Little Things [END]

By mtiarafkh

7.7K 1.3K 1.5K

Kata orang, anak yang berbakti adalah anak yang menuruti perkataan dan perintah orang tua. Kata orang, anak a... More

Prakata
Prolog
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Epilog

Bagian 10

197 40 79
By mtiarafkh

Gazebo berukururan 2x2 yang berada di taman samping rumah Anjani menjadi tempat mereka berkumpul, satu jam yang lalu Salsa terlebih dahulu datang untuk berbicara kepada tuan rumah. Walaupun sudah diizinkan, rasanya kurang sopan saja belum bertemu secara langsung.

"Selamat sore, Semua. Aku mau mengucapkan terima kasih banyak kepada kalian karena udah mau datang dan tergabung dalam klub ini, makasih juga untuk Anjani yang menyiapkan tempat berkumpul," ucap Salsa membuka pertemuan pertama mereka.

Mereka duduk beralaskan karbet bulu dan mengelilingi meja bundar yang berada di tengah gazezo, di sisi kiri ada juga lemari kecil yang di atasnya terdapat cemilan dan air putih. Bahkan, mama Anjani sedang menyiapkan makan malam untuk mereka.

Kedua orang tua Anjani mendukung sepenuhnya kegiatan ini, mereka tidak keberatan jika rumahnya digunakan. Apalagi gadis berkaos merah itu anak tunggal, jadi semua kegiatan selama masih positif tetap terus didukung.

Kadang Salsa merasa iri kepada Anjani, gadis itu mendapat orang tua yang sangat baik. Namun, ada saat juga ia merasa kasihan. Di sekolah Anjani sering disindir karena masa lalunya yang kurang mengenakkan, mungkin alasan tersebut yang membuatnya masuk ke klub ini.

"Pertama, kita susun dulu keanggotaan di sini. Gak banyak, sih. Mungkin cuma ketua, wakil, sekretaris, dan seksi perlengkapan. Ada mau mengajukan diri atau mengusulkan?" tanya Salsa.

Fiona mengangkat tangannya. Setelah dipersilakan, gadis ber-hoodie baby blue itu baru angkat suara. "Kayaknya yang jadi ketua kamu aja, Sal," usulnya.

"Iya. Kamu lebih tahu tujuan didirikannya klub ini," sahut Rebecca, sementara yang lainnya mengangguk setuju.

Melihat kondisi tersebut, Fiona kembali mengatakan, "Nah, setuju semua. Salsa yang jadi ketuanya." Sementara Salsa hanya pasrah ketika ditunjuk, sebenarnya ia juga tidak masalah dengan hal itu.

"Terus seksi perlengkapan Anjani aja. Kan, ini di rumah dia. Tinggal pilih satu lagi, tapi gue juga bisa, sih," ujar Ria.

"Boleh, boleh," ucap Anjani setuju. Keduanya memang cukup dekat meski tidak satu kelas. Namun, dulu pernah satu SD hingga SMP.

"Fio, lo aja yang jadi sekretaris. Kan, lebih berpengalaman," kata Selena. Mereka satu sudah satu kelas sejak masuk SMA, setiap tahun selalu saja Fiona yang ditunjuk menjadi sekretaris.

Anjani melihat ke arah teman-temannya, lalu berkata, "Rebecca wakil aja. Rumahnya searah sama Salsa, jadi kalau ada apa-apa gampanglah."

"Gue bisa aja, sih," balas Rebecca santai.

Cukup lama mereka terdiam karena semua yang ingin ditunjuk sudah ditentukan. Namun, tiba-tiba gadis berkemeja kotak-kotak angkat suara. "Bendahara butuh gak, sih?" tanya Zifa.

"Gimana kalau kita buat iuran setiap pertemuan. Gak usah banyak-banyak, lima ribu aja. Biar gue yang jadi bendahara," saran Liana.

"Gue sama Selena apaan? Masa yang lain ada tugas, gue enggak," protes Zifa.

"Konsumsi," pekik Rebecca.

"Bener. Gak mungkin kita disajiin makanan terus sama mama Anjani, gak enak, dong. Dinaikin aja iurannya, jadi sepuluh ribu. Kita juga pertemuan enggak mungkin setiap hari, kan? Bisalah nabung uang jajannya dikit," sahut Selena.

"Gimana? Setuju semua sepuluh ribu? Kalau ada yang keberatan langsung bilang aja. Ini, kan, kesepakatan bersama," tanya Salsa menengahi.

Semuanya mengangguk, Salsa juga memperhatikan wajah teman-temannya satu per satu. Sedikit pun tak ada raut tertekan dan keberatan. "Oke, setuju semua, ya. Sekarang kita tentuin harinya," ucap gadis itu.

"Kayaknya gak usah pas hari sekolah, deh," usul Anjani

Kepala Fiona mengangguk setuju, terlihat sekali jika ia keberatan. "Iya. Weekend aja gimana?" tanyanya.

Sebelum yang lain menyela, Salsa lebih dahulu memberi saran. Ia mungkin sedikit egois karena memikirkan diri sendiri. "Kalau hari Sabtu kalian bisa?" tanyanya. Bram dan Safira tidak berada di rumah karena masih bekerja, sedangkan ia pada hari itu juga tidak ada jadwal les.

"Boleh, sih. Hari Minggu gue mau rebahan seharian, gak bisa diganggu gugat," jawab Liana.

"Capek juga kalau Minggu, besoknya sekolah. Oke, deh, Sabtu," ujar Ria.

"Tuan rumah gimana? Siap nampung kita?" tanya Rebecca.

Anjani sempat menimbang-nimbang, lalu menjawab, "Siap, dong." Lagi pula di rumahnya tidak ada orang selain ia dan orang tuanya, jadi tidak terlalu menggangu aktivitas.

"Next, kegiatan." Selena langsung menentukan apa lagi yang harus mereka diskusikan sekarang.

"Sharing udah pasti, kan? Kayaknya kita butuh satu atau dua kegiatan lagi. Biar gak terlalu sibuk dan menghalangi sekolah," ucap Zifa.

"Kegiatannya gak usah berat-berat," protes Ria.

Fiona mengangkat tangan agar semua perhatian tertuju kepadanya. "Kalau menurut aku, boleh, sih, berat. Cuma jangan setiap minggu, sebulan atau dua bulan sekali bisalah. Kita adain agenda kayak lomba gitu. Nanti buat sesuai kreativitas sendiri, misalnya aku bisa gambar, Selena merajut--"

"Gue gak bisa merajut," potong Selena sebelum Fiona selesai berbicara.

"Kan, aku bilang misalnya," sahut Fiona dengan nada sedikit tinggi.

"Oh, iya. Lanjut," balas Selena sambil tertawa kecil.

"Kayak tadi. Terus kita minta tolong siapa gitu atau kita sendiri yang lelang. Nah, karya yang paling mahal dibeli itu pemenangnya. Gimana?" tanya Fiona meminta pendapat yang lain.

"Bagus juga ide lo," ujar Selena.

Fiona tersenyum malu-malu, tetapi gadis itu menyahut dengan nada sombong. "Iya, dong."

"Setuju semua?" tanya Salsa.

"Setuju."

"Ada saran lain untuk kegiatannya?" tanya Salsa lagi.

"Kayaknya itu aja dulu, deh. Kalau ada saran lain menyusul, bisa di-chat ke grup juga," jawab Anjani.

Salsa mengangguk setuju, lalu ia menutup kegiatan hari ini. "Oke. Pertemuan pertama kita cukup sampai di sini, ya. Terima kasih, Semua. Sampai jumpa minggu depan. Selamat malam."

Tanpa terasa diskusi mereka memakan waktu hingga satu jam lebih. Sebelum pulang, mama Anjani sempat mengajak mereka makan malam bersama.

"Lo pulang sama gue aja, Sal. Gak ada jemputan, kan?" tawar Rebecca.

"Gak ngerepotin?" tanya Salsa.

Rebecca berjalan ke arah motornya dan memakai helm. "Enggaklah. Ayo!" ajaknya.

Saat keluar dari rumah Anjani, jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Kali ini ia pulang bersama Rebecca karena supir sedang mengantar orang tuanya menghadiri acara pernikahan anak teman sesama dosen Bram, kebetulan rumah mereka searah. Sepanjang perjalanan, keduanya sama-sama bungkam. Rebecca sudah tahu rumah Salsa, jadi tidak perlu menayakan lagi.

"Untung mama sama papa gak ada," gumam Salsa ketika memasuki rumahnya.

Ia memang selalu membawa kunci cadangan. Sebelum kedua orang tuanya pulang, Salsa segera membersihkan diri dan sedikit memberantakkan meja belajarnya. Saat terdengar suara mobil di garasi, gadis itu segera berlari ke dapur seolah-olah sedang mengambil air putih.

"Sal, kamu udah belajar?"

Continue Reading

You'll Also Like

177K 10.2K 19
Menjadi orang tua tunggal bukanlah hal mudah untuk seorang Naka Alghafar Viandra. Apalagi ditengah kesibukannya sebagai pemimpin perusahaan, Naka lum...
6.5M 277K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
3.6K 174 50
[adj]; A Feeling Or State Of Excitement And Happiness. #1 on trueshortstory 04/07/2021
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.1M 289K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...