang gay. top!tae bott!kook inspired by tharntype se...
9.7K 962 12
[END] Au Revoir Taekook Fanfiction Rate : M-18 Genre : Romance, Fluff, Hospital, Drama Sepertinya memang semesta selalu menghubungkan antara aku d...
Fantasia By neela

Fanfiction

1.6M 5.1K 9
⚠️ dirty and frontal words 🔞 Be wise please ALL ABOUT YOUR FANTASIES Every universe has their own story.