PARENTS [END]

By penavoice

2.9M 259K 4.1K

[FOLLOW AKU GUYS BIAR RAME. MAACIW] Kata siapa menikah sama orang kaya hidupnya pasti enak terus, kata siapa... More

PROLOG
Bagian || 1
Bagian || 3
Bagian || 4
Bagian || 5
Bagian || 6
Bagian || 7
Bagian || 8
Bagian || 9
Bagian || 10
Bagian || 11
Bagian || 12
Bagian || 13
Bagian || 14
Bagian || 15
Bagian || 16
Bagian || 17
Bagian || 18
Bagian || 19
Bagian || 20
Bagian || 21
Bagian || 22
Bagian || 23
Bagian || 24
Bagian || 25
Bagian || 26
Bagian || 27
Bagian || 28
Bagian || 29
Bagian || 30
Bagian || 31
Bagian || 32
Bagian || 33
Bagian || 34
Bagian || 35
Bagian || 36
Bagian || 37
Bagian || 38
Bagian || 39
Bagian || 40
EPILOG
Extra Part
Extra Part - SPCL

Bagian || 2

98.2K 9K 85
By penavoice

Jangan lupa vote dan komen yaa. Kalau ada typo tolong bantu tandakan ✌.

Happy Reading 📖


Neira terbangun karena suara tangisan bayinya yang keras. Melihat jam yang berada di kamarnya menunjukkan pukul setengah lima pagi membuat Neira bergegas duduk.

Ia mengangkat anaknya kemudian menepuk punggungnya sembari bernyanyi kecil. Neira masih mengantuk tentu saja. Dia tidak serajin itu, bangun siang merupakan salah satu keahliannya.

Tapi keahliannya itu sepertinya harus rela ia lepas. Ada suara tangisan yang menjadi alarm bagi Neira. Sangat ampuh, tidak bisa diberhentikan sebelum ia menenangkannya.

Setelah bayinya tidur kembali, Neira ke kamar mandi. Ia harus mandi dan melakukan ibadah sebelum matahari terbit.

Neira keluar kamar untuk membantu Bi Asri. Sangat jarang sekali momen ini terjadi. Biasanya dia akan keluar kamar pukul delapan pagi jika tidak ada kelas pagi.

Di dapur Neira melihat Bi Asri dan Bi Sari sedang memasak sarapan. Mama mertuanya memperkerjakan tiga asisten rumah tangga di tempat tinggal Neira dan Revan. Bi Sari yang berumur 50 tahun memang tidak menginap, rumahnya di dekat perumahan elit ini. Asisten rumah tangga satu lagi Mbak Ratih, baru berumur 40 tahun, juga tidak tinggal di sini. Mbak Ratih diantar jemput suaminya.

"Bi, bayi sepuluh bulan biasanya makanannya kayak gimana, ya?," tanya Neira.

"Oh sepuluh bulan mah udah bisa non dikasih makanan yang agak kental, dicincang halus dan dicincang kasar juga udah bisa," jawab Bi Sari sambil mencuci pisau.

"Oh gitu ya, Bi. Anak saya harus sarapan, boleh bibi ajarkan saya membuat mpasi?"

Bi Sari menatap Bi Asri kebingungan, tapi Bi Asri tidak terlihat terkejut sedikit pun, wong udah terkejut semalam.

"Boleh, Non. Nasi sama telur dan wortel aja gapapa non, dikasih garam, gula, dan minyak sedikit boleh, Non," jelas Bi Asri."

"Hmm, jika boleh membantu saya bisa buatkan untuk pagi ini, Non. Nah, si Sari yang bantu non mandiin anak, Non " Bi Asri menawarkan bantuan, Bi Sari yang mendengar namanya disebut hanya bisa melongo karena tidak paham situasi apa ini.

"Kalau gitu mohon bantuannya ya, Bi? Nanti saya mau belajar juga buatin makanannya, tapi saya belajar mandiin bayi dulu deh hehe."

"Boleh non boleh, kalau kata non bahasa gaulnya santuy."

Neira yang melihat kelakuan Bi Asri tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Ada ada aja Bi Asri ini.

Istri Revan tersebut lalu beranjak ke kamar untuk memandikan anaknya dengan bantuan Bi Sari.

Karena tidak ada bak mandi bayi jadi mereka memandikannya di bathub, kamar mandi keluara Aksara tidak perlu diragukan lagi, bukan.

Setelah selesai memandikan anaknya, Neira dibantu Bi Sari memakaikan pakaian serta antek - anteknya. Tadi kebetulan saat sampai di kamar, anaknya itu sudah membuka mata.

Dia kebingungan dan mungkin merasa asing. Neira jadi tidak tega, apa mungkin bayinya sedang merindukan orangtuanya, pikir Neira dalam hati.

Bi Sari sudah pergi dari kamar, sekarang tinggal Neira berdua dengan anaknya. Neira menonton televisi dengan bayi yang duduk dipangkuannya, menyender dengan posisi lengan Neira sebagai sandarannya, sedang menyusu tentu saja. Tadi Bi Asri datang membawakan susu.

Neira fokus menonton sambil memakan cemilan. Pagi yang sangat diimpikan. Berleha - leha di pagi hari, siapa yang mau menolak.

Melihat bayinya sudah menghabiskan susunya. Neira pun menggendongnya dengan menyenderkan kepala sang anak di bahunya, kemudian ia menepuk punggungnya. Neira sering melihat ini di acara keluarga. Biar bayinya bersendawa.

"Sudah kenyang, Sayangku?" Tersadar bahwa anaknya tidak bisa mendengar membuat Neira terdiam. "Kamu pasti mau dengar suara mama ya, Sayang? Kamu pasti mau dengar suara kicauan burung di pagi hari 'kan?"

Neira pun menciumi permukaan wajah anaknya yang membuat anaknya tertawa senang. Kemudian, Neira memeluknya erat. Berusaha menyalurkan rasa kasih sayangnya.

Neira keluar kamar sambil menggendong anaknya. Niatnya setalah memberi anaknya makan ia ingin berkeliling rumah dan taman di rumah ini, sambil mengenalkan bayinya pada lingkungan baru.

Sudah tidak perlu dijelaskan betapa luasnya rumah suaminya ini. Nanti kalian iri canda iri hehe. Ya, jadi ada kolam renang, gazebo, taman, disini ada ruang khusus melukis dan olahraga juga, ralat bukan ruang tapi bangunan khusus. Rumah suaminya ini terdiri dari dua tingkat tapi luasnya ya bukan main.

Tidak heran bukan hari sudah siang, saat Neira masuk ke kamar bersama anaknya yang tertidur.

"Capek ternyata ya, susah amat ngasuh anak."

"Alah ngeluh mulu hidup lo, Nei." Neira terkekeh, dasar kurang bersyukur lo, udah punya suami kaya, mertua baik, sahabat juga baiknya ga ketulungan.

Mengingat sahabatnya, ia jadi ingin menelepon sahabatnya tapi ia belum memberitahu Mas Revan.

"Jadi mungkin kasih spoiler aja kali, ya," kata Neira.

Neira memutuskan untuk melakukan panggilan grup. Ia yakin sahabatnya pasti mengangkat. Karena ya masih jadi kaum penunggu panggilan lah alias pengangguran.

"Assalamu'alaikum, kaum yang bebas tebar pesona," sapa Dena dengan semangat. "Eh, lupa Neira udah ga jomblo." ucap Dena terkikik.

"Wa'alaikumsalam, Densayang," jawab Neira dan Flaya berbarengan.

"Asoy, mantep banget dah lu berdua jadi dugun dugun kan gue," kata Dena sok tersipu malu.

"Wei, jangan gila lu. Yang bener aja gue masih suka yang berjakun keles," ucap Flaya ngegas.

"Gue juga masih kaliiii, santai, Fla," balas Dena.

"Lo berdua emng kelakuan ya. Jadi, lu pada udah ada panggilan ngajar?" tanya Neira yang duduk di sofa yang ada di kamar.

"Belum sih, tapi gue ditawarin tante ngajar di sekolah tempat dia ngajar aja," jawab Dena.

"Kalau gue kayaknya di sekolah milik keluarga suami lu deh, Nei. Ya, lumayan 'kan gajinya. Jadi gue mau usaha dulu dah ngelamar di sana," jelas Flaya.

"Keren ya lu pada, udah ada rencana aja."

"Lah, emang lu belum ada rencana?"

"Kalau soal kerjaan gue belum ada, Na. Gue lagi mau anak gue dulu."

"Nei, lo jangan nontonin oppa lu mulu deh, jadi halu tingkat kuadrat tau ga sih," ucap Dena, dan Flaya tertawa.

Neira hanya terkekeh sebelum menjawab. "Gue ga halu plis deh, Say."

"Terserah deh, istri sultan mah bebas," kata Flaya.

"Eh eh, lu tau ga sih si Resti langsung dilamar anjir sama lakinya. Gue tuh heran kok lakinya mau aja sih," ucap Dena yang memancing untuk bergibah.

Ya, akhirnya mereka malah bergibah tentang Resti, si pembuat onar yang nasibnya sedang aji mumpung. Saat bersama teman, tanpa sadar dan tanpa sengaja malah jadi gibahin orang bukan. Ini adalah definisi 'sudah tau tidak baik tapi tetap dilakukan'.

👶👶👶

Revano Pramudya Aksara, pria berusia 27 tahun itu melangkah memasuki rumahnya. Dengan kaki panjangnya ia melangkah lebar. Setelah mengurus pekerjaan di luar kota selama seminggu akhirnya ia bisa beristirahat di rumahnya meski hanya sebentar.

Ia melewatkan momen wisuda istrinya, tapi ia hanya sedikit menyesal. Karena kehadirannya juga tidak terlalu penting sebenarnya.

Keadaan rumah tampak sepi, mungkin ada Bi Asri yang sedang mencuci piring bekas makan malam.
Tanpa ragu kakinya melangkah menuju kamarnya.

Ia langsung membuka knop pintu sesampainya di depan pintu kamar. Yang ia lihat membuatnya terkejut bukan main.

Matanya menatap tajam, aura dingin terasa sampai Neira yang sedang menenangkan bayinya menoleh ke belakang, mata bertemu dengan mata tajam Revan.

"Mas? Sudah pulang ?," tanya Neira kikuk.

Revan tidak menjawab. Bukan pertanyaan penting 'kan? Jelas - jelas dia sudah berada di kamar. Ya, sudah pasti dia sudah pulang.

Revan berjalan menghampiri sofa kemudian duduk di sana. Setelah manaruh tas kerjanya, ia menyilangkan tangan di dada dan menyilangkan kakinya, angkuh.

Jantung Neira sedang jumpalitan, ia tidak tahu kalau Revan akan pulang malam ini.

"Siapa?," tanya Revan dingin.

"Mas, apa lebih baik Mas Revan membersihkan diri dulu. Nanti aku akan jelasin, Mas," ucap Neira sambil masih mencoba menenangkan anaknya dengan elusan di punggung dan kepalanya.

"Kamu memerintahku?," tuduh Revan sambil tesenyum sinis.

"Bukan gitu, aku cu--"

"Beraninya kamu selingkuh? Dengan siapa, Hah?!" Revan memotong ucapan Neira dengan teriakannya.

Neira mengerjapkan mata, barusan suaminya menuduhnya selingkuh?. Neira berusaha mencerna, Revan tidak pernah terlihat murka seperti ini. Dalam pernikahan mereka yang hampir berusia dua tahun tidak pernah sekali pun Revan membentaknya. Meski memang pembicaraan mereka terkesan selalu dingin.

"Jadi Mas Revan menuduh aku selingkuh, Mas? Mas menganggapku wanita yang seperti itu?," tanya Neira dengan mata yang berkaca - kaca.

"Kenapa? Memang salah?" Revan bertanya tanpa menghilangkan tatapan tajamnya. Ketara sekali dia tidak mempercayai Neira.

Neira menggelengkan kepalanya. Rengkuhannya pada sang anak mengerat.

"Aku menemukan bayi ini, Mas. Dia bayi yang dibuang oleh ibunya," jelas Neira setelah memejamkan mata menekan emosinya.

Melihat Revan yang tidak bersuara, Neira pun melanjutkan penjelasannya  kapan dan dimana dia menemukan bayi itu.

"Jadi, aku memutuskan untuk merawat bayi ini, Mas. Bayi ini jadi anakku sekarang."

Revan yang tak kunjung bersuara membuat Neira semakin resah. "Jika mas tidak mengizinkan bayi ini tinggal disini, tidak menerima bayi ini sebagai anakku. Aku si-siap berpisah, Mas." Suara Neira terdengar ragu.

Perkataan Neira membuat rahang Revan mengeras. "Lagi pula, aku tau Mas Revan merasa terganggu dengan kehadira--"

"Tau apa kamu?" Lagi - lagi Revan memotong ucapan Neira.

Neira terdiam. Mereka hanya saling bertatapan tanpa bersuara. Untung saja bayi digendongan Neira sudah terlelap. Tidak terlalu sulit memang membuatnya tertidur.

"Aresia Putra Aksara," ucap Revan tiba - tiba dengan suara tegasnya.

Neira yang sedang menundukkan kepalanya seketika mendongak. "Ya, Mas?"

"Namanya Aresia Putra Aksara."

"Mas?, kamu serius menerima kami? Mas yakin menambahkan Aksara untuk nama belakangnya?" Neira masih tidak menyangka.

Teringat dia belum memberitahu bahwa bayi ini tidak bisa mendengar, Neira kembali bersuara. "Mas, aku ga mau mas menyesal nantinya. Jadi, sebelum mas kecewa aku ingin memberitahu. Bayi ini tidak bisa mendengar, Mas. Itulah alasan kenapa ibunya membuang bayi ini."

Revan cukup terkejut mendengarnya, tapi ia langsung menutupi ekspresi terkejutnya dengan wajah dinginnya.

"Mas, apa mas yakin memberi nama bayi ini Aresia Putra Aksara?," tanya Neira sekali lagi memastikan, karena Revan kembali mendiaminya.

"Baiklah, aku tau mas tidak serius. Kalau begitu besok aku dan ana--"

"Anakku. Dia anakku sekarang." Revan meninggalkan Neira yang sedang menangis tak percaya. Dia harus membersihkan diri bukan jika mau mendekati anaknya.

👶👶👶

Note: Seperti biasa, terima kasih sudah membaca cerita ini.

Aku belum tau bisa sering update atau engga. Tapi kalau ada waktu luang pasti aku usahain. Tunggu kelanjutannya yaa.

Jangan lupa follow aku yaa ✌.

Kecup jauh untuk kalian 💋.

13 Maret 2021.

Continue Reading

You'll Also Like

140K 6K 78
Ishana Ileana Terra yang jatuh cinta pada seniornya, Juna Delardo. Pria dingin yang bicara seadanya, datar, gila belajar, workaholic, dan menganggap...
16.6M 705K 41
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
40.6K 202 8
Tentang fiksi melahirkan, cerita hanya karangan yg di ide oleh penulis,, boleh menambahkan ide atau titip cerita
52.5K 4.9K 17
AYO BELAJAR MENGHARGAI SEBUAH KARYA, DENGAN FOLLOW, VOTE & KOMEN!!! KARENA SEMUA ITU GRATIS!!! 🥰 Hanya kisah keseharian YuWin dan ke-empat putri ke...