Aljabar

By Lukabercakap

3.1K 586 119

"Namanya kayak pelajaran matematika bab Aljabar yang bikin pusing. Aneh." "Selagi senyuman gue setara dengan... More

Cuap-Cuap Author
PROLOG
(1) Kutukkan
(2) Gadis Berkepang Dua
(3) Telinga yang Dikorbankan
(4) Khilaf
(5) Saksi Bisu, Buta, atau Tuli?
(6) Menunggu Gera
(7) Lomba Debat
(8) Minta Maaf
(9) Kemarahan Khalid
(10) Bertengkar
(11) Terpesona
(12) Baritma
(13) Saktah
(14) Diculik
(15) Jangan Sentuh Dia!
(16) X dan Y
(18) Nyaris
(19) Ajari Aku
(20) Mencari
(21) Takut
(22) Salah Mengerti
(23) Menikah?
(24) Jaga Punyaku
(25) Simulasi
(26) Guling
(27) Kue
(28) Satu Sekolah
(29) Afiza
(30) First
(31) Peluk
(32) Tentang Sharela
(33) Confess
(34) Hadiah Pulpen
(35) Luka Terdahulu
(36) Pergi dan Berpaling
(37) Tidak Berhak?
(38) Marah

(17) Gagal

38 12 0
By Lukabercakap



Rasa pusing di kepala Gera perlahan hilang setelah menghabiskan satu piring nasi goreng dan segelas air putih. Gera menyandarkan tubuhnya di ranjang. Pandangannya kini sudah membaik.

Abar menaruh piring dan gelas di nakas. Dia kembali duduk di samping Gera. "Masih pusing, hm? Apa udah mendingan?" tanya Abar lembut.

Gera tidak merespon. Tatapannya datar. Sudah pasti papanya akan sangat kecewa ketika anak perempuannya berbuat tidak baik.

"Kita harus bisa keluar dari sini." Abar berucap serius.

Gera hanya membalasnya dengan melirik. Tidak merespon.

Abar menghela napas ketika Gera tidak membalas perkataanya. "Maaf kalau gue udah nyakitin lo dan ngebikin keadaan lo kayak gini."

"Lo emang brengsek," balas Gera dengan tajam.

Abar mengangguk, seolah mengiyakan perkataan Gera. "Gue akan tanggung jawab."

Meskipun Abar dan Gera saling berbicara. Akan tetapi, maksud dari keduanya berbeda. Abar mengira Gera marah kepadanya karena sudah meninggalkannya di bis. Sedangkan Gera mengira bahwa Abar sudah mengambil sesuatu yang seharusnya ia jaga.

"Ini pasti ulah Malid." Abar menyimpulkan. Ia tahu pribadi Malid yang sebrengsek itu. Tapi baiklah, itu bisa diurus nanti-nanti. Yang terpenting adalah ia dan Gera bisa secepatnya pulang ke rumah.

"Gue boleh pinjem jepit rambut lo?" Abar bertanya pada Gera. Ia akan mencoba membuka pintu kamar. Semoga saja berhasil.

Lagi-lagi Gera tidak merespon. Moodnya benar-benar rusak.

"Sabar, Abar. Sabar." Abar mengelus dadanya sendiri. "Cewek kalau lagi gak mood emang suka gitu."

Langkahnya kembali mendekati Gera. "Gue izin ambil jepit rambut di kepala lo ya?"

"Ambil aja. Lo juga udah ngambil semuanya dari gue tanpa persetujuan!" bentak Gera, air matanya kembali tumpah.

"Ger, maksud lo apa sih?" Abar benar-benar tidak mengerti.

Gera melepas jepit rambut berwarna hitam yang masih terkait di rambutnya dan melemparkannya ke Abar. "Gak usah pura-pura gak tahu."

Abar menghela napas. "Pasti kepalanya masih pusing ya? Marah-marah aja gak apa-apa deh, seenggaknya bisa ngurangin rasa sakit lo."

Abar memungut jepit rambut berwarna hitam yang Gera lempar. Melangkah mendekati pintu. "Semoga bisa Ya Allah. Abar gak mau terus-terusan satu kamar sama cewek, bukan muhrim. Lindungilah hamba dari kata khilaf. Aamiin," bisik Abar pelan.

Meski begitu, Gera tetap mendengar perkataan Abar. Tangisnya semakin menjadi. "Setelah ini gue harus gimana?"

"Sabar ya, Gera. Jangan nangis, ini pasti bisa dibuka kok. Terus gue bakal anter lo ke rumah." Abar membengkokkan jepit dengan sudut kemiringan sekitar 90 derajat dan memasukkanya ke lubang kunci. Tangannya meraih jepit salah satunya, Kemudian memasukkan jepit kedua yang masih berbentuk lurus untuk mengangkat tuas yang ada di dalamnya.

Klik

"Fiuh. Akhirnya." Dengan berhati-hati, Abar membuka pintu dan menyundulkan kepalanya. Netra Abar memonitori ruangan, tidak ada manusia satu pun. Hanya ada sofa yang tertata rapih. "Aman."

Abar menutup pintunya kembali dan berjalan mendekati Gera yang masih menangis. Abar duduk di samping gadis itu. "Hapus air mata lo."

Gera tidak merespon, dia masih terus menangis. Abar berdecak pelan. Cewek ini sangat keras kepala. "Dengerin gue!" Nada bicaranya sedikit naik setengah oktaf, membuat Gera terkejut.

"Kita gak punya banyak waktu lagi. Kalau lo terus-terusan nangis gini, kita bisa ketahuan. Nanti gagal kabur. Jangan emosi, tenang!" Abar mengusap air mata yang ada di pipi Gera. Tangisannya berhenti.

"Bagus. Kepala lo udah mendingan 'kan? Masih kuat buat jalan?" Abar bertanya, nada bicaranya melembut kembali.

Gera mengangguk. Kakinya menyentuh lantai yang terbuat dari granit. Kepalanya sudah mendingan, hanya tubuhnya yang masih sedikit lemas.

"Ayo." Abar berjalan terlebih dahulu.

"Gak ada kepekaan buat gandeng tangan gue apa? Badan gue masih lemes. Nanti kalau pingsan gimana?" ujar Gera, suaranya masih serak. Tangannya merapikan rok plisket selutut yang ia kenakan. Gera tidak tahu, siapa pemilik pakaian ini.

Abar yang bersiap membuka gagang pintu, membalikkan tubuhnya mendekati Gera. Abar tersenyum manis dan mengenggam tangan Gera. Buru-buru Gera menundukkan wajahnya, ia ingat kejadian saat terhipnotis di bis karena senyuman Abar.

Abar membuka pintu yang berhasil ia buka. Kepalanya menyundul, aman. "Jangan sampai ada suara langkah kaki ya?" peringatnya pada Gera. Tak lupa Abar kembali menutup pintu.

Mereka berdua berjalan mengendap-endap. Beberapa pelayan melintas. "Cepat, antar ini ke lantai atas."

Abar menarik tangan Gera untuk bersembunyi di balik sofa.

Setelah pelayan itu pergi, mereka berdua kembali berjalan secepat mungkin menuju pintu keluar. Untung saja, gerombolan preman itu mengurungnya di lantai satu. Bukan lantai yang harus menaiki tangga atau lift.

"Yash! Dikit lagi!" Abar berseru senang. Gera di belakangnya hanya diam mengikuti langkah Abar.

Namun, saat mereka berdua akan keluar melalui pintu, seorang remaja yang masih mengenakan pakaian putih abu-abu masuk melalui pintu yang sama. Malid.

Abar menggertakan giginya kesal. Dia jelas tahu siapa sosok ini. Benar apa yang dikatakan Gera waktu di bis. Tanpa aba-aba Abar segera menghajar tubuh Malid. Memukul rahangnya bertubi-tubi hingga pelipis serta ujung bibir Malid sobek. Malid berusaha membalas serangan Abar, namun tenaganya kalah kuat. Abar begitu brutal menyerangnya.

"Lo nyulik kita dengan alasan apa, hah?! Karena gue ngebongkar kebusukkan lo?!" Abar mengambil vas bunga yang berada di dekatnya. "Rasain ini, bangsat!" Abar memukulkan vas tersebut ke atas kepala Malid.

Setelah merasa puas, Abar kembali menarik tangan Gera untuk segera keluar dari rumah ini sebelum gerombolan preman turut bertarung.

Namun, Gera justru menghempaskan tangan Abar. Gera mendekati Malid yang mengerang kesakitan dan menuntun kakak kelasnya agar duduk di sofa. "Kak Malid gak apa-apa?"

Abar merasa emosi. Mereka tidak akan punya banyak waktu lagi untuk meladeni atau mengasihani. "GERA!"

"Kasih tahu gue, Kak. Di mana kotak P3K-nya." Gera bertanya pada Malid.

"Di lantai dua," jawab Malid. Gera mengangguk, bersiap berjalan mendekati lift.

"GERA, STOP! JANGAN CARI MATI DENGAN NOLONGIN COWOK BRENGSEK INI!" Abar berlari, mencegah Gera yang akan memasuki lift.

Namun, Gera mendorong tubuh Abar sekuat mungkin. Abar terhenyak beberapa langkah dari Gera.

Gera memasuki lift. Sebelum pintu itu tertutup, Gera berkata, "Lo lebih brengsek, Abar. Ngambil apa yang selama ini gue jaga. Mending lo pergi. Gue mau nolongin Kak Malid. Dia kakak kelas gue dan lo adalah musuh dari VHS." Setelah mengatakan semua itu, pintu lift tertutup. Abar mengusap wajahnya, frustasi.

"Hahaha. Ck, kasian."

Abar menoleh, memandang Malid dengan tatapan tajam. Bersiap menyerangnya lagi. "Udah gue duga, lo bakal berusaha menghancurkan kehidupan seseorang yang tahu tentang kebusukkan lo."

Meskipun kondisi Malid sudah dipenuhi luka. Dia masih bisa menghindari serangan Abar. "Eits, gak kena."

Abar mengepalkan tinjunya. Dirinya sudah diselimuti oleh perasaan kesal. "Banci. Diserang malah ngehindar!"

"Mendingan lo pergi, sebelum gue panggil abang driver alias preman yang pernah tobat tapi jadi preman lagi. Nanti lo nangis, gak bisa ngapa-ngapain. Gak usah cemasin Gera. Dia itu cewek gue. Sudah jelas dia bakal khawatir sama gue."

•••

Jangan lupa vote + coment, mrentymrn

See u next chapter♥

Continue Reading

You'll Also Like

5.9M 391K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
5.5M 398K 55
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
1.4M 123K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2.6M 269K 63
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?