Aljabar

Par Lukabercakap

3.1K 586 119

"Namanya kayak pelajaran matematika bab Aljabar yang bikin pusing. Aneh." "Selagi senyuman gue setara dengan... Plus

Cuap-Cuap Author
PROLOG
(1) Kutukkan
(2) Gadis Berkepang Dua
(3) Telinga yang Dikorbankan
(4) Khilaf
(5) Saksi Bisu, Buta, atau Tuli?
(6) Menunggu Gera
(7) Lomba Debat
(8) Minta Maaf
(9) Kemarahan Khalid
(10) Bertengkar
(11) Terpesona
(12) Baritma
(13) Saktah
(14) Diculik
(15) Jangan Sentuh Dia!
(16) X dan Y
(17) Gagal
(18) Nyaris
(20) Mencari
(21) Takut
(22) Salah Mengerti
(23) Menikah?
(24) Jaga Punyaku
(25) Simulasi
(26) Guling
(27) Kue
(28) Satu Sekolah
(29) Afiza
(30) First
(31) Peluk
(32) Tentang Sharela
(33) Confess
(34) Hadiah Pulpen
(35) Luka Terdahulu
(36) Pergi dan Berpaling
(37) Tidak Berhak?
(38) Marah

(19) Ajari Aku

42 12 0
Par Lukabercakap

Jangan jadi siders, yap :D
Satu suara dari kalian sangat berharga♥




Mereka berdua berjalan tanpa ada yang bersuara. Semburat oranye tergantung indah di langit sore. Gera tidak tahu soal jalanan yang dilewatinya. Hanya mengikuti Abar yang sudah berjalan terlebih dahulu. Sebenarnya, Gera masih merasa takut jika dia diserang lagi dari belakang. Akan tetapi, dia tidak mungkin merengek dan meminta Abar agar berjalan di sampingnya. Gera sadar diri. Diselamatkan nyawanya saja sudah bersyukur.

Abar menatap lurus jalanan yang dilewatinya. Hanya ada semak belukar. Tidak ada rumah penduduk. Untung saja, Malid benar-benar mengira Abar pergi dari rumah tersebut.

"Gak usah cemasin Gera. Dia itu cewek gue. Sudah jelas dia bakal khawatir sama gue."

Abar menghentakkan kakinya kesal dan berjalan menuju pintu keluar. Dia bukan kesal karena Gera sudah punya kekasih. Akan tetapi, dia merasa dikhianati. Dugaan pertamanya mengenai Gera adalah mata-mata, ternyata benar.

Malid tertawa karena berhasil membodohi Abar. "Ya udah, sono balik. Gue mau obatin luka ini dulu. Biar pas ketemu Gera, gue kelihatan ganteng." Setelah mengatakan itu, Malid memanggil beberapa pelayan untuk menuntunnya ke kamar.

Akan tetapi, saat akan meninggalkan rumah ini, Abar merasa tidak tenang jika harus meninggalkan Gera. Sekali pun Malid adalah kekasih Gera, bisa saja 'kan cowok iblis itu akan menyakiti Gera?

Abar kembali memasuki rumah tadi. Netranya membulat ketika melihat hpnya tergeletak begitu saja di lemari dekat Televisi. "Goblok banget sih mereka. Ngerampas hp, tapi gak diumpetin."

Rencana bagus untuk mengalahkan Malid tiba-tiba melintas di benaknya. Dia membuka aplikasi instagram dan mengetikkan nama seseorang di pencariannya. Untung saja, unsername orang itu sama seperti nama lengkapnya yang Abar ingat saat perlombaan.

Temen lo, Gera, ada sama gue. Kita lagi diculik. Gue mau minta nomer kepsek VHS. Buruan dibales!
Jangn banyak tanya dulu, gue bukan brainly yang bisa ditanya-tanya.
P
P
P
P

Buruan!!!!!
Balassss

Abar menunggu sambil terus berdoa agar orang yang dihubunginya segera membalas pesannya.

Tiga menit kemudian, senyumnya mengambang lebar ketika mendapatkan nomor telepon kepsek VHS. Tidak perlu repot-repot membawa polisi. Sudah pasti, Malid akan kalah.

Abar berbelok. Jalanan gang sudah habis. Digantikan jalan raya. Abar pun baru tahu, bahwa rumah Malid ada di tengah-tengah gang sempit tanpa penduduk. Entah itu rumahnya betulan atau rumah-rumahan.

"Abar, gue boleh nanya?" Gera yang sedari tadi mengamati senja yang perlahan terbenam, berusaha mensejajari langkah Abar.

"Tanya aja. Gue bukan guru yang harus dimintain izin dulu kalau mau tanya."

"Kita udah bersama berapa hari?" tanya Gera.

"Tiga hari."

Gera membelalakan matanya. Jadi... selama itu dia tidak sadarkan diri? Dan Abar... rasanya Gera ingin kembali menangis. Setelah ini ia harus bagaimana?

Waktu magrib hampir tiba. Perlahan semburat oranye digantikan dengan langit malam. Lampu-lampu penduduk sekitar sudah dinyalakan. Abar melihat sebuah masjid besar yang terletak di pinggir jalan. "Kita mampir ke masjid dulu ya?" ujar Abar dan diangguki begitu saja oleh Gera.

Mereka berdua tiba di masjid itu. Banyak orang yang mengenakan sarung-bagi laki-laki dan mukenah-bagi perempuan.

"Lo lagi gak salat?" tanya Abar.

"Eum, Bar," gumam Gera sambil menunjukkan kalung salib yang tergantung di lehernya.

"O-oh. Maaf, gak tahu." Abar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya udah, lo tunggu di sini ya."

Gera mengangguk. Dia mencari tempat yang sedikit tersembunyi. Jujur saja, Gera malu karena mengenakan pakaian pendek di depan orang-orang yang menutupi tubuhnya dengan sarung ataupun mukenah. Dia tahu semua itu karena papanya pernah menceritakannya.

Beberapa anak perempuan sekitar berusia lima tahun dengan mukenah bermotif mendekati Gera. Wajah mereka terlihat sangat lucu. "Kakak kok di sini?" tanya salah satunya.

"Iya, Kakak nggak salat, dek."

"Kenapa? Kakak lagi merah-merah ya?"

Gera tertawa, mencubit pipi gembul gadis itu. "Cepetan gih, ke sana. Nanti keburu mulai, lho."

"Buruan, Humairah," seru temannya yang lain.

"Kalian ke sana dulu, deh. Maira mau ngomong sebentar sama Kakak cantik ini." Teman-teman Humairah pun mengangguk, meninggalkan gadis kecil ini di depan Gera.

"Wah, nama kamu Humairah ya? Cantik sekali, kayak orangnya," puji Gera.

Humairah mendudukkan bokongnya di sebelah Gera. "Iya, Kakak. Abi sama umi pengin aku jadi kayak Ibunda Aisyah."

Gera mengernyitkan dahinya. "Siapa itu?"

"Kakak nggak tahu ya? Dia adalah perempuan salihah yang-"

"Maira, ayo ke sini! Sebentar lagi azan. Safnya keburu diisi ibu-ibu. Kamu nanti gak kebagian nangis." Perkataan Humairah terputus ketika salah seorang temannya memanggil.

Meskipun Gera sangat penasaran. Ia tidak bisa mencegah gadis itu pergi. "Ya udah, sana Maira salat dulu."

Humairah mengangguk. Tapi sebelum itu, dia mengeluarkan kain berbentuk segi empat dari tas kecil mukenahnya. "Kakak, aku pakaiin ini ya?"

Gera mengangguk. Membiarkan tangan gadis mungil itu meletakkan kain di kepalanya. "Yah, kayaknya kainnya cuman bisa diiket di leher, Kak. Soalnya kependekkan. Rambut Kakak gak bisa ketutup semua."

"Nggak apa-apa, dek," jawab Gera lembut.

Namun, bibir Humairah mencucu. Membuat wajahnya semakin gemas. "Aku minta maaf ya, Kak. Yasudah, aku ke sana dulu. Bye bye, Kakak cantik!" Humairah melambaikan tangannya, bergegas masuk ke masjid. Gera balas melambaikan tangan.

Gera menatap senja yang sudah pergi. Apa kehidupannya setelah ini akan dipenuhi dengan kegelapan? "Gue takut, kalau...." Gera tidak melanjutkan. Dia menundukkan kepalanya, menahan isak tangis.

"Allahuakbar, allahuakbar."

Suara indah nan merdu masuk perlahan melalui daun telinga Gera. Hingar-bingar kendaraan yang melintas di luar sana terasa senyap begitu saja.

"Asyhadu allaa illaaha illallaah. Asyhadu allaa illaaha illallaah."

Suara itu seperti mengetuk pintu hati Gera. Mengurungkan niatnya untuk menangis. Lantunan azan merdu yang menggema seolah memeluk erat dirinya dan membuat hatinya damai.

"Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah."

"Hayya 'alashhalaah. Hayya 'alashhalaah."

"Hayya 'alalfalaah. Hayya' alalfalaah."

"Allahuakbar. Allahuakbar."

"Laa ilaaha illallaah."

•••

Seusai berdoa dan menunaikan salat sunnah ba'diyah magrib, Abar melangkah keluar masjid. Abar tahu, dia ini bukan pria soleh atau pun orang alim. Namun, prinsip Abar adalah salatlah meskipun kamu merasa dirimu belum baik dan salatlah sebelum saf salatmu berada di depan imam.

Abar menyugar rambutnya yang masih sedikit basah karena air wudu. Gera bisa melihat wajah Abar dari tempatnya. "Ber-damage," gumam Gera.

Abar memakai sendal dan berjalan menuju Gera. Secepat mungkin, Gera memalingkan wajahnya. Dia tidak mau tertangkap basah karena mengamati Abar.

"Rumah lo di mana? Mau pulang naik taxi atau bis?" tanya Abar.

"Jalan kaki aja." Gera memutuskan. Dia memilih jalan kaki agar bisa mengobrol dan menanyakan beberapa hal penting kepada Abar. Ingat! Hanya hal penting.

Abar mengernyitkan dahinya, bingung. Dia sih tidak masalah mau jalan kaki atau naik kendaraan. Sekalian olahraga, mumpung tidak di fase mager. "Emang rumah lo deket sini?"

Tiba-tiba Gera merasa gugup. Tidak mungkin 'kan kalau mengatakan bahwa sebenarnya Gera ingin membicarakan sesuatu dengan Abar? "A-anu, rumah gue e-um lumayan jauh sih, tapi-"

"Ayo." Abar berjalan terlebih dahulu, Gera segera menyusulnya-berusaha mensjajari langkah cowok itu. Mereka berdua berjalan di sisi jalan raya. "Orang bohong kalau ditatap meski gugup. Ngomong apa yang lo mau, gak usah ditutupin."

Gera melengos pasrah. Dia menunjuk kain yang ada di kepalanya. "Tadi ada anak kecil ngasih kain ini ke gue." Gera bercerita, Abar menoleh-baru sadar jika sebagian kepala Gera tertutupi kain.

"Terus?"

"Anak kecil itu namanya Humairah. Terus dia bilang kalau abi uminya pengen dia jadi kayak Ibunda Aisyah. Emang Ibunda Aisyah itu siapa, Bar?" tanya Gera antusias.

"Beneran mau tahu?"

"Iya, Abar."

"Sayyidina Aisyah ra, merupakan putri dari Abu Bakar as-shidiq-seorang sahabat nabi yang merupakan khalifah pertama setelah Nabi Muhammad SAW. Sayyidina Aisyah merupakan istri dari Nabi Muhammad SAW. Dia adalah sosok wanita salihah yang sangat berbakti kepada suaminya." Abar menjelaskan.

"Apa itu wanita salihah?" Gera masih terus bertanya.

"Dalam Islam, wanita salihah adalah wanita yang bisa menjaga dirinya sebaik mungkin. Menutupi auratnya sesuai syariat, menundukkan pandangannya terhadap lawan jenis, dan memiliki sifat malu." Abar berhenti sejenak, menoleh ke arah Gera yang masih terdiam. "Rumah lo belok mana?"

"Ke kanan," jawab Gera sekenanya.

"Maaf gue gak bisa jelasin secara detail. Karena gue juga masih harus belajar."

"Gak apa-apa, Abar."

Keduanya kembali berjalan tanpa mengucapkan apapun. Jalanan di sekitar kini tidak seramai tadi. Sedikit lebih lengang. Sinar bulan yang menerpa, membuat Gera mendongak. "Bulannya bagus," gumam Gera.

Abar tidak menanggapi. Hanya tersenyum. Pandangannya tetap lurus, memastikan arah jalan.

"Abar." Gera memanggil lagi.

"Ya?"

"Lo mau gak?"

"Mau apa?"

"E-um. A-ajarin gue Islam."

•••

See u next chapter♥
Jangan lupa voment.

mrentymrn

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

5.4M 394K 55
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
1.3M 97.7K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
SAGARALUNA Par Syfa Acha

Roman pour Adolescents

3M 148K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
KANAYA (REVISI) Par liaa0415

Roman pour Adolescents

2.6M 151K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...