RECOGNIZED(END)

By Alfhazza

13.2K 2.4K 435

#URBAN_FANTASY. Waktu dan tempat di persilahkan untuk mengakak. *** RECOGNIZED; Dikenali. Zee itu dikenali se... More

#SAMBUTAN
P r o l o g
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
END

Part 12

377 89 33
By Alfhazza

Sudahi santuy-mu, mari ribut bersamaku. - Zee.

~RECOGNIZED~

Btw, kalian kalo baca cerita lebih suka sambil dengerin musik ... atau ditemani kesunyian?

Kalo aku sih, opsi no 2. Gatau kenapa, rasanya itu lebih fokus, tenang, adem, ayem, gitu. ><

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍Tepat pukul lima pagi Zee sampai di dalam kamarnya. Gadis itu kemudian segera masuk ke dalam selimut ketika dari balik pintu, derap langkah kaki mulai terdengar mendekat.

Pintu fiberglass terbuka perlahan. Xeanzi datang, lekas membangunkan anak perempuannya. "Zee, bangun udah subuh. Solat dulu, yuk."

Gadis itu menguap kecil dengan telapak tangan sibuk menggosok kelopak mata. Lalu kemudian bangkit untuk menatap sang mama dengan mata terkulai. "Iya, Ma."

Setelah mastikan Xeanzi telah pergi, Zee segera menutup pintu. Ia lalu merebahkan tubuhnya kembali, berniat tidur lagi. Tadi malam gadis itu tidak bisa tidur. Ia malah asyik bermain game Minecraft di ponsel Ganta hingga lupa waktu dan membuatnya tidur jam dua pagi. Maka dari itu, ia ingin melanjutkan tidur kembali. Tenang saja, tadi Zee sudah solat subuh di mesjid terdekat.

Di kamar sebelah, Jiwa nampak bersemangat. Pemuda itu bahkan sudah memakai pakaian seragamnya.

Untuk kesekian kalinya ia kembali memantapkan tekad lalu mulai mengirimkan pesan kepada sang pujaan.

Bidadari ku
(Online)

Jiwa:
Hai, ini Jiwa. Save back, ya, sekalian save back hatiku juga boleh.

Irsya mengambil ponsel dengan softcase karakter beruang. Mata gadis itu membulat tatkala mendapat chat dari nomor tidak dikenal. Yang ternyata itu adalah Jiwa; cowok yang meminta nomornya kemarin siang sekaligus abang dari temannya, Zee.

Irsya:
Kamu lucu. Oke aku save, ya.

Senyum Jiwa semakin mengembang bersamaan dengan jantungnya yang berdebar-debar. Jiwa betulan baru kali ini merasakan jatuh cinta. Bisa dibilang ia tidak terlalu perduli dengan lingkungan sekitar. Temperamen seorang Sajiwa Akalanka, dia bersikap bar-bar hanya dengan orang-orang terdekatnya saja. Dan terhadap orang lain, ia akan cuek serta memasang muka flat. Nah, sangat kontras dengan adiknya. Jika bertemu dengan orang asing, Zee akan langsung nge-toxic, nularin jiwa gobloknya kepada banyak orang.

Jiwa:
Irsya, aku mau nyanyi nih. Dengerin, ya.

Jiwa mengirimkan sebuah voice note. Langsung saja Irsya membukanya.

Satu mata saya

Hidung saya satu

Satu hati saya

Hanya untuk kamu

Gadis itu tergelak sesaat sebelum akhirnya kembali menulis di papan keyboard.

Irsya:
Wah, suara kamu bagus.

Tau reaksi Jiwa? Rasanya seperti ada sebuah panah asmara melesat dan tepat mengenai jantungnya.

Jiwa:
Makasih. Aku baper loh.

Lagi dan lagi gadis itu tertawa.

Irsya:
Padahal aku gak niat ngebaperin kamu kok. Btw, aku boleh request gak?

Jiwa:
Boleh banget.

Irsya:
Aku mau request lagu Baby—Justin Bieber. Tapi nyanyinya nanti di sekolah, ya.

"Yaelah, mana bisa. Mulut gue bakalan keseleo kalo nyanyi bahasa Inggris," celetuk pemuda itu.

Jiwa berdeham. "Oke. Kita coba ... Beybi Beybi Beybi ohh ... Beybi Beybi Beybi noo ...." Ia menggoyangkan pantatnya kekanan-kiri dengan telapak tangan terangkat ke udara. "Thou—thou ... thou apaan, njir? Gue cuma hafal reff nya doang." Cowok itu misuh-misuh.

Jiwa:
Aku gak hafal liriknya. Tapi nanti aku mau bawain lagu spesial buat kamu. Tunggu aku di taman belakang sekolah, ya.

Jiwa lekas memasukkan ponselnya ke dalam tas. Tanpa membuang waktu lagi ia bergegas berangkat, melewatkan sarapan lantaran akan mampir dulu ke perpustakaan kota.

Di sisi lain, Xeanzi kembali mengecek kamar Zee karena gadis itu tak kunjung datang untuk sarapan. Wanita itu tertegun kemudian bersedekap dada. "Saqueena Zeenata, kenapa kamu tidur lagi?! Lihat jam berapa sekarang!" teriak sang Mama sembari menyingkap selimut yang membungkus tubuh putrinya.

Zaa bangkit, melirik jam beker yang ternyata sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit. Gadis itu lekas melompat turun dari ranjang.

Secepat kilat langkah kakinya memasuki kamar mandi. Ia tidak mandi. Cuma membasuh wajah dan menggosok gigi. Zee itu nggak jorok. Hanya saja waktunya sedang mepet, karena sebentar lagi bel masuk akal segera berbunyi.

Ia berlari tergesa-gesa. Bahkan, gadis itu tidak sempat mengikat tali sepatunya. Jiwa sudah tidak terlihat keberadaannya. Otomatis hari ini Zee harus mengerahkan seluruh tenaga.

Di sepanjang jalan, matanya tak henti-hentinya bergulir mencari angkot ataupun ojek. Namun sialnya ia sama sekali tidak menemukan kendaraan umum.

Seorang pengendara motor berlalu melewati jalan bolong berisi genangan air. Sontak membuat air tersebut menyembur dan berakhir mengotori seragam milik Zee. "Woi anjir berhenti lo kampret!" teriak Zee tetapi tak di gubris oleh sang pengendara. Tanpa rasa bersalah, pria itu memacu motornya semakin kencang.

Zee yang terlampau kesal pun mengangkat tangannya. Detik berikutnya, tangan tersebut memanjang kurang lebih sepanjang lima meter dan langsung menggetok helm pengendara tersebut. Sang pengemudi tentu saja kaget bukan kepalang hingga membuat motornya oleng dan terjerembab ke dalam got.

Zee tertawa puas. "Mampus lo!"

Lalu, gadis itu menatap sekeliling; berjaga-jaga apabila ada orang yang melihat aksinya tersebut. Dan untungnya tidak ada. "Im sorry Mom," lirihnya.  Cewek itu melanjutkan langkahnya untuk segera sampai ke sekolah.

"Zee!" Dari seberang jalan Ganta berlari tergesa-gesa menghampiri gadis tersebut. "Wah, ini beneran lo? Tadi gue kira gembel," ujarnya sambil menunjuk baju Zee yang sedikit kotor.

"Anak sultan jalan kaki? Wow dong. Impresif!" seru Zee. Ia tak menggubris ejekan Ganta barusan. Seperti biasa keduanya melakukan adu jotos.

"Motor gue mogok," sahut Ganta.

"Wess, kan masih ada mobil. Lebih keren." Benar, semalam waktu menginap di rumah Ganta, Zee melihat sebuah mobil hitam yang begitu mengkilap di garasi.

"Itu mobil nyokap gue."

Menepuk bahu Ganta, Zee menarik sebelah sudut bibirnya. "Lo pinjem dulu bentar, elah. Terus bawa ke sekolah. Itung-itung pamer."

"Gue mending apa adanya. Daripada pamer harta tapi ternyata milik orang tua."

"Itu mulut di asah di mana? Tajem bener." Ia mencebik, merasa kalah bicara.

Ganta tak lantas menjawab. Pemuda itu berjongkok di depan Zee lalu mengikatkan tali sepatu gadis itu. "Di asah di pantat kuda, puas?"

Mengedikkan bahu tak acuh, Zee memilih mengalihkan pandangan ke sekitar jalan. "Astaghfirullah, kucing aja berduaan, masa gue sendirian." Dia menyeletuk saat melihat dua ekor kucing yang tengah tiduran di trotoar.

Ganta yang berada di sampingnya, sontak mendelik. "Terus gue lo anggep apa? Patung?" tanyanya.

Zee merangkul pundak pemuda tersebut. "Sorry, anak bawang emang sering terlupakan."

"Ke uwuan macam apalagi ini yarobun?" tanyanya ketika tak sengaja melihat dua orang pemuda pemudi tengah berpegangan tangan dibawah pohon.

Zee segera menutup mata menggunakan telapak tangan manakala kedua remaja itu saling berpelukan. "Astaghfirullah, nggak hamba gak liat ya Allah. Nggak akan, gak akan liat nanti zina mata."

"Hilih, sok steril. Bilang aja iri." Sahabatnya berceletuk dengan nada mengejek.

"Tau aja lo." Zee kembali menurunkan tangannya, "kapan ya gue bisa uwu-uwuan kayak mereka?"

"Ya udah ayo kita pacaran biar bisa uwu-uwuan." Menarik pinggang Zee untuk lebih dekat dengannya, cowok itu langsung menjerit kala sebuah cubitan mendarat di lengannya.

"Ogah. Lo duda."

"Zee, lo tuh kenapa, sih? Lo selalu iri sama mereka yang lagi pacaran.
Tapi sekalinya di ajak pacaran malah gak mau. Herman gue. Pasti belum beli otak nih." Lelaki tersebut mengoceh. Ia jadi kesal sendiri.

"Gue takut Bang Manu cemburu." Zee menjawab dengan tatapan lurus ke depan.

"Anu siapa?"

"Anu apaan, jir? Gak usah bikin otak gue travelinglah, Pat."

"Heh, tadi lo bilang Bang anu."

"Huh, budek lo? Manu geblek Manu, bukan anu!"

Tersenyum kikuk, Ganta menggaruk kepalanya. Padahal, gendang telinganya masih berfungsi dengan benar, tetapi kenapa ia bisa sampai salah dengar?

"Manu itu siapa?"

"Dia calon gue. Dia itu raja Wetped, sedang gue remahan Wetped." Zee menghela nafas sebal. Ia cukup tau diri, bahwa pujaan hati di dunia Wattpadnya tidak akan pernah tergapai.

Ganta menepuk pundak Zee prihatin. "Makannya banyakin ngaca. Indonesia gak kekurangan stok kaca sampe lo gak bisa sadar diri."

"Sabar, tahan emosi." Mengelus dada, Zee tersenyum manis namun malah terkesan dipaksakan.

"Zee, gak usah liat yang begituan. Gak baik buat jantung. Apalagi jantung orang jones kek lo."

Gadis itu menjambak rambut Ganta untuk melampiaskan amarahnya. "Dua tiga batu ginjal, bacot kau Dajjal."

"Dua tiga kota ku banjir, mati kau anjir!" Cowok itu ikut menarik rambut Zee. Spontan gadis dengan ransel biru itu memekik. Jangan harap Ganta akan iba. Cewek kayak Zee itu gak pantas dikasihani.

"Lepasin! Sakit bego!" teriak Zee. Amarah begitu kentara. Terbukti dari wajahnya yang memerah.

"Lo yang mulai!" sahut pemuda tersebut dengan intonasi tinggi sambil menurunkan tangannya dari rambut Zee.

"Lo yang ngeselin!"

"Lo yang halu!"

"Lo yang julid!"

"Lo yang gak mau kalah!"

"Emang!" Zee menyahut dengan lengan terlipat di depan dada.

Melayangkan telapak tangan ke kepala Zee, Ganta lantas mengusap lembut rambut gadis itu. "Gue yang salah," akunya.

Zee mendongak. Cewek itu cengengesan tanpa alasan. "Gue yang egois," sahutnya.

"Gue yang terlalu kasar."

"Gue yang terlalu bar-bar," timpa Zee. Sedetik kemudian keduanya tertawa lepas.

Dapat diprediksi bahwa Ganta dan Zee akan terlambat. Maka dari itu, sebagai antisipasi agar tidak kena hukuman, mereka memilih jalur lain. 

Empat pasang kaki itu mengendap-endap menuju area belakang sekolah. Disana terdapat gerbang yang sudah berkarat. Namun, untuk sampai kesana keduanya harus melewati dulu kebun yang membentang luas.

"Eh eh, tunggu, Pat!" Zee berseru spontan membuat Ganta mengerem langkahnya.

"Apa sih Zee?"

"Mau itu," pintanya seraya menunjuk pohon jambu yang berbuah lebat.

Cowok itu berdecak sebal. "Lo mau jambu monyet?"

Zee memasang wajah cengo. "Itu jambunya. Kalo monyetnya mana?"

Sebuah pukulan mendarat di kening Zee. "Lo monyetnya! Gak usah sok polos!"

Gadis tersebut cengengesan. "Iya udah sekarang ambilin gue jambu monyet gih," titahnya.

"Bro." Ganta menepuk bahu Zee. "Nih, gue kasih tau ya. Indonesia itu udah merdeka. Nggak ada tuh istilah jajah menjajah lagi. Lo nyuruh gue naik ke atas pohon buat ambil tuh jambu? Sori gak dulu, ya."

"Tega lo gak mau bantu sahabat sendiri. Nanti gue depresot loh gegara gak makan tuh jambu. Emang lo mau gue mati gantung diri di pohon itu?" Zee menunjuk pohon jambu monyet yang terdapat banyak dahan dan cabang.

"Bacot!" Melepas ransel, Ganta lantas memanjat pohon untuk mengambil jambu yang Zee inginkan.

Sepertinya mereka akan bolos di jam pertama dan masuk nanti saat jam kedua. Badgirl dan badboy kalo sahabatan, ya gini. Bar-barnya naudzubillah. Perlu dikasih siraman rohani kayaknya. Biar hati naluri keduanya terbuka. Ah tidak, sepertinya bukan hati, tetapi otak mereka yang bermasalah. Andai ada open jasa bongkar otak, biar mereka bisa benerin saraf-saraf otak yang sedikit geser.

Terlihat pemuda itu melempar beberapa buah jambu yang langsung ditangkap oleh Zee. "Nah kan, gue kurang baik apalagi coba? Asal lo tau, ya. Manusia kayak gue ini limited edition. Beda dari yang lain. Satu-satunya manusia baik hati diantara lautan manusia lainnya," oceh Ganta yang kini duduk manis di dahan pohon sambil menggigit buah oval berwarna merah.

"O aja yakan?"

Zee nangkring di atas akar yang menjalar. Punggungnya ia sandarkan di batang pohon sambil menikmati jambu ranum tersebut.

Tiba-tiba saja seorang pria compang-camping datang sambil menggeram. Zee sontak tersedak seraya menegakkan tubuh. Pria itu kian dekat. Kulitnya sawo matang dengan wajah cemong. Sebuah popok menghiasi kepalanya—dijadikan sebagai topi, mungkin?

"Astaghfirullah, itu titisan apa, Pat?!" Zee terbahak sambil memegangi perutnya. "Mahkotanya estetik sekali ... eh, tunggu tuh popok kayak punya Zaira, anaknya tetangga gue deh."

"Sodara lo itu. Titisan jamet." Cowok itu malah melempar lelucon.

Zee kian histeris kala pria itu berlari ke arahnya sambil menodongkan sebilah bambu. "Pat, tolongin gue, Pat! Kayaknya dia orang gila!" jerit gadis tersebut.

"Masih nanya lo? Dari penampilannya aja udah keliatan kalo itu emang orang gila," sahut Ganta.

"Ya Allah Pat tolongin gue Pat, gue gak bisa naik!"

Otak Ganta mendadak mogok tatkala pria tersebut telah berdiri di belakang tubuh Zee.

"Astaghfirullah, Allahuakbar tobat Gusti!" jerit Zee semakin menjadi. Sebisa mungkin gadis itu memanjat pohon namun tetap saja tidak membuahkan hasil.

Ganta langsung menjulurkan tangannya. "Cepet Zee!" Setelah menggapai tangan Zee, cowok itu lekas menariknya ke atas. Akan tetapi, sayangnya kaki gadis itu telah tertangkap.

"Astaghfirullah, emak!" Zee menjerit, "Pat, kaki gue di gigit, Pat! Ya Allah gimana kalo buntung, Pat?!"

"Lepasin sepatunya Zee!" perintah cowok itu.

"Gimana caranya?!"

"Ya lo tinggal lepasin aja, Markonah!"

"Gak semudah itu Ferguso!" Zee mencoba menendang wajah pria tersebut. "Woy, lo pe'a. Gila lo itu disitu banyak makanan, napa lo malah makan sepatu? Bener-bener, sangat menggoblokkan!" cerocos Zee blak-blakan sambil menunjuk sekitar kebun yang terdapat buah cabai dan pare (peria).

"Ya maklumin aja Zee. Namanya juga orang gila," sahut Ganta masih mencoba menarik tubuh Zee ke atas.

"Segila gilanya orang gila, masih gilaan lo yang liat sahabat sendiri kesusahan tapi tetap masang wajah santai!"

"Ya terus gue kudu gimana Zee?" Ganta melepaskan tangan Zee hingga gadis itu kembali jatuh ke bawah. Lalu, ia memegang kepalanya dengan mata terpejam." Oke. Kudu panik. Kudu panik, fokus Ganta lo kudu panik. Panik panik pa—"

"SIALAN! GUE KUTUK JUGA LO KAMPRET!" Zee memekik sambil bangkit. Lihat saja, Zee pastikan setelah ini Ganta akan dapat imbalannya.

"Allahu! Zee kenapa lo malah turun lagi?!" Ganta lantas melompat turun untuk mengejar Zee yang tengah di kejar oleh pria gila tersebut.

"Zee, makan nih biar tenaga lo pulih!" titah Ganta sembari melempar dua buah cabai rawit yang ia petik dari kebun.

"Sumpah Pat, bahkan otak lo lebih geser dari orang ini!" Nafasnya sudah ngos-ngosan tapi masih sempat-sempatnya ia menyahut.

Gadis itu berhenti sejenak. Ia menyambar sebuah pare lalu mendekat ke arah pria tersebut. "Bang, Mas, Bapak, Akang—ah siapapun itu ... tolong, tolong banget jangan caplok saya." Zee menyatukan telapak tangan di depan dada. Sedang pria itu menggertakkan giginya yang berwarna hitam.

Mati-matian Zee menahan tawa. "Misi Mas, itu giginya produk gagal, ya? Kok item? Bahkan lebih item dari tai domba." Cewek itu spontan membekap mulut. "Astaghfirullah, gak boleh solimi."

Ganta menepuk jidat. "Lo sama gilanya Zee!"

Pria itu membuka mulut, hendak menggigit. "Bismilah headshot!" Bertepatan dengan itu Zee langsung menjejelkan satu buah pare ke dalam mulut pria tersebut.

Sang empu langsung mengamuk. Pria itu berlari tunggang langgang karena kepahitan. Ia lalu tengkurap sambil mengambil sejumput tanah dan memakannya.

"Bener-bener, gue kira cuma Ganta sama Bang Jiwa manusia paling gila di muka bumi. Ternyata masih ada yang lebih dari mereka." Setelahnya ia lekas memanjat gerbang yang kemudian disusul oleh Ganta.

***

Irsya dan Jiwa tengah duduk di bangku taman. Pemuda itu memetik senar gitar sambil bernyanyi. Mendadak kupu-kupu berdatangan; terbang beriringan. Seakan terhipnotis dengan nyanyian yang tercetus dari bibir Jiwa. Memang, bakat Jiwa itu tidak bisa diragukan. Jiwa itu multitalenta. Jago main gitar dan suaranya amat brilian. Hanya saja ia tidak ingin menonjolkan bakatnya. Jadi, nggak banyak orang yang mengetahui tentang bakat terpendamnya.

Kini bayangmu di sini ....

Menemani sepinya hariku ....

Yang tak berwarna lagi ....

Irsya bertepuk tangan, membuat Jiwa tersenyum lebar dan semakin bersemangat untuk menghasilkan alunan dari senar.

Kini kau bagai sang pelangi
Yang mewarnai har

"Serrr ...! Acikiwirrr!" Zee tiba-tiba datang dan mengacaukan suasana. Gadis itu berjoget absurd.

"Tarik mang!" timpal Ganta. Tak berbeda jauh dengan Zee, Ganta sama gilanya seperti gadis itu.

Memang, Zee begitu kesal kepada Ganta atas apa yang terjadi tadi pagi. Bahkan, gadis itu sudah merencanakan aksi balas dendam. Akan tetapi, Ganta mendadak mentraktir makanan. Jadinya, kekesalan Zee langsung sirna.

"Pipipit calon mantu!"

"Pipipit calon mantu!"

"Kalian berdua, waras sehari aja bisa gak, sih?!" Jiwa bertanya dengan nada kesal. Otot wajahnya mengetat; menjadi tanda bahwa ia tengah marah. Tentu saja, tadi dirinya dan Irsya sedang romantis-romantisan. Tapi dengan tololnya, cewek yang berstatus sebagai adiknya itu mengacaukan segalanya dalam sekejap.

"Lo anak sultan, mau aja temenan sama si Zee. Jadi ketularan goblok kan." Bukan tanpa alasan Jiwa memanggil Ganta anak sultan. Ia meneliti penampilan Ganta yang terlampau elite dan royal dari mulai jaket, jam tangan, dan potongan gaya rambut. Itu sudah membuktikan bahwa Ganta bukanlah rakyat jelata.

"Ih, kok marah, sih?" tanya Zee memasang wajah sok polos.

"Zee Ganta, kalian berdua gak dikelas gak di sini tetep aja bikin ribut. Pusing aku," ujar Irsya seraya mengurut pelipisnya.

"Irsya, simpan jiwa santuy-mu, mari ribut bersamaku." Zee berceletuk. Jiwa refleks menempeleng gadis tersebut. "Sini gue sikatin otak lo biar gak makin tolol!"

"Nah, gitu dong emosi." Ganta menimbrung, semakin membuat kepala Jiwa ngebul.

"Udah Irsya ayo kita pergi. Kamu jangan mau temenan sama Zee, ya. Aku takut kamu ketularan virus goblok." Jiwa mengisi ruang kosong disela-sela jari lentik Irsya dengan jemarinya—menggenggamnya begitu erat.

"Cie manggilnya aku kamu. Pfttt ...." Ia menahan tawa. "Gelay anjay!" Zee mengimbuhkan.

"Nggak usah di dengerin, ya. Kalo bisa tutup aja telinga kamu pake salon biar gak bisa denger bacotan sesat  dari Zeenata." Keduanya lekas pergi dari sana.

Dan sekarang tinggal tersisa Zee dan Ganta. Keduanya beradu tatap. Detik berikutnya tertawa ngakak.

Hahaha!

Hahahaha ...!

HAHAHAHAHA!

Zee membekap mulut Ganta. "Bentar bentar, kita ngetawain apa?"

Cowok itu menggeleng. Ia menggaruk dahinya kebingungan. "Gak tau. Emangnya apa yang lucu?"

Lalu, kedua remaja tersebut kembali tertawa.

"Gue tau ...." Zee berujar disela-sela tawanya. "Ketololan ini ... sangat lucu. HAHAHA!"

"Oitt, bener juga, ya."

Entahlah. Sudah kubilang otak mereka itu sedikit geser, atau mungkin lebih dari itu? Namun, apa masalahnya? Biarlah mereka berdua melanjutkan tingkah gajenya. Yang penting mereka happy. Ya, gak?

To be continue ....

Continue Reading

You'll Also Like

183K 17.6K 25
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
1.1M 110K 58
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
290K 12K 31
Menjadi seorang istri di usia muda yang masih di 18 tahun?itu tidak mudah. Seorang gadis harus menerima perjodohan dengan terpaksa karena desakan dar...
557K 7K 23
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+