Spin

By Syfaaxx

41K 5K 1K

SunaOsa × SakuAtsu Kehidupan cinta Suna Rintarou dan Miya Osamu Beserta Sakusa Kiyomi dan Miya Atsumu More

Spin 1
Spin 2
Spin 3
Spin 4
Spin 5
Spin 6
Spin 7
Spin 8
Spin 9
Spin 10
Spin 12
Spin 12.5
Spin 13
Spin 14
Short conversation
Spin 15

Spin 11

1.6K 242 16
By Syfaaxx

Spin
Syfaaxx
Haikyuu © Haruichi Furudate

Warning! OOC! TYPO! 16+!




"Berantakan sekali". Suna mengambil tisu lalu mengulurkan tangannya untuk membersihkan mulut Osamu.

Osamu hanya tersenyum dengan mulut penuh makanan.

"Apa rencana mu setelah ini?" Tanya Suna.

"Emm.. tidak ada. Hanya ingin pulang dan menonton film"

"Kerumahku saja yaa". Rayunya.

"Tidak mau". Osamu memakan kentang goreng didepannya.

"Menonton film dirumahku saja."

"Tidak."

Suna mengambil kentang goreng kemudian menyuapi Osamu. "Satu pizza penuh keju, parfait dan Onigiri."

Osamu menatap mata Suna lekat.

"Setuju."

Suna tersenyum puas, ia kembali menyuapi Osamu dengan kentang goreng yang tersisa.






Mata Osamu menatapnya tajam, raut wajahnya terlihat kesal. Apa salahnya kali ini? Ah tidak, mata itu tidak melihatnya, Pandangan itu menembus kebelakang.

Suna menoleh, ia menemukan pria berambut hitam ikal berdiri disana. Ia mematung, Seperti tidak berani untuk mendekat.

Osamu berdiri tiba tiba, membuat kursi berdecit keras. "Kita pulang, Rin." Ucapnya. Ia memasukkan ponsel dan beberapa buku dalam tas.

"Tapi-." Suna menoleh kearah belakang lagi untuk memastikan orang itu masih disana. Terlihat sedih. Ia turut berduka untuk Pria itu.

"Pulang sekarang atau aku akan pulang sendiri." Ancamnya.

"Oke. Baiklah, kita pulang sekarang."

Mereka berjalan menjauhi kafetaria, Osamu memimpin di depan. Suna membalikkan badan dan tersenyum pahit sambil melambaikan tangan pada pria itu, yang dibalas dengan lambaian juga.

Sudah satu minggu lebih Osamu seperti ini, mengabaikan tunangan Atsumu. Jika ada Pria itu berniat menghampiri, Osamu langsung saja pergi.

Ia tidak tau apa yang terjadi pada mereka berdua. Suna berharap ia dapat membantu.

.

.

.

Suna berada di dalam mobil miliknya yang berwarna hitam, ia menunggu kekasihnya yang ada di minimarket selama 30 menit. Ia heran, apa yang membuatnya begitu lama? Padahal hanya membeli onigiri.

Tak lama kemudian, sosok Osamu muncul dengan satu kantong plastik besar. Ia menduga Osamu juga membeli beberapa makanan ringan dan minuman kaleng.

"Maaf, apa lama?"

"Tidak-" jawab Suna.

"Aku tadi bertemu dengan seseorang dan mengobrol sebentar-" Osamu berkata sambil meletakkan kantong plastik penuh isi itu di jok belakang.

"Oh ya? Siapa itu?"

"Akaashi-san."

"APA??!" Kaget Suna.

"Hei tidak perlu berteriak."

Suna menghiraukan protes Osamu dan mewawancarai nya lebih lanjut. "Kenapa kalian bisa secara kebetulan bertemu? Apa yang kalian bicarakan? Apa ia mencoba merayumu? Apa ia-"

"Stop, satu satu pertanyaan nya."

Suna khawatir, sial.. seharusnya ia ikut masuk saja tadi. Suna yakin yang bernama Akaashi itu tidak setampan yang ada di fotonya. Meskipun foto itu asli, Suna dengan percaya diri mengklaim dirinya lebih tampan.

"Oke baik, apa yang kalian bicarakan?" Suna mencoba tenang dan tidak terburu-buru.

"Onigiri."

"Hah?"

"Ahh.. apa aku belum pernah cerita ya?" Osamu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan ekspresi polosnya.

"Kau tidak bercerita." Rengek Suna.

Osamu hanya tertawa. "Maaf kan aku, aku lupa" ucapnya.

"Yah, kalau tidak salah pertama kali kita bertemu ketika aku membawa Onigiri pada waktu orientasi kampus. Saat itu aku menemukan Akaashi-san sang senior duduk sedang kelaparan. Aku hanya berniat memberikan nya satu saja. Tapi, Akaashi-san bilang jika Onigiri buatanku sangat enak. Pada akhirnya aku jadi terlena dan memberi nya satu lagi. Aku hanya makan tiga saja."

Osamu bercerita dengan berbagai ekspresi. Inilah yang terjadi jika kau mendengar Osamu berpidato tentang makanan kesukaannya.

Tapi tunggu sebentar, Onigiri buatan Osamu??

"Kau memberikan nya Onigiri buatanmu?" Tanya Suna.

Osamu mengangguk.

Suna menepuk keningnya, ia lupa jika kekasihnya ini sangat mudah dibujuk jika soal makanan.
Pertama kali ia berkenalan dengan Osamu, ia juga memakai metode ini.

Sialan, jadi dirinya dan orang bernama Akaashi-san itu memiliki pikiran yang sama?
Benar kan? Sungguh tidak mungkin jika orang itu sudah punya kekasih dan tidak memiliki perasaan apapun terhadap Osamunya.

"Kenapa??"

Suna menggeleng "lalu apa yang kalian bicarakan tadi?" Tanyanya.

"Akaashi-san bertanya kenapa aku tidak membuat kedai atau toko sendiri padahal Onigiri buatanku sangat enak. Dan ia juga berkata akan menjadi pelanggan pertama yang akan berkunjung."

Damn, ia juga berkata seperti itu pada Osamu setelah mencicipi nya.

"Ah, kau juga pernah bilang padaku seperti itu kan ya?"

Suna hanya mengangguk frustasi.

"Sudah cukup, kita pulang saja." Osamu.

Suna tidak protes dan menjalankan mobilnya. Namun-

"Ah, ia meminta nomer telepon ku dan aku memberikannya-"

CKIITT

Suara ban mobil dipaksa berhenti mendadak.

"Apa yang kau lakukan Rin?!"

Oh Dewa, sangat persis sekali.

.

.

.

.

"Selamat datang Bocchama, Miya-sama." Ucap Saki-san.

"Terimakasih Saki-san." Balas Osamu.

Terdengar aneh, seharusnya jika ada yang berkata *Selamat datang dibalas dengan Aku pulang. Tapi Osamu malah berterima kasih.

*Tadaima,Okaeri

Suna pernah protes soal itu, katanya ia tidak tinggal disini jadi bagaimana ia bisa mengatakan Aku pulang.

Sejak saat itu motivasi Suna untuk tinggal bersama dengan Osamu semakin meningkat.

"Saki-san tolong buatkan jus dan Parfait. Ayo Osamu kita naik keatas."

"Baik Bocchama"

Osamu menyeritkan dahinya dan matanya menyipit. Ia memukul kepala Suna kesal. Pria ini ternyata belum berubah juga.

"Aw.." jerit Suna.

"Tidak perlu Saki-san. Aku saja yang membuat nya. Dan kau pergi keatas siapkan filmnya lalu pesan pizza." Osamu berkata pada Saki-san lalu memerintah Suna galak.

"Tidak perlu Miya-sama, ini sudah tugas saya." Saki-san panik.

"Benar, itu-"

"Kau. Pergi. Ke. Kamar. Cepat!"

"Ba-baik." Jawabnya, ia segera berlari menuju tangga sebelum kekasih nya mengamuk.

"Miya-sama-" panggil Saki-san.

"Tidak masalah Saki-san, anak itu perlu diberi pemahaman sesekali agar tidak selalu bergantung pada orang lain."

Saki-san tersenyum lembut, sebenarnya tuan muda nya sudah berubah banyak jika dibandingkan dengan sebelum menjadi kekasih pria berambut abu-abu ini.

"Ayo Saki-san."

"Ah, baik."

.

.

.

.

.

"Sayang, jangan acuhkan aku." Suna menusuk-nusuk lengan atas Osamu dengan telunjuknya.

Merasa diabaikan oleh Osamu yang fokus menonton film dan cemilan nya.

"Rin, hentikan tanganmu, biarkan aku menonton".

Tangan Suna berhenti, lalu merenggut lucu. Ia beralih untuk memposisikan dirinya dibelakang Osamu dengan kaki terbuka lebar lalu perlahan merangkul perutnya.

Ah, Osamu tidak protes. Suna tersenyum licik.

Aksi selanjutnya, ia mencoba untuk meletakkan kepalanya di bahu Osamu dan dengan jahil meniup leher pria itu.

Osamu bergidik kaget, lalu dengen cepat mendorong kepala Suna.

"Apa yang kau lakukan? Geli."

Suna tersenyum "kalau begitu jangan acuhkan aku."

"Tunggu sebentar, hanya dua jam. Biarkan aku menikmati film ini."

"Kalau begitu berikan aku ciuman terlebih dahulu dan aku tidak akan menganggu."

Osamu menghela nafas panjang, ia mengambil remot dan mem pause filmnya kemudian membalikkan badan dan menatap lekat Suna lalu menutup matanya.

Sial, bagaimana seseorang bisa tercipta dengan sesempurna ini. Suna berterima kasih kepada Dewa karna telah mempertemukan nya dengan Manusia imut ini.

Manik mata Suna ikut tertutup saat ia bergerak untuk membenturkan bibir mereka. Kecupan lembut itu memanja celah mulutnya, secara hati-hati meminta ijin untuk masuk.

Mulut Osamu terbuka, pria itu mendesah kecil disela ciuman mereka, lengannya melingkar di sekeliling leher Suna

Sang Tuan muda menyambut pelukan Osamu dengan rengkuhan lembut. Tangan nya bergerak menyentuh pinggang pria itu dan membawa tubuh mereka untuk saling berhimpit, "Lidahmu-hmmphh-manis-mphh-"

Well, tentu saja. Osamu baru saja memakan parfait rasa strawberry

Pujian dari Suna membuat rasa senang, ia tersenyum kecil disela ciumannya, sesekali memberikan hisapan di lidah pria itu.

Dengan perlahan, Suna melepaskan pagutan mereka, kemudian bibirnya bergerak untuk menjamah leher mulus sang Bungsu. Menggigitnya kecil dan meningalkan tanda merah di wilayah itu.

"Sshh-cukup." Osamu menggerang kecil. Bukan seperti ini kesepakatan nya.

Suna berpura-pura tidak mendengar dan mendorong tubuh Osamu untyk berbaring diatas futon, sedangkan dirinya kembali melumat bibir Osamu tanpa henti.

"Ahh-Rin"

Suna tersenyum kecil, kemudian mengelus rambut sang pria bermarga Miya itu. Tangannya menangkap dagunya dan membawa bibir itu ke mulutnya sekali lagi. Mencumbu dengan lidahnya. Hingga-

"Bocchama, Pizza nya sudah.. Astaga!-" Seruan kaget Saki-san membuat Osamu mendorong Suna dengan keras hingga ia terjungkal kebelakang.

"Ma-maafkan saya Miya-sama. Bocchama. Tadi pintu depan terbuka. Saya masuk. Dan-dan-" Saki-san berbicara dengan gugup. Suna menggeram kesal.

Osamu dengan tenang berdiri meskipun didalam hatinya bergemuruh. Ia sangat malu.

"Rin, hentikan tatapanmu itu. Tidak baik." Ucap Osamu ketika ia melihat Kekasihnya sangat kesal dan terus menatap tajam Saki-san.

"Tidak apa-apa Saki-san. Kami yang salah. Terimakasih sudah mengantarkan pizza nya." Lanjut Osamu yang sudah berada didepan pintu kamar Suna.

Saki-san mundur satu langkah untuk menuntuk sembilan puluh derajat dihadapan Osamu setelah pria itu mengambil Pizza. "Sekali lagi, maafkan saya Miya-sama."

Osamu yang seumur hidupnya belum pernah merasakan ada yang membungkukkan badan padanya seperti ini, menjadi panik. Apalagi Saki-san lebih tua puluhan tahun.

"Angkat badanmu Saki-san, tolong jangan dipikirkan."

"Terimakasih Miya-sama." Saki-san sungguh saat ini tidak berani melihat kearah dalam kamar.

"K-kalau bisa, emm.. tolong lupakan saja kejadian tadi." Osamu mengusap tengkuknya gugup.

"Tentu Miya-sama."

"Baiklah Saki-san. Terimakasih sekali lagi, aku akan masuk kedalam."

Setelah mendapatkan anggukan dari Saki-san, Osamu mendapati Suna yang menonton layar televisi yang filmnya sudah di pause oleh Osamu tadi dengan pandangan yang sedikit horror.

Osamu menghela nafasnya. Ia duduk dan mulai membuka pizza hangat.

"Apa kau tidak mau pizza?"

Suna tidak menjawab, ia tetap duduk diam dengan kaki kanan ditekuk, tangan kiri diatasnya sedangkan kaki kiri dibiarkan lurus.

Osamu menghela nafas, Suna yang seperti ini hanya ada satu cara untuk mengembalikan mood nya.
Pria berambut abu-abu itu menggeser tubuhnya dan menempatkan nya di sela-sela kaki Suna. Seperti yang Suna lakukan tadi.

Setelah posisi nya dianggap sudah nyaman, Osamu menarik kepalanya kebelakang, untuk tidur dibahu Suna. Dalam posisi seperti ini, Suna masih saja menghiraukan nya.

Oh sungguh, Pria ini terlihat sangat tampan jika terlihat sangat dekat. Setiap pahatan wajahnya sangat indah. Hidungnya yang mancung, matanya yang sipit dan-bibir merahnya.

Cupp

Osamu mengecup pipi Suna untuk mencari perhatian. Namun pria itu masih saja tidak menatap kearahnya.

"Sekarang kau mengacuhkanku??" Osamu menggembung kan pipinya kesal. Shit, jika Suna melihatnya pasti akan memakan pipi itu.

Osamu meneruskan aksinya. Ia membalikkan badan menghadap Suna. Kedua kakinya ia ditumpangkan di paha sang kekasih. Lalu tangannya yang bebas memeluk Suna erat. Mereka kini berhadap hadapan.

"Kenapa marah padaku?"
Osamu mendongakkan kepalanya, bibirnya merenggut imut. Matanya berkaca-kaca.

Shit..Shit....
Suna tidak tahan..
Ia sudah tidak kuat berakting marah. Ia sungguh tidak bisa. Apalagi jika dihadapkan dengan kekasihnya yang mencoba membujuknya.

"Sayang-"

Oke. cukup.

"Aku tidak marah padamu."
Tangan Suna melingkar di perut Osamu membalas pelukannya erat. Kemudian mengecup bibir Osamu sekilas.

Osamu tersenyum lembut, Suna menjadi gila. Pria satu satunya ahli waris di keluarganya itu semakin menghujami Osamu dengan kecupan-kecupan kecil di seluruh wajah Osamu. Mulai dari dahi, pelipis, mata, hidung, pipi dan semuanya.

Osamu tertawa, wajahnya menjadi geli. "Hahaha.. Rin, cukup-"

Mendengar itu, Suna semakin kalap. Ia menarik kepala Osamu dan mencium bibirnya lagi kemudian memasukkan lidahnya kedalam mulut Osamu ketika dirasakannya Osamu membuka mulutnya.

Tangan kanannya kini bergerak menyusup masuk kedalam kaos panjang berwarna putih milik Osamu.

Erangan kecil terdengar dari mulut pria itu ketika tangan nakal Suna mulai mengelus tubuh nya.

"Ngghh-stop."

Untungnya kesadaran Osamu masih terjaga, tidak-tidak boleh lebih dari ini.

"Rin, cukup-hahhh."

Suna tidak mendengarkan, tangannya semakin liar menuju bagian dada Osamu yang membuat pria itu menggerang dalam ciuman.

"Rin-".

Osamu memohon lemah. Air mata mulai turun membasahi pipinya.

Takut.. Osamu takut..











Suna tersadar, ia terkejut mendengar isakan Osamu. Bodoh-ia sangat bodoh.

"Ma-maafkan aku.. jangan menangis.. maaf-" Suna panik. Ibu jarinya sibuk menerka air mata Osamu. "Aku salah...Aku salah.. tolong, jangan menangis." Lanjutnya.

Suna bajingan, padahal ia sudah berjanji untuk tidak membuat Osamu menangis lagi. Tapi apa yang ia lakukan. Suna kembali memaksakan kehendaknya lagi. Hatinya teriris perih.

"Sayang-". Panggil Suna. Air mata Osamu sudah berhenti tapi matanya masih merah. "Maafkan aku.. aku tidak akan mengulangi nya lagi." Kata Suna.

"A-aku hanya tidak ingin kau melanggar janjimu pada Atsumu." Ucap Osamu lirih, pria itu menahan isakan yang keluar dari mulutnya.

Mendengar itu, Suna membelalakan matanya dan langsung mendekap Osamu erat. Dia lupa soal ini. Tidak-sebenarnya ia tidak ingin mengingat nya.

Bodoh-

"Aku mengerti, terimakasih sudah menghentikan ku-Maafkan aku-" Suna mengelus lembut rambut abu-abu milik kekasihnya. Berusaha menenangkan nya.

Setahun yang lalu, Ketika Suna dan Osamu meminta restu pada Atsumu, pria itu memberi syarat, yang sebenarnya mungkin sangat mudah. Yaitu dengan tidak melakukan hal yang melebihi batas sebelum mereka lulus kuliah.

Syarat nya langsung disanggupi oleh pasangan ini. Khususnya Suna. Dan jika syarat itu dilanggar, Atsumu tidak akan membiarkan Suna melihat adiknya lagi seumur hidupnya.

Suna pikir, ia bisa melakukannya. Tapi ia salah.

Suna mengerutuki dirinya yang bodoh, padahal sudah berjalan mulus selama setahun ini. Dan ia hanya akan menunggu satu tahun lagi. tapi ia tidak sabaran.

"Aku tidak ingin pergi darimu." Ucap Osamu.

Satu hentakan keras lagi meninju dada Suna. Osamu menjaganya, bukan ia menjaga Osamu. Jika Osamu tidak menghentikannya. Ia akan kehilangan Osamu seumur hidupnya.

"Aku juga tidak akan membuatmu pergi, aku tidak ingin kehilanganmu".

Terdengar sangat sentimentil. Tapi sudah 21 tahun ia hidup bersama Atsumu. Osamu tau, Atsumu adalah orang yang selalu memegang ucapannya.

Ketika ia ingin melakukan A. Pasti ia akan melakukannya hingga akhir.

Osamu pernah meragukan itu sebelumnya. Tapi sebuah insiden terjadi dan akhirnya ia percaya. Ia tidak akan pernah meragukan Atsumu lagi setelah itu. Jika tidak, akan ada hal buruk terjadi pada dirinya dan juga-Atsumu.

Butuh beberapa bulan untuk meyakinkan hubungan mereka pada Atsumu. Pada akhirnya pria itu luluh juga setelah dirinya juga ikut memohon. Tapi ada syarat dan konsekuensi yang harus mereka tanggung bersama-sama.

Demi tuhan dari semua keyakinan, Osamu yakin Atsumu benar-benar akan murka jika mereka mematahkan perjanjiannya.

.

.

.

Suasana kamar menjadi lebih tenang, Osamu kini tidur diatas pangkuan Suna yang sedang bermain dengan rambutnya.

"Apa yang kau lihat?" Suna bertanya pada Osamu yang tengah berselancar dengan ponselnya.

"Kenapa kau jarang sekali berfoto, isi album fotomu hanya diriku saja."

Suna tertawa, "Tidak difoto pun semua tau jika aku tampan-" jawabnya. Osamu hanya mendecih. Tapi tidak membantah.

"Ohh.. aku akan menghapus ini. Kenapa kau memotret ku ketika aku tidur?? Jelek sekali."

"Hei jangan, itu harta karunku."

"Sudah kuhapus."

"Aku akan memotret lagi nanti."

"Jangan-aku sangat jelek ketika tidur."

"Siapa yang bilang?"

"Tidak ada, aku hanya melihat waktu Tsumu tidur."

Suna tertawa lagi. Ia lupa mereka kembar. "Tidak, kau sangat menggemaskan ketika tidur. Berbeda dengan Atsumu."

"Ia akan menjewer telingamu lagi jika ia mendengar." Osamu tertawa, diikuti dengan Suna.

Ting

Ada pesan masuk, Osamu memberikan ponsel pada Suna. "Buka saja." Kata Suna. "Dari siapa?" Tanya Suna.

"Sakusa." Jawab Osamu datar.

Suna meneguk ludahnya kasar. Sial, timing nya tidak tepat.

"A-apa yang dia katakan?".

"Tolong bujuk Osamu untuk bertemu denganku."

Parahh.. ini buruk.

"O-osamu-"

"Sejak kapan kau membantunya?" Osamu mengganti posisinya menjadi duduk. Ia memberikan ponsel pada Suna.

Suna tidak menjawab. Ia hanya menggigit bibir bawahnya. "Sejak awal? Huh?" Osamu tersenyum kecut.

"Maaf-". Suna menundukkan wajahnya menyesal.

Osamu mengibaskan tangannya. "Ahh-tidak masalah." Jawabnya.

"Lalu?" Tanya Osamu.


"Emm.. apa kau mau bertemu dengan nya Osamu? Aku tidak tau apa yang terjadi pada kalian. Tapi aku yakin Sakusa anak yang baik. Bisakah kau mendengarkannya terlebih dahulu?"

Suna menatap manik lembut Osamu dan mencoba membujuknya. Osamu menghembuskan nafasnya pendek.

"Berikan ponselmu." Kata Osamu. Suna memberikan nya.

From : Suna Rintarou

To: Sakusa Kiyoomi

Re: Suna, Tolong bujuk Osamu untuk bertemu denganku

Hari Sabtu depan, pukul 4 sore di kafe xxx

-Osamu



Sesudah mengetik, ia memberikan ponsel pada Suna lagi. "Apa kau yakin?" Tanya Suna Ragu.

Osamu mengangguk. Suna tersenyum lebar. "Terimakasih, aku sangat mencintaimu."






-24.06.21-

Aku comeback..
Maafkan lamaa..

Maaf, kalo gada feel, sumpah aku kesel jadinya gabagus :"





Yang bingung kenapa yang dipilih Akaashi Keiji......

Well, ini mungkin spolier. Jadi maap yakk wkwk

Continue Reading

You'll Also Like

217K 19.6K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
216K 17.7K 89
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
69.7K 6.4K 74
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
68.4K 7.4K 38
Sebuah rahasia yang tidak akan pernah meninggalkanmu...