Sweet Escape [SELESAI]

By allynvrn

332K 30.1K 1.1K

"Gue udah bilang, lo bisa cerita apapun ke gue kayak lo cerita sama temen lo yang lain. Tapi kalau lo mau jad... More

Blurb
Prolog
1. Ciuman-ciuman Sialan
2. Manusia Paling Resek di Dunia
3. Kopi Darat
4. Kawan Baru
6. Lo Mau Jadi Teman yang Mana?
7. Tanda Bahaya
8. Sleepover
9. Perempuan-perempuan Menyebalkan
10. Bali
11. Drama Keluarga dan Insiden Telepon
12. Mabuk tapi Bukan Karena Anggur
13. Pertanyaan Orang-orang
14. Kehebohan di Media Sosial
15. Day and Night
16. Cerita di Karimunjawa
17. Cerita di Karimunjawa (2)
18. Last Day
19. Dinner
Cek Lapak Sebelah
20. Yang Lebih Baik dari Dia
21. Sayang?
22. Netizen Nyinyir dan Sang Mantan
23. Way Back Home
24. Obrolan Pagi-pagi
25. Episode Kegalauan yang Sempat Tertunda
26. Hubungan Abu-abu
27. Perang Menjelang Hari Natal
28. New Beginning
29. Yang Harus dihadapi
30. Impresi
31. The Nasution's
Epilog

5. Kenal Lebih Jauh, Katanya

7.9K 797 26
By allynvrn

"GUE nggak ngerti apa yang ada di otak lo sampai bisa mukul tuh orang."

Udah nggak terhitung berapa kali Sammy mengeluh soal prestasi—maksud gue skandal gue yang terbaru. Gue juga lupa menghitung saking banyaknya omelan dia. Selain Sammy bos gue di Agency juga marah tapi setelah gue cerita duduk permasalahannya, dia cukup mengerti.

Gue menyesap batangan terakhir dari kotak rokok gue dengan santai, dan langsung dihadiahi tatapan tajam Sammy.

"Elo gue ngomong malah asik ngerokok."

Dia berdecak, lalu maju dengan cepat sampai gue nggak cukup tanggap buat menyadari rokok di tangan gue bisa dengan cepat berpindah ke tangannya.

"Astaga Sam itu batang terakhir. Balikin sini!"

Sammy buru-buru ngehisap rokok itu dengan wajah mengejek. Kampret.

"Sekarang kita mikir gimana ngehadapin Pingkan dan Bryan di Polda kalau dia bener-bener ngelaporin lo."

"Gue udah siap kok. Gue juga punya lawyer jadi lo nggak perlu khawa—ah, sakit njing!"

"Bianca Mahadewi Adriani, Otak lo bisa dipake banget sih? Lo pikir karena lo punya lawyer trus udah? Lo nggak mikir gimana nasib kerjaan lo, endorsement, brand yang kerjasama, terus shooting film lho noh! Itu produsernya kan Bryan. Kalau semua kerjaan batalin kontrak, elo mau makan apa?"

Gue mengelus kepala gue yang barusan dijitak Sammy. Mendengar penuturannya tadi bikin gue ngerasa was-was. Kayaknya bahaya juga kalau yang dia bilang barusan benar-benar jadi nyata. Duh, kalau tahu gini kemarin gue cium pipinya Pingkan itu, bukannya ditonjok.

"Lo kayak baru kali ini kena masalah beginian. Itu bentar lagi tenang kok."

Gue masih keukeh, gengsi kalau mengakui skandal ini bisa bikin karir gue hancur.

"Elo dikatain pansos dan jalang masih bisa tenang? Kita terancam mampus kalau lo bermasalah ke Polda dan kontrak lo batal!" Sammy teriak. Mukanya galak, bikin nyali gue ciut. Sammy kayak mau makan gue aja.

"Ya udah terus apa?" nada suara gue melunak, biar Sammy juga tenang. Kita harus pikirin solusinya sama-sama.

Dia menyesap batang rokok yang tadi dia rebut lalu satu tangannya tersampir di dada. Mukanya keliatan banget frustasi, bikin gue mau nggak mau khawatir.

"Lo minta maaf gih."

"Nggak bakal!" gue jelas menolak ide itu mentah-mentah. "Nggak ada ceritanya gue yang minta maaf ya, apalagi kalau gue nggak salah."

Sammy geleng-geleng kepala. "Bibirnya bonyok begitu lo bilang lo nggak salah?!"

"Sammy sayang, kalau lo ngeliat aksinya semalam gue yakin lo juga pasti bakal nonjok itu orang. Mulutnya nggak disekolahin tahu!"

"Mulut lo juga, anjir. Lo ngatain tampangnya dan bilang dia nggak lebih baik dari lo diliat dari segi manapun."

Gue mengangkat bahu. Ya, kan itu jelas kenyataannya. Coba kalau bikin vote di Instagram. Orang-orang juga bisa tiba-tiba ngeliat kalau gue jelas lebih lebih lebih cantik dari sih Pingkan nggak tahu diri itu.

"Pokoknya gue nggak mau minta maaf. Pasti ada solusi lain deh, Sam."

Sammy menggeleng dengan setengah jijik menatap gue. Dia memilih duduk setelah capek ngomel ke gue persis kayak emak-emak.

"Capek gue ngomong sama batu kayak lo. Pokoknya kalau ada apa-apa lo tanggung aja sendiri."

Gue berdecak nggak setuju. Masa Sammy nyerah gitu aja sama gue? Padahal kayak yang gue omongin tadi, ini bukan kali pertama gue kena masalah. Minggu lalu waktu berantem sampe kulit gue lecet kena cakaran dari Diandra, masalah bisa dengan cepat selesai. Diandra emang mana berani ngelaporin gue ke Polda? Tapi itu mungkin nilai plus dari masalah kemarin. Kalau sekarang, gue benar-benar berdoa biar sih Pingkan nggak ngelaporin gue.

Ponsel gue berdering-dering dari saku celana. Duh, paling males kalau lagi mikir begini terus ada yang gangguin. Apalagi kalau ternyata itu dari orang nggak jelas yang kepo sama kasus baru gue.

Tapi ternyata yang nelpon adek gue, Becca.

"Gue baru aja ngeliat berita dan nonton video lo berantem, Kak! Hahahah, kocak sih tapi lo keren bisa bikin tuh cewek bonyok!"

Suara Becca kontras banget sama rasa khawatir gue dan Sammy. Dia ketawa-tawa seolah gue baru aja menang MMA. Pantes semua orang bilang gue dan Becca bener-bener kayak copyan. Udah sama-sama cantik, otaknya juga sama-sama geser.

"Kapan coba gue nggak keren?" gue menyibak rambut, sok-sok-an padahal nyali gue lagi ciut. "lo ngeliat komen nggak?"

"Ye, nggak diliat juga gue tahu lo di maki-maki di sana. Tapi tetep lo the best deh."

Gue ketawa sampe Sammy natap gue aneh. Duh, Sammy pasti nggak ngerti kalau gue bilang Becca bangga karena aksi gue semalam.

"Tapi ya sebangga apapun gue sama lo, tetep lain cerita di mata Mami."

Nah, ini. Gue sudah menduga dia pasti nelpon karena Mami khawatir sama gue.

"Bilang aja ke Mami gue nggak apa-apa. Masalahnya bakal cepat selesai."

"Ya udah. Tapi dapat pesen jangan ulangin katanya. Trus mau pulang ke sini kan lo nanti?"

Setelah angkat kaki beberapa hari yang lalu dari apartemen Gwen, gue memutuskan untuk sementara nggak mau pulang ke rumah Bokap. Ditambah ada skandal semacam ini. Papi pasti bakal ngomel, seolah peduli dan gue paling benci saat dia seperti itu. Makanya beberapa hari terakhir gue balik ke rumah Mami.

"Iya, bakal nginap lagi di sana nggak apa-apa kan? Mami belum berniat ngusir gue kan?"

Suara tawa Becca yang renyah terdengar. Sepertinya buat Becca segala kasus gue bukan masalah makanya dia bisa sangat santai bertanya bahkan nggak segan memberi gue pujian.

"Belum sih, kasian juga katanya sama lo," gue tahu kalimat itu sepenuhnya bercanda. "Ya udah deh, itu aja. Jangan lupa kado gue minggu depan ya! Bye!"

Coba aja orang-orang bisa santai menghadapi kasus gue kayak bagaimana Becca menanggapi.

Becca emang mirip banget sama gue, orangnya bodo amat dan santai. Sekarang dia udah ditahun ketiga SMA nya dan bentar lagi mau lulus. Kita beda enam tahun, tapi bisa lengket kayak perangko kalau lagi jalan berdua. Dan kayak yang gue bilang kemarin, dia tinggal bareng nyokap setelah orang tua kita cerai.

Meski kita hidupnya terpisah sejak itu, gue tetep sering ngunjungin Becca ke rumah Mami. Gimanapun kondisi keluarga kita, gue nggak mau Becca ngerasa kehilangan sosok-sosok penting dalam hidupnya, kayak gue misalnya. Wajar aja, ortu kita cerai pas Becca masih sepuluh tahun, masih kecil banget dan dia pasti nggak ngerti kenapa dia dan Mami harus pindah sementara gue dan bokap enggak.

Satu-satunya perbedaan mencolok gue sama dia adalah bagaimana kita berdua memandang bokap gue atau Papi. Karena Becca nggak begitu mengerti alasan kenapa orang tua kita cerai, dia bisa santai mengunjungi Papi dan jalan sama Papi. Dia emang nggak deket sama Sandra, tapi dibanding gue, dia bisa bersikap jauh lebih sopan. Nggak jarang gue nawarin dia buat tukar tempat aja, dia tinggal sama Papi dan gue sama Mami, tapi dia dengan santainya selalu ngomong, "Enggak ah, gue nggak mau elu bikin Mami khawatir dan makin jauh sama Papi."

Dia nggak tahu aja, gue bukannya nggak bisa membangun hubungan baik sama Papi dan keluarga barunya. Tapi gue emang nggak mau.

***

Siangnya saat gue dengan berani datang ke lokas shooting, Pingkan dan Bryan ternyata udah ada di sana duluan. Sammy megang lengan gue sambil mengisyaratkan supaya gue nggak aneh-aneh. Meski gitu, gue nggak boleh kelihatan takut atau malu.

Gue angkat dagu tinggi-tinggi waktu Bryan nyamperin gue. Lengkap sama pacarnya yang sekarang pakai masker. Mungkin bengkak di bibirnya belum hilang, jadi sengaja ditutupin. Kasian juga.

"Aku dan Pingkan udah ngomong baik-baik. dan kita mutusin nggak akan memperpanjang masalah ini ke kantor polisi."

Wait, what?

Gue mencoba sebisa mungkin menahan diri biar nggak jerit kesenangan. Sammy ngelirik gue.

"Terus?" gue ngangkat satu alis.

"Kalau ini sampai jadi perkara hukum, Pingkan takut bakal mempengaruhi rencana pernikahan kami. Begitu juga dengan proses shooting film ini yang bentar lagi selesai, jadi kita mutusin damai aja." Bryan tersenyum tipis. Dasar lelaki kerdus, ngomongnya mau nikah tapi gue masih ngeliat tatapan penuh godaan di matanya.

"Lo bisa seneng sekarang. Tapi jangan harap lo bisa ngegodain Bryan lagi. Gue pastiin setelah proses shooting ini, lo nggak bakal punya kesempatan godain laki gue." Sahut Pingkan ketus.

Gue memutar bola mata. Siapa juga yang berniat godain lakinya?

"Ya, baguslah." Gue tersenyum sambil melipat tangan di dada. "By the way, makasih."

Gue melengang dengan penuh percaya diri. Ternyata nggak semengkhawatirkan itu. Padahal gue belum pasang strategi.

"Ini terakhir kali ya lo bikin masalah." Sammy berbisik penuh penekanan.

Gue mengangguk lalu mencium pipinya, "Tenang, sayangku." Lalu dia berlagak muntah yang kemudian gue ketawain.

"Permisi kopinya, Mbak, Permisi kopinya, Mas."

Gue baru aja mau melangkah ke ruang ganti saat suara semangat itu kedengaran. Gue lantas meluruskan pandangan ke asal suara, lalu menemukan satu truk kopi yang kayaknya dipesan khusus ke area shooting. Kru-kru berbondong-bondong kesana, mungkin tertarik karena ada tulisan "Kopi Gratis Untuk Semua" yang dipasang dibalihonya yang gede.

Lho, bentar, itu bukannya logo Kapi-Kotta ya? Lah, kenapa itu tempat ngirim truk kopi gratis ke lokasi shooting?

"Kak Bianca!" Saga melambaikan tangan dari dalam truk. Dia lalu mengisyaratkan gue mendekat.

"Lo kenal itu orang-orang?" Sammy berbisik buat gue mengangguk.

"Panjang ceritanya kalau lo penasaran mau denger. Yuk ke sana dulu."

"Halo Kak. Mau kopi apa?" Saga dengan semangat menyapa gue. Energinya ketika kita ketemu selalu bikin gue seneng.

"Biar saya aja yang buat, Ga. Kamu urusin kru yang lain."

Gue cuma bisa mematung didetik selanjutnya saat Gideon—yang entah kenapa baru gue sadari kehadirannya—datang mengambil alih di depan mesin kopi sambil melempar senyum tipis yang tiba-tiba bikin jantung gue kayak melompat karena tiba-tiba berdebar dengan keras.

Disaat yang sama gue merasa Sammy mencengkram lengan gue.

"Mau milk based drink yang kemarin? Atau pesan yang lain, mungkin?"

Gue mau nggak mau tersenyum, "Apa aja asal yang bikin elo."

***

"Jadi kenapa bisa disini?"

Delapan jam kemudian setelah proses shooting yang bikin tulang punggung gue kerasa retak, gue duduk sebelahan sama Gideon di dalam kopi truk miliknya.

Ukuran truk kopi ini nggak begitu besar, tapi cukup buat dua sampai tiga orang. Gue kagum sama interiornya yang walaupun berada dalam truk,tapi kesan modern dan bersih selalu terasa. Semua di tata dengan bagus dan rapi, ada mesin-mesin kopi yang gue nggak ngerti cara pakenya gimana, ada kantung-kantung kertas yang gue duga berisi kopi, kaleng-kaleng susu, tumpukan gelas kertas kopi berlogokan Kapi-Kotta yang kelihatannya menarik banget.

Lokasi shooting udah nggak seramai tadi. Beberapa aktor dan aktris pendukung lain rata-rata sudah pulang dan hanya menyisakan beberapa kru yang sedang mengatur peralatan. Sih Sammy kayaknya masuh tertidur di mobil, sementara Saga dan satu lagi pegawai Kapi-Kotta sedang duduk di kursi depan truk. Sepertinya sedang asik bermain game.

"Dapat pesanan dari Produser film lo. Dia minta dikirimin kopi truk ke sini."

"Baru sekarang lho, gue shooting ada beginiannya."

"Di lokasi shooting Film Korea sering lho dapat pesanan gini."

"Gue nggak pernah shooting di Korea tuh." Gue nyahut. "Emang lo pernah dapat panggilan kirim truk kopi ke lokasi shooting di Korea?" canda gue.

"Temen gue, pernah. Dia punya usaha Caffe kayak gini juga disana. Terus sering dapat pesanan ginian."

"Oh ya?" Gideon mengangguk lagi.

"Atau kalau pun nggak ada pesanan semacam ini, dia tetep nyediahin truk kopi di beberapa kota di sana. Biasanya bakal rame kalau malam hari."

"Kenapa temen lo nggak buka kedai bir di Korea? Bukannya di sana minum itu tradisi?"

"Ya enggak passion sama bir. Bisnis itu juga bukan cuma soal untung, tapi gimana ngelolah passion lo."

Oh, dia bijak juga.

"Mereka itu bukannya yang kemarin kena masalah sama lo?"

Gideo nunjuk Pingkan sama Bryan yang kayaknya lagi siap-siap mau pulang. Pingkan udah kayak perempuan apa gitu yang nggak bisa jauh dari Bryan. Mungkin dia takut gue godain makanya seharian kayak lengket aja gitu berdua. Kayak nggak tahu tempat kalau pacaran.

"He-eh. Tapi masalahnya udah selesai." Gue senyum senang. Jelas ngerasa menang dong.

"Secepat itu? Gue pikir lo bakal dilaporin kayak ancamannya semalam."

Gue angkat satu alis, tersenyum penuh percaya diri. "Nggak berani lah. Mereka yang rugi kalau gue dilaporin. Kan bukan gue yang salah."

"Ya, ya, terserah lo aja." Dia ketawa kecil tapi kok bisa kedengaran merdu gitu sih? "Kalau yang itu? Siapa lo?"

Dia nunjuk Sammy yang sejak tadi sibuk teleponan sama Agency dan semua pihak TV yang minta konfirmasi soal kasus gue sama Pingkan. Ngeliat ekspresi Sammy yang lebih tenang, gue tahu masalahnya pasti bakal selesai.

"Manajer gue." Tiba-tiba gue ingat kalau Sammy pernah ngajak Gideon masuk Agency. Gue nengok ke samping, memperhatikan Gideon dari kepala sampai ujung sepatunya. "Lo mau nggak masuk Agency gue?"

Sekarang dia yang ngangkat satu alis. "Lo juga bertugas nawarin orang jadi model ya?"

"Ya, enggak. Tapi gue ngerasa lo potensial buat jadi model. Tampang lo bagus, postur tubuh lo juga, tinggi, sama berat badan kayaknya ideal. Jadi kenapa lo—?"

"Maksud lo, gue menarik gitu?"

Gue kehilangan kata-kata saat dia senyum dan mendekatkan wajahnya ke gue. Tapi kecanggungan gue nggak berlangsung lama. Gue dengan cepat balas mendekatkan kepala gue sampai gue bisa geliat Gideon tersentak dan segera menjauhkan wajahnya sendiri. hahahah.

"Ya. bisa dibilang gitu." Gue berdehem. "Lo juga bisa bagi waktu sama Kapi-Kotta kok. Jangan khawatir kalau masalah itu. Kalau lo mau, gue bisa urusin sampai ke Agency."

Dia angkat bahu, nggak menunjukkan dengan jelas akan menolak atau menerima tawaran gue.

"Liat nanti deh. Kalau sekarang gue pengen fokus di Kapi-Kotta dulu."

"Oke." Gue sih nggak mau maksa. Itu kan hak dan urusannya.

"Habis ini lo mau kemana?" tanyanya lagi.

Bicara dengan Gideon bikin gue sadar kalau dia bisa dengan gampang diajak ngobrol. Perpindahal topik nggak bikin kita jadi cangung, tapi justru ngerasa lebih bebas aja.

"Mampir ke rumah Nyokap kayaknya." Gue melirik jam, lalu meringis. "Nggak mampir deh, tapi kayaknya nginap aja."

Mana ada orang mampir di jam sebelas malam?

Gideon terlihat bingung. "Emang lo nggak tinggal bareng Nyokap lo?"

Gue mengangguk. "Bokap Nyokap gue udah cerai sejak lama." Menyadari ekspresi Gideon mulai nggak enakkan, gue melanjutkan cepat-cepat. "Itu udah jadi rahasia publik lho. Emang lo nggak pernah bacain berita tentang gue di TV atau berita di sosmed gitu?"

Sejak pertama kali ketemu, Gideon emang nggak kelihatan kayak dia kenal gue, atau setidaknya tahu-lah. Muka gue jelas nongol di sana-sini. Masa sih, dia nggak tahu?

"Pernah liat sih, tapi nggak tertarik buat tahu lebih lanjut."

Gue menekuk wajah. Pegawainya aja, dan gue yakin sekian persen populasi Negara ini tahu tentang gue. Masa Gideon enggak? Apa yang ada di otaknya cuma cewek resek yang hobi bikin masalah, gitu?

"Mulai sekarang lo harus sering-sering baca berita tentang gue, yah." Gue pura-pura cemberut. "Lo bisa nyari nama gue di Google, atau cek akun gosip deh biar gampang. Eh, tapi jangan sembarang percaya berita tentang gue di akun gosip. Kadang-kadang nggak berdasarkan fakta kalau ditulis."

Gideon nengok dengan tatapan yang nggak bisa gue artikan.

"Gue emang pengen kenal lo lebih jauh. Tapi dari elo-nya langsung, bukan dari google atau artikel di akun gosip."

Eh, gimana maksudnya?

***

Nah, akhirnya bagian-bagian revisi sudah selesai di publish. Mulai minggu depan bakal update seminggu sekali ya. Semoga aja bisa konsisten menulis sampai selesai. Hufh.

Oh ya, saya punya akun tulisan di instagram username-nya (@)ko.longlangit , nantinya juga bakal post quote dari cerita-cerita saya (berhubung wattpad sekarang nggak bisa bikin quote kayak dulu) di follow ya hehe makasih!


Sampai ketemu minggu depan, luvv!

- Allyn

Continue Reading

You'll Also Like

7.3K 348 25
RAW NOVEL TERJEMAHAN No edit (mtlnovel.com) Detail Judul Singkat : SRIWCLS Judul Asli : 星际重生:荒野带崽直播上分 Status : Completed Author : Li Xinyu Genre : R...
118K 4.5K 21
Kisah horor yang aku alami dan orang-orang disekelilingku. INI KISAH NYATA!!! Ditulis apa adanya tanpa micin!
1.7M 213K 58
Hi, aku Silka Loekito, employee no 27 from start up company Mother& Me. Aku direkrut langsung oleh Mbak Mel, employee no 2. Aku juga single mom deng...
244K 18.3K 55
GXG+Futa+Fantasi area. Aluna adalah seorang penyihir hebat. Tapi dia dibunuh oleh gurunya sendiri atas perintah kaisar, tapi Tuhan tidak membuatnya...