10. Sebuah Boneka

5 0 0
                                    

Sebuah boneka dengan noda merah di sekujur tubuhnya tergeletak di atas meja tempat Senja biasa menikmati teh. Teko yang menjadi wadah teh itu meneteskan air bewarna merah. Seorang pekerja di kedai teh itu terlihat panik dan ketakutan saat mendapati boneka seram serta teko teh yang meneteskan air bewarna di seluruh sisinya.

Senja yang mendapat laporan itu mencari tahu kebenarannya. Sebuah boneka memang tergeletak di atas meja dengan teko yang meneteskan air bewarna merah tiada henti.

"Apa yang membawamu datang ke sini?" tanyanya.

Boneka yang tergeletak itu bangkit, berdiri dengan kedua kaki yang dijahit. Air yang menetes dari teko itu bergerak, berputar-putar sebelum akhirnya membentuk tulisan dan kalimat.

Temukan seseorang untukku! Tulisnya.

"Saya tidak bisa membantu," ucap Senja.

Temukan dia atau rasakan akibatnya!

Tulisan di atas meja itu berganti, bersamaan dengan raut wajah boneka yang menunjukkan kemarahannya.

"Saya tidak takut. Kamu boleh cerita, dan saya akan memberikan saran. Semoga kamu dapat menemukan orang yang kamu cari," ucap Senja sebelum mendudukkan diri di kursinya.

Boneka itu menurut, dia duduk menghadap Senja. Mata merah menyala miliknya beradu tatap dengan iris cokelat Senja. Dia mengajak Senja menelusuri ingatannya.

***

Di sebuah rumah sederhana, tinggallah sebuah keluarga bahagia. Malam itu, sang ayah memberikan kado ulang tahun pada putri kecilnya yang bernama Vivi. Dengan senang hati Vivi menerima kado tersebut lalu membukanya. Sebuah boneka lucu dengan gaun putih bercak cokelat dikeluarkan dari dalam kotak. Dia memeluk boneka itu erat sembari memainkan rambut keriting miliknya.

Vivi selalu bermain bersama boneka pemberian ayahnya. Dia selalu membawa boneka yang diberi nama Sisy itu ke mana pun dia pergi. Mereka terlihat seperti dua orang sahabat yang tidak akan pernah terpisah.

Suatu hari Vivi beserta keluarganya pergi berlibur. Mereka menikmati indahnya pantai dan sejuknya angin yang berembus. Sisy tentu saja ikut serta dalam liburan itu. Tidak pernah sekali pun Vivi melepaskan Sisy dari pelukannya.

Vivi tertidur pulas di pangkuan ibunya. Lengannya yang memeluk erat Sisy terlepas. Dia jatuh mengempas pasir. Tiba waktunya pulang, Vivi belum bangun juga. Ibunya yang tidak ingin membangunkannya menggendongnya menuju mobil. Sayangnya, ibunya lupa membawa Sisy ikut serta. Pun begitu dengan ayah Vivi yang tidak mengingat Sisy yang masih tergeletak di atas pasir pantai.

Vivi terbangun di atas kasur kemudian mencari Sisy. Nihil, ia tidak menemukannya di mana pun. Vivi sedih saat Sisy tidak ada, ia menjadi murung. Ayahnya membeli boneka baru yang sama dengan Sisy kemudian mengatakan bahwa Vivi meninggalkannya di gudang saat ia membantu orang tuanya membereskan barang. Vivi tidak tahu bahwa Sisy yang saat ini berada di pelukannya adalah boneka lain, bukan Sisy hadiah pemberian ayahnya di hari ulang tahunnya.

Di tempat lain, Sisy terus menunggu. Menunggu kedatangan teman sekaligus keluarga yang dia punya. Hari berganti, minggu, bulan bahkan tahun. Sisy masih setia di tempatnya menunggu Vivi datang dan menjemputnya. Satu persatu penghuni pantai diamatinya. Namun, tidak ada yang wajahnya mirip dengan Vivi. Begitu pula dengan ayah dan ibunya.

"Ibu, ada boneka." Seorang gadis kecil mendekat pada Sisy yang tidak lagi cantik. Warna kulitnya kusam dan gaunnya rusak.

"Biarkan saja boneka itu," ucap ibunya menarik gadis kecil itu menjauhi Sisy.

Sisy menjadi boneka kesepian yang menunggu kedatangan teman sekaligus keluarganya. Namun, yang ditunggu tidak kunjung datang juga. Ia akhirnya memutuskan mencari Vivi sendiri, mendatangi setiap rumah dan sering membuat kekacauan dan teror. Hingga akhirnya, Sisy tiba di kedai teh Senja.

***

"Saya tahu bagaimana perasaanmu, tetapi saya tidak dapat membantu menemukan Vivi," ucap Senja setelah selesai melihat ingatan Sisy.

Sisy bangkit dari posisi duduknya kemudian menyipratkan air bewarna merah di atas meja pada Senja. Noda itu terlihat jelas di selendang putih miliknya.

"Kamu ini nakal sekali. Sudah saya bilang saya tidak dapat membantu, tetapi saya mempunyai firasat kamu akan bertemu lagi dengan Vivi," ucap Senja seraya melepas selendangnya.

Sisy beranjak dari tempatnya kemudian melangkah keluar tanpa memberi pesan apa pun. Langkah kaki kecilnya menciptakan jejak merah di lantai.

"Boneka itu merepotkan sekali," gumam Senja.

Lonceng kecil di atas pintu berdenting. Terlihat seorang remaja dengan seragam putih abu-abu yang memasuki kedai lebih dalam.

"Selamat datang, mau pesan apa?" sapa Senja ramah.

"Segelas teh, boleh, tapi sebelum itu, apakah Anda tahu di mana saya dapat menemukan boneka ini?" Gadis remaja itu menunjukkan sebuah foto.

'Bukankah ini boneka yang tadi?' tanyanya dalam hati.

"Saya tidak tahu di mana boneka itu dapat ditemukan, tapi saya tahu siapa dia," jawab Senja dengan seulas senyum.

🍃Selesai🍃

Kedai Teh Senja [KumCer] ✓Where stories live. Discover now