[iii] Connect | VERIVERY

De EkaFebi_Malfoy27

5.9K 1.7K 480

[COMPLETED] Buku Ketiga dari seri PHOTO «Scare that swallowed everything, I reach you and connect. We're alre... Mais

Cast
Prolog
¤01¤
¤02¤
¤03¤
¤04¤
¤05¤
¤06¤
¤07¤
¤08¤
¤09¤
¤10¤
¤11¤
¤12¤
¤13¤
¤14¤
¤15¤
¤16¤
¤17¤
¤18¤
¤19¤
¤21¤
¤22¤
¤23¤
¤24¤
¤25¤
¤26¤
¤27¤
¤28¤
¤29¤
¤30¤
¤31¤
¤32¤
¤33¤
¤34¤
¤35¤
Epilog

¤20¤

148 40 11
De EkaFebi_Malfoy27

"Aku nggak sanggup, bahkan rasanya aku hampir mati ketika semua adegan itu terputar diotakku tanpa permisi."

Soora semakin mempererat genggamannya pada tangan Yongseung, berharap bahwa perasaannya dapat tersampaikan lewat genggaman tangan itu.

Langit cerah di atas mereka saat ini tidak sejalan dengan hati mereka yang berada dalam balutan duka.

"Lalu aku berpikir, apa mungkin perasaan seperti ini yang dialami Jo Inseong dan Ju Yeonseok setiap malamnya? Perasaan campur aduk yang tidak bisa diobati dengan obat apapun di dunia ini. Tidak ada ketenangan batin. Itu adalah penyakit paling buruk."

"Iya, jika mereka masih memiliki hati nurani."

Yongseung menghapus buliran bening di pipinya. Ia menatap ke langit cerah yang menampakkan pergerakan lembut awan putih ke arah barat. Terlihat indah. Kalau tidak dalam kondisi hati yang berantakan seperti ini, mungkin Yongseung akan betah menatap ke arah langit itu.

Ia beralih, menatap pada Soora yang masih setia menggenggam tangannya. Lihatlah, bahkan wanita dihadapannya itu masih setia menemani Yongseung meski bisa dikatakan hidup Yongseung berantakan sejak ia memasuki Sekolah Menengah Atas. Lebih tepatnya ketika Yongseung menjadi takdir sang iblis.

Soora adalah wanita paling pemberani yang pernah ia temui.

"Kak Yongseung bisa kok bagi rasa sakit itu ke aku." kata Soora membuat hati Yongseung sedikit mencelos.

"Kalaupun bisa, aku nggak akan pernah mau membaginya padamu."

"Kak--"

"Aku nggak mau menambah bebanmu. Sejak kamu memutuskan hidup sama aku, bisa dihitung jari kan kapan kita bahagia? Selebihnya, yang tidak bisa terhitung, itu adalah hal-hal yang buruk." jawab Yongseung sambil menunduk.

Pada titik ini Yongseung memang pengecut. Ia lebih memilih menunduk, menatap meja makan dibawahnya dibanding harus beradu tatap dengan mata teduh milik Soora.

Menatap Soora semakin membuat rasa bersalahnya berlipat ganda.

"Aku tahu rasanya sangat sesak," ujar Soora melembut. Ibu jarinya mengusap punggung tangan Yongseung untuk memberikan ketenangan. "Tapi kalau kakak menyimpannya sendiri, itu sama saja kakak membunuh hati kakak secara perlahan. Aku nggak peduli seberat apa nanti bebanku ketika kakak membaginya. Kita udah memutuskan untuk hidup bersama, bahkan kita udah punya Kangmin, jadi nggak ada penghalang untuk kita saling berbagi hal apapun itu."

"Sekalipun yang terburuk?"

"Ya, meski paling buruk sekalipun."

Melihat Yongseung yang masih meragu membuat Soora berusaha memikirkan cara lain yang dapat membuat Yongseung merasa nyaman saat menceritakan kegelisahannya. Yongseung itu pendiam, itu sebabnya ia lebih sering menyimpan masalahnya sendiri. Sangat sulit bagi Yongseung untuk bercerita meski pada orang terdekatnya sekalipun.

Soora paham, itu sebabnya ia berusaha mencari jalan alternatif.

Seperti kata Yongseung, sejak mengenal lelaki dihadapannya itu memang hidup Soora tidak bisa dikatakan berjalan dengan mulus. Lebih banyak duka daripada suka dalam hidup mereka selama ini.

Namun, justru karena kebahagiaan mereka bisa dihitung jari, mereka jadi lebih bisa menghargai arti dari kebahagiaan itu. Membuat Soora selalu mensyukuri hal-hal paling kecil sekalipun yang dapat membuat keluarga kecil mereka bahagia.

Itu sebabnya Soora masih bertahan di posisi ini.

Selain cinta, Yongseung benar-benar mengajarinya apa arti hidup yang sesungguhnya.

Apalagi saat sang iblis kembali menyerang. Saat itu Soora baru menyadari bahwa absennya Yongseung disisinya sangat berdampak. Meski para sahabat Yongseung menggantikan posisi Yongseung dengan menggunakan tubuhnya, tetap saja mereka adalah jiwa yang berbeda.

Yongseung sangat berharga baginya dan ia tak akan bisa menukarnya dengan apapun.

Ah, ngomong-ngomong soal iblis, Soora jadi teringat tentang sebuah cerita karya salah seorang penyair terkenal yang dijuluki sebagai Bapak Cerita Misteri.

"Sebentar," ucapnya tiba-tiba membuat Yongseung mengernyitkan dahi.

Soora buru-buru mencari literaturnya di internet, menyalin linknya, lalu segera mengirimkannya pada Yongseung.

Ponsel Yongseung berbunyi. Ia menatap ponselnya bingung lalu menatap Soora. "Apa ini?"

"Kuharap kak Yongseung membaca kisah itu dan memahaminya."

"Kalau sudah?"

"Kalau sudah kakak bisa mengambil kesimpulan. Kesimpulan itu adalah jalan keluarnya. Dari sana kak Yongseung akan mengambil jalan mana yang sebaiknya kakak pilih dan dari sana juga kakak akan bisa memutuskan memilih membagi beban kakak padaku atau tidak." jawab Soora seraya tersenyum.

Siang itu, entah mengapa, Yongseung baru menyadari bahwa senyum milik Soora terlihat dua kali lipat lebih indah ketika berada di bawah sinar matahari.



***



Kangmin mengayun-ayunkan kaki kecilnya di kursi yang disediakan khusus oleh sekolahnya untuk murid-murid yang menunggu jemputan. Beberapa murid yang tadi duduk bersebelahan dengannya mulai hilang satu per satu. Mereka telah dijemput tetapi sampai saat ini Kangmin tak kunjung melihat batang hidung Papa maupun Mamanya.

"Masa iya sih mereka kencan?" gumam Kangmin ketika teringat tentang percakapan teman satu kelasnya tadi.





"Aku mau punya adik lho!" seru seorang gadis kecil berkuncir dua yang duduk tepat di depan bangku Kangmin.

Teman sebangku gadis itu, seorang anak lelaki yang berambut tipis segera merespon. "Wah, selamat ya!"

"Hu'um!"

"Aku juga ingin punya adik. Mainan sendiri di rumah itu bosan!"

"Kalau begitu suruh orang tuamu berkencan saja. Beberapa waktu lalu orang tuaku sering menghabiskan waktu bersama bahkan pergi jalan-jalan tanpaku, lalu tadi pagi tiba-tiba Ayah berkata bahwa aku akan menjadi kakak!" ceritanya riang dengan semangat yang menggebu-gebu.

"Kalau begitu setelah pulang sekolah nanti aku akan menyuruh orang tuaku berkencan!"

"Ide yang bagus!"





Kangmin mendongak, ia cemberut menatap langit cerah diatasnya. "Tapi kan Kangmin belum mau punya adik!"

"Kangmin?"

Kangmin tersentak saat suara berat seseorang memanggilnya. "Eh, ya? Ada apa, Kek?" tanyanya pada Jo Inseong yang tiba-tiba datang menghampirinya.



***



Gyehyeon menghela nafas ketika menginjakkan kaki di dalam rumah. Ini sudah malam tetapi orang-orang di dalam rumah enggan menyalakan lampu. Semuanya gelap. Kesunyian juga melanda saat kakinya melangkah semakin dalam memasuki rumah.

Ini tidak biasa tetapi Gyehyeon mensyukurinya. Biasanya ketika ia pulang, Ayah dan Ibunya sedang adu mulut. Berteriak masalah harta, hak asuh, dan perceraian. Terkadang Gyehyeon yang muak dengan semua itu memutuskan untuk pergi dari rumah dan memilih menginap di rumah Yeonho atau Minchan.

Jika kedua orang tuanya setiap hari sudah adu mulut seperti itu kenapa tidak segera merealisasikan rencana perceraiannya saja sih?

Adu mulut setiap hari seperti itu justru membuat tekanan batin Gyehyeon dan adiknya jadi berlipat ganda. Apakah orang dewasa selalu mementingkan ego masing-masing seperti itu?

Memilih tidak menyalakan lampu rumah, Gyehyeon memasuki kamarnya dan membanting pintu. Ia juga meletakkan tasnya secara kasar di atas kasur. Tanpa repot-repot mengganti seragam dan melepas sepatunya, ia langsung berbaring di atas kasur.

Sungguh melelahkan, demi apapun, ini hari terburuk yang pernah ia alami!

Seperti yang ia duga, Minchan tidak mempercayainya. Lalu Yeonho yang emosinya sudah meluap, memilih untuk pergi meninggalkan perpustakaan daripada harus tinggal disana yang berpotensi membuat emosinya semakin melonjak.

Sebagai sahabat Minchan, Gyehyeon ingin mempercayainya. Namun sebuah rasa percaya itu harus didasari oleh fakta. Faktanya adalah, Gyehyeon tidak bisa melihat apa yang dilihat Minchan. Mau mengatakan Minchan berbohong pun jelas tidak bisa karena sorot mata Minchan terlihat sangat jujur. Ia juga terus menoleh ke samping kanan dan kirinya seolah-olah sedang berbicara dengan seseorang.

Jadi disini yang aneh Gyehyeon dan Yeonho atau Minchan?

Gyehyeon sudah mencoba mencari tahu tentang sosok bernama Lee Dongheon dan Bae Hoyoung yang selalu Minchan sebut itu. Data yang Gyehyeon temukan menyebutkan bahwa dua sosok itu adalah murid di sekolahnya yang telah meninggal bertahun-tahun yang lalu.

Ah, mengingat temuannya tadi siang membuat bulu kuduk Gyehyeon meremang.

Temuannya tadi siang belum sempat ia beritahu pada Minchan dan Yeonho karena kedua sahabatnya itu masih berada pada titik emosi yang belum stabil. Jika Gyehyeon nekat memperlihatkan temuannya pada mereka yang ada justru Yeonho akan mencecar Minchan secara membabi-buta dan Minchan yang tidak tahu apa-apa akan menjadi korban.

Klik!

Gyehyeon tersentak ketika lampu kamarnya tiba-tiba menyala. Matanya harus mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya mulai terbiasa dengan cahaya lampu yang mendadak nyala itu.

"Apa?" tanya Gyehyeon tak bersemangat pada adiknya yang menjadi dalang dibalik lampu kamarnya yang tiba-tiba menyala.

"Kak, gue takut,"

"Nyalain aja lampunya." jawab Gyehyeon seraya kembali menutup matanya menggunakan lengan.

"Bukan masalah itu, tapi soal Ayah dan Mama."

Gyehyeon membuka matanya. Ia lalu duduk dan menyuruh adik laki-lakinya yang lebih muda dua tahun darinya itu untuk duduk disampingnya.

"Gue sebenarnya nggak mau nyeritain ini karena Mama ngelarang. Kata Mama beban kak Gyehyeon udah banyak makanya gue nggak berani cerita. Tapi hari ini, gue rasa kakak harus tahu dan turun tangan."

"Ceritain aja,"

"Mereka mau cerai kak,"

"Ya bagus dong?" jawab Gyehyeon seraya tertawa singkat. "Lo nggak paham juga? Percuma mau pertahanin keluarga ini. Kalau mereka cerai kondisi mental gue, lo, dan Mama akan membaik."

Adik Gyehyeon mengusap rambutnya ke belakang frustasi. "Kalau masalah itu gue paham kak, tapi bukan itu titik masalahnya. Tadi gue dengar Ayah bilang ke Mama bagaimana pun caranya dia bakal dapatin hak asuh kita. Kakak tahu sendiri kan Ayah itu gimana, kalau dia udah bertekad, apapun caranya akan dia tempuh untuk mendapatkan apa yang dia mau."

Sontak Gyehyeon berdiri. Ia meninju tembok kamarnya beberapa kali sampai buku-buku jarinya mengeluarkan darah. Adiknya berusaha menenangkan Gyehyeon tetapi tenaga Gyehyeon jauh lebih besar darinya.

"Kak berhenti! Gue tahu kakak marah tapi jangan nyakitin diri kakak kayak gini! Ayo kita berjuang bersama supaya hak asuh kita jatuh pada Mama buka pada Ayah!"

Ketika Gyehyeon merasa tangannya mulai perih, ia segera menatap tajam sang adik. "Di mana mereka?"

"Ka--kakak mau apa?"

"Jawab aja dimana mereka?!"

Sang adik tersentak kaget mendengar nada suara kakaknya yang meninggi. "Keluar, gue nggak tahu pastinya. Tapi kayaknya mereka lagi nemuin pengacara buat ngurus perceraian mereka."

"Sialan!"




***




Minchan menyilangkan lengannya di depan dada dan menatap anak SMP di depannya lekat-lekat. "Sahabat gue itu pasti bohong kan?"

Kangmin menunduk. Ia takut menatap Minchan.

"Lo tahu sendiri kan kalau gue nggak punya kemampuan yang sama kayak lo? Terus dari cerita lo juga, para hantu itu nyeremin, tapi mereka kan nggak, berarti yang bohong disini sahabat gue kan?"

"Kak Minchan..."

"Udah bilang aja, gue nggak akan marahin lo. Gue udah anggap lo adek gue sendiri, Kangmin." ujar Minchan lembut seraya menepuk pelan pundak Kangmin.

"Sahabat lo benar," cicit Kangmin.

Minchan melebarkan matanya. "Maksudnya?"

"Mereka bukan manusia."








































Tbc
140621

VERI ground kemarin gemes banget 😭

Continue lendo

Você também vai gostar

2.2K 994 16
Kesembilan remaja yang berniat mencoba memainkan sebuah game misterius justru malah terjebak dan di permainan oleh game tersebut, jalan keluar yang t...
26.7K 4.7K 26
"Jadi ayah... apakah kalian debut bersama pada akhirnya?" Dia tersenyum, "Hampir." -',✎ Translate of @bellacxllens @bellacxllens2 story ✧∘* ೃ ⋆。˚. Fa...
63.5K 5.8K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
2.9K 359 17
"Kekacauan yang terjadi selama ini, itu semua karena lo!" . . . . . Treasure member as main cast