Gadis Kedua Guru Olahraga [ E...

由 RtnaNfynaa

1M 44.7K 485

Bagaimana ketika siswi SMA menikah dengan guru nya karena terjadi kesalahpahaman? Bahkan guru yang mengajar m... 更多

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73 [ END ]
Extra Part

30

14.9K 616 4
由 RtnaNfynaa


Happy Reading 🍂

Zafia mengerjapkan matanya kala mendengar suara berisik di luar. Saat matanya melirik ke jam dinding dekat meja rias, dia mendapati jam masih menunjukkan pukul empat.

Zafia melirik Dinda yang tidur pulas memunggunginya. Tidak terganggu suara di luar. Syifa pun masih terlelap dengan memeluk boneka Zafia.

Zafia turun dari ranjang dan berjalan ke balkon. Ia ingin melihat ada kejadian apa di luar. Namun sayang, balkon kamar Zafia menghadap ke halaman samping, bukan halaman depan.

Zafia masuk kembali ke dalam dan berjalan ke kamar mandi. Karena teringat ingin menemui Tisya ke Rumah Sakit, Zafia berencana ingin mandi lebih cepat dan menyiapkan keperluan Syifa dan Dinda agar saat kedua orang itu bangun, Zafia hanya akan menunggu mereka mandi dan mereka langsung berangkat.

Sementara Zafia berkutat dengan alat mandinya, Tari yang berada di kamar tamu juga merasakan keributan di luar. Dia keluar dari kamar dan langsung menuju keluar.

Langkahnya terasa berat kala ambulans beserta pekerja Rumah Sakit berada di halaman rumah Alfa. Di belakang ambulans juga ada mobil Alfa dan Wisnu.

Lidah Tari tercekat kala petugas Rumah Sakit itu membawa brankar dengan seseorang yang dibaringkan di atasnya dan kain putih menutupi seluruh tubuhnya.

"Pa? S--siap, siapa yang ..." Kedua telapak tangan Tari menutupi mulutnya. Dipandangnya Wisnu dengan mata berkaca.

Petugas Rumah Sakit meminta Tari menyingkir dari tempatnya, dia menutupi pintu masuk. Wisnu segera menggandeng tangan Tari dan membawanya menyingkir. Alfa menyusul di belakang Wisnu dan diikuti lagi oleh Bima dan Kartika.

"Alfa? Katakan, apa yang terjadi, Nak? Tisya. Bagaimana keadaannya?" tanya Tari dengan suara serak. Dia memegang lengan Alfa yang menatapnya dengan tatapan sayu.

"Maafkan Alfa, Ma. Maaf." Hanya itu yang mampu Alfa katakan.

Alfa tidak tidur semalaman. Malamnya hanya diisi dengan penyesalan, keadaan hari ini, dan cara menjelaskan pada Zafia. Setelah berfikir semalaman, ia memutuskan untuk membawa jasad Tisya ke rumah. Ia tahu Zafia akan marah padanya, maka dari itu ia memutuskan Tisya langsung dibawa pulang agar kemarahan Zafia nanti tidak mengganggu pasien di rumah sakit.

Petugas kembali keluar dengan brankar kosong. Setelah mengucapkan beberapa kata duka cita, para petugas pergi meninggalkan rumah Alfa.

"Zafia belum bangun, Ma?" tanya Alfa melirik Tari yang sesegukkan di pelukan Wisnu.

Tak ada jawaban, hanya isak tangis Tari yang terdengar. Alfa memutuskan masuk dan membersihkan dirinya. Dia segera menghubungi kerabat terdekat tentang meninggalkan Tisya. Setelah selesai, ia memutuskan untuk membersihkan diri dan memulai pengajian untuk Tisya.

Zafia baru saja menyelesaikan ritual mandinya bertepatan dengan azan subuh berkumandang. Segera ia membangunkan Dinda dan Syifa untuk segera shalat agar sepagi ini mereka sudah siap untuk ke Rumah Sakit --ia masih belum menyadari kejadian di luar kamarnya.

Setengah enam. Dinda dan Syifa sudah selesai dengan semuanya. Sudah mandi, sudah shalat, tinggal ke Rumah Sakit.

"Ifa nanti tidak boleh ribut, ya. Ibu kan lagi sakit, jadi Ifa doain Ibu dan pijat tangannya, oke. Jangan banyak tanya sama Ibu," ucap Zafia memberikan peringatan pada Syifa.

"Iya, Bunda. Tapi Ibu nanti pulang kan, Bun? Ifa kangen sama Ibu," ucap  Syifa dengan mata penuh harap. Zafia hanya menganggukkan kepalanya.

"Ayo, Fi." Dinda yang tadinya tengah memeriksa isi tasnya kini sudah berada di sebelah Zafia dan Syifa.

Mereka segera keluar dengan hati penuh harap. Semoga saat mereka kembali ke rumah ini, mereka bisa kembali bersama Tisya. Zafia selalu mendoakan itu.

Ceklek.

Pintu terbuka dan menampakkan Zafia ysng tengah menggendong Syifa. Mereka mulai melangkahkan kakinya menuruni tangga. Tepat di anak tangga yang berada di tengah, langkah Zafia terhenti.

Lihatlah di ruang tamu. Ada Alfa yang tengah menoleh ke arah tangga, juga Wisnu, Tari, Bima, dan Kartika. Dan ada juga beberapa tetangga yang duduk melingkar di sana.

Ada apa? Kenapa sepagi ini mereka sudah berkumpul? Kenapa kak Al tidak menjaga Mbak Tisya di rumah sakit? Dan Papanya? Abimnya? Sahabatnya Kartika? Kenapa mereka berkumpul?

Kenapa, kenapa mereka tiba-tiba  mengenakan jilbab transparan berwarna hitam juga pakaian hitam? Kenapa mereka seperti melayat di kerabat yang sudah meninggal?

Belum genap kebingungan yang mendera Zafia, ia sudah dihantui fikiran negatif. Kakinya terasa lemas kala mendapati seseorang yang berada di tengah-tengah orang yang duduk melingkar itu.

Alfa segera berdiri dan berjalan menuju Zafia. Tangannya terjulur ingin menggantikan Zafia menggendong Syifa. Syifa sempurna berada di gendongan Alfa.

Badan Zafia limbung. Untung saja Dinda berdiri di sebelahnya, menopang badannya.

"Kau tak apa, Fi? Berdirilah yang benar," ucap Dinda masih menopang badan Zafia.

Zafia mencengkeram lengan Dinda. "Dinda, katakan kalau yang aku lihat hanya halusinasi. Katakan kalau Kak Al yang tengah menggendong Syifa adalah orang lain. Bukankah dia seharusnya ada di rumah sakit? Apa yang dia lakukan di sini bersama orang-orang itu? Kalau ingin menjemput kita, kenapa harus mengenakan pakaian hitam? Katakan, Dinda. Katakan kalau yang aku lihat bukan Kak Al."

Dinda yang juga tengah bingung hanya bisa memandang Alfa, minta bantuan. Alfa yang juga tahu bahwa tatapan Dinda tertuju padanya segera menghadap Dinda.

"Bawa Syifa ke kamar. Jangan biarkan dia keluar sebelum aku menemuinya. Aku akan mengurus Zafia." Dinda menganggukkan kepalanya dan mulai menyodorkan tangannya untuk mengambil Syifa.

"Ayah, Bunda kenapa? Ibu bagaimana, Ayah? Kenapa Ayah pakai baju hitam?" tanya Syifa yang sudah berada di gendongan Dinda.

"Kamu sama Kak Dinda ke kamar, ya, Sayang. Ayah ingin bicara dengan Bunda," ucap Alfa lembut sambil memandang Syifa dengan tatapan teduh.

Syifa yang tidak mengerti apa-apa hanya menganggukkan kepalanya. Dinda segera membawa Syifa ke kamar. Meninggalkan Zafia yang menatap kosong anakan tangga.

Alfa menyentuh pundak Zafia, membawanya untuk jalan ke kerumunan orang-orang yang melayat.

Tetangga di sana memang mengetahui Zafia istri kedua Alfa. Hanya karena Zafia adalah anak orang terpandang, juga karena menghargai keluarga Wisnu mereka tidak menggunjing Zafia.

Zafia terduduk di sebelah jenazah Tisya. Tangan Alfa mulai membuka kain yang menutupi kepala Tisya, sampai lehernya.

"Tisya sudah pulang, Zaf. Dia sudah meninggal. Maafkan kami yang banyak menyimpan rahasia padamu," bisik Alfa kembali merangkul pundak Zafia.

Zafia menutup mulutnya. Matanya mulai berkaca. Mungkin suasana kali ini menjadi alasan pengecualian untuk menangisnya Zafia.

"Jangan berbohong padaku. Dia bukan Mbak Tisya. Mbak Tisya ada di Rumah Sakit. Dia pasti menungguku dan Syifa di sana. Dia menunggu kami menjemputnya. Seharusnya kita ke Rumah Sakit sekarang. Jangan membuang waktu di sini," ucap Zafia.

Zafia membuang muka saat menatap wajah dingin Tisya. Dia mengikuti egonya yang mengatakan kepergian Tisya. Dia melupakan hatinya yang teriris saat melihat wajah pucat nan beku itu.

"Kamu harus terima semuanya. Dan percayalah, Tisya sangat tidak menyukai air matamu," ucap Alfa mendekap bahu Zafia.

"Apa yang harus aku terima? Kau pasti membayar orang yang menyerupai Mbak Tisya untuk melakukan ini. Mbak Tisya belum mati," ucap Zafia dengan suara mulai serak.

"Tisya memiliki kanker selama ini, Zaf. Dia sengaja menyembunyikan ini darimu agar tidak membuatmu khawatir," ucap Alfa lagi.

"Pembohong! Semua yang di sini adalah pembohong. Hey, kalian. Dibayar berapa kalian oleh orang ini untuk berakting membohongiku?!" teriak Zafia menepis tangan Alfa dan menunjuk pelayat di depan.

"Kau! Kau orang yang mengaku sebagai Mbak Tisya! Berapa rupiah yang kau terima untuk melakukan ini, hah? Berapa!" teriak Zafia dengan mata berderai air mata mengguncang tubuh dingin Tisya.

Alfa segera menarik pundak Zafia menjauh dari Tisya. Zafia menepis tangan Alfa. "Kita seharusnya sudah berada di Rumah Sakit sekarang! Drama bodoh ini membuang waktuku untuk menemui Mbak Tisya!"

"Kamu harus tenang, Zaf. Jangan bertingkah bodoh seperti ini. Sungguh, Tisya tidak akan menyukainya," ucap Alfa berusaha membujuk Zafia.

"Mbak Tisya lebih tidak menyukai kau yang berlaku seperti ini. Tega sekali kau mengatakan Mbak Tisya meninggal," ucap Zafia mengecilkan suaranya.

Alfa memeluk Zafia. Tangan kanannya memasuki saku celananya dan mengeluarkan kertas. "Itu hasil rontgen kanker yang berada di tubuh Tisya. Satu minggu yang lalu diambil."

Tangan Zafia gemetar mengambil kertas itu. Bibirnya bergetar hebat. Hatinya mencelos kala mengetahui Tisya memiliki kanker tiga tahun terakhir. Stadium akhir.

Zafia menangis. Tubuhnya dijatuhkan di ceruk leher Tisya. "Mbak Tisya bangun, Mbak. Bantu aku buktikan ke mereka kalau Mbak tidak sakit. Setidaknya bangunlah, Mbak, untuk membuktikan kau bukan Mbak Tisya. Bantu aku membuktikan kalau Mbak Tisya ada di Rumah Sakit."

Semua yang ada di sana berkaca. Tidak pernah sebelumnya melayat dengan anggota keluarga seperti Zafia. Hati mereka seperti bisa merasakan sakitnya Zafia.

"Mbak, bangun. Bilang sama mereka kalau hasil itu atas nama Tisya orang lain. Bukan Tisya istri Kak Al. Bantu aku buktikan pada mereka, Mbak. Hiks ..." Zafia tergugu.

Alfs menarik pundak Zafia dan memeluknya. "Jangan menangisi Tisya, Zaf. Tisya tidak akan menyukainya."

"Kalau, kalau aku tidak memaksanya pergi ke pesta Abim, pasti Mbak Tisya masih punya kesempatan hidup, Kak Al. Ini salahku," lirih Zafia dengan suara serak.

"Ini bukan salah siapa-siapa. Kamu jangan menyalahkan diri sendiri."

"Aku pembunuh. Seharusnya kalian memenjarakanku. Aku pembunuh." Suara Zafia semakin lirih. Sangat-sangat lirih sampai hanya dia dan Alfa yang mendengarnya.

"Ini bukan salahmu. Kamu tidak boleh mengatakan itu," ucap Alfa memeluk Zafia semakin erat.

Isak tangis Zafia semakin lirih beserta gumaman kecilnya. Detik berikutnya, suara itu benar-benar hilang. Zafia pingsan.

_________
Bersambung

继续阅读

You'll Also Like

23.2K 1.5K 96
Seri keenam 'The Sixth' Rahasia masa lalu Asbi dan Gema tak sengaja diketahui oleh Angga. Membuat persahabatan mereka dipertaruhkan. Dan rahasia-raha...
1.9M 129K 42
Akibat kejadian satu malam membuat Hana Syafira, seorang gadis berumur 29 tahun harus mengandung benih dari seorang lelaki yang tidak dia kenal.Bermo...
1.6M 5.9K 3
Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Irene jika pertemuan tak sengajanya dengan seorang pemuda membuat dirinya di panggil dengan sebutan Mami oleh...
1.7M 104K 63
{ Follow dlu sblm membaca🥺 } BELUM REVISI NOTE:" Chap awal ngetik nya emang kek cool guy gitu huruf vocal nya ilang tpi chapter selanjutnya udh mul...