Quaranta

4.5K 665 12
                                    

"Pasti sulit untuk orang tuamu berada jauh dari anak-anak mereka," ujar Mama

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Pasti sulit untuk orang tuamu berada jauh dari anak-anak mereka," ujar Mama.

"Sepertinya Mommy dan Daddy justru senang karena bisa menjalani hari dan tidur dengan tenang tanpa dua anak berandalan mereka ini."

Petra memamerkan cengiran penuh rasa bersalah.

"Ah, ya. Dua anak laki-laki." Mama tersenyum penuh arti. "Aku tak pernah bisa membayangkan memiliki dua anak laki-laki. Adam saja sudah cukup melakukan kekacauan di rumah kami. Belum lagi dia kerap mengajari Amaya untuk ikut memanjat pohon, menaiki skateboard, dan meninju teman sekolahnya yang nakal."

"Aku tidak pernah meninju siapa pun," ujar Amaya.

"Aku juga tidak pernah mengajari Amaya melakukan semua itu, dia selalu mengekor," kilah Adam.

"Aku mencium aroma rahasia kenakalan masa kecil Amaya yang belum pernah kudengar sebelumnya," ujar Shulan. "Ayo, ceritakan lebih banyak lagi."

Seperti disemangati, Mama langsung menceritakan tentang kenakalan Masa kecil Amaya yang sering kali mendapat dukungan penuh dari kakaknya. Meski berkali-kali berkilah dan enggan dihubungkan dengan apa yang diceritakan oleh Mama, tapi Adam tertawa setiap kali hal memalukan yang dibuatnya di masa kecil terungkap. Berbeda dengan Amaya yang hanya menggeleng-geleng malu atas perilakunya di masa lalu. Membahas hal lain selain sakitnya Paola membuat Amaya sedikit merasa lebih rileks.

Di tengah obrolan seru mereka, Gina dan Trevor datang membawa sebuah tas besar dan boneka kelinci kesayangan Paola. Gina mengulurkannya pada Amaya sebelum ikut duduk bergabung mendengarkan cerita Mama yang belum juga usai.

"Jadi ini Mister Cotton?" bisik Petra agar tak menginterupsi cerita Mama yang semakin menggebu.

Amaya hanya mengangguk.

"Dia terlihat terlalu imut untuk menjadi laki-laki. Lihat saja, hidungnya pink begitu."

"Paola akan mencubitmu jika mendengar kata-kata itu," balas Amaya turut berbisik. "Paola bilang laki-laki juga boleh berpenampilan imut."

"Dia gadis yang cerdas."

Amaya mengalihkan tatapannya pada Petra dan tersenyum.

"Sudah lama aku tidak melihatmu tersenyum seperti itu," bisik Petra sekali lagi sebelum kembali menyimak cerita Mama.

Semua tawa dan cerita mendadak berhenti ketika tiga orang dokter masuk ke ruang tunggu. Adam yang duduk paling dekat dengan pintu langsung berdiri, diikuti oleh semua orang di ruangan.

"Bagaimana?" tanya Adam pada teman sejawatnya mewakili pertanyaan semua orang.

"Seperti yang sudah kita ketahui bersama, penyakit Paola membutuhkan perhatian khusus yang sangat extra. Kami telah berhasil melakukan operasi pada jantung Paola."

Seruan rasa syukur datang dari bibir semua orang.

"Namun, itu tidak menjamin bahwa apa yang terjadi pagi tadi tidak akan terulang lagi. Kami juga sudah mendorong nama Paola dalam daftar resipien donor jantung. Kami semua berharap Paola bisa mendapatkan donor jantung agar kejadian seperti pagi tadi tidak terulang kembali."

"Terima kasih, Dok."

Amaya maju untuk memeluk dokter. Hal yang sama dilakukan oleh keluarganya. Mereka bergantian memeluk para dokter yang telah menyelamatkan Paola, lalu saling berpelukan penuh kelegaan.

"Apa kami bisa menengoknya?" tanya Mama pada salah satu dokter.

"Paola masih berada di ruang intensif untuk kami pantau perkembangannya selama beberapa jam ke depan. Tapi Anda boleh menengoknya bergantian. Adam?" ujar Dokter Gregory memberi aba-aba agar Adam menjelaskan prosedur untuk menjenguk Paola di ruang rawat intensif.

"Sebaiknya aku masuk lebih dulu untuk melihat kondisinya. Setelah itu aku akan menjemput kalian satu persatu untuk melihat Paola secara bergantian. Oke?"

Amaya mengangguk setuju. Begitu juga dengan yang lain.

"Kalau begitu kami permisi dulu," ujar Dokter Gregory.

"Baik, Dokter," sahut Amaya.

"Terima kasih banyak sudah menyelamatkan cucuku, Dok."

Sekali lagi Mama memeluk Dokter Gregory. Lantas tiga dokter berjas putih itu pun meninggalkan ruangan.

"Aku akan pergi meluhat Paola sekarang," ujar Adam.

"Ini, bawa ini." Amaya mengulurkan Mister Cotton pada Adam.

"Tidak sekarang. Boneka tidak diizinkan masuk ke ruang intensif. Kita bisa memberikan Mister Cotton pada Paola setelah dia stabil dan dipindahkan ke ruang rawat inap." Adam mendorong kembali tangan Amaya seraya berusaha menenangkannya, "Kamu tenang saja, ya. Sebentar lagi kamu akan bertemu kembali dengan Paola. Aku akan berlari ke sana, dan secepatnya kembali untuk membawamu menemuinya. Oke?"

Amaya mengangguk sambil kembali mendekap erat Mister Cotton. Di sampingnya Petra merangkul Amaya dan menuntunnya untuk kembali duduk.

"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kamu melewati operasi-operasi Paola sebelum ini. Apa melihatnya tumbuh juga penuh kekhawatiran?"

"Di hari-hari biasa Paola terlihat amat normal. Dia bisa berlari sangat kencang, melompat, dan berdansa seperti anak seusianya yang lain. Tapi di hari-hari seperti ini memang selalu terasa buruk," jawab Amaya. "Aku beruntung memiliki mereka semua."

"Paola beruntung memilikimu."

"Kuharap dia merasa begitu. Terutama nanti saat dia mulai remaja dan tumbuh menjadi perempuan dewasa."

"Ah! Membayangkan punya anak remaja sepertinya jauh lebih mengerikan. Aku akan membututinya ke mana pun dia pergi."

"Pada akhirnya kalian akan lelah dan membiarkan anak-anak kalian menikmati masa remaja mereka," ujar Mama yang sepertinya sejak tadi menyimak pembicaraan Amaya dan Petra. "Lagipula itu hidup mereka. Sebagai orang tua, kita hanya dititipi untuk merawat dan menjaga anak-anak kita. Namun hidup yang akan mereka miliki, pilihan yang akan mereka ambil, itu sepenuhnya hak dan tanggung jawab mereka sendiri."

"Rasanya sekarang aku merasa agak bersalah atas stres yang kutimpalkan pada kedua orang tuaku jika mengingat-ingat kembali masa remajaku," ujar Trevor.

"Kau memang remaja yang kacau. Hingga sekarang kamu masih kerap membuat mereka pusing. Bukannya menjadi koboy dan mengurus peternakan keluarga, kamu malah mengurus game bodohmu itu."

"Hey, game bodohku itu memastikan ada makanan di atas meja makan kita dan atap di atas kepalamu juga," omel Trevor pada sang istri.

"Iya. Iya. Aku tahu itu. Tapi berbaik hatilah pada orang tuamu. Datangi mereka sesekali, bukan hanya pada saat natal."

Trevor menatap Amaya dengan frustasi.

"Cerewet sekali sahabatumu ini," ujarnya.

"Omong-omong soal orang tua, sepertinya aku harus mengabari pada keluargaku mengenai perkembangan kondisi Paola. Aku permisi dulu."

Petra bangkit dari duduknya dan berjalan keluar ruangan. Amaya memandangi tubuh tegap pria itu dari pintu kaca.

Ada beban berat di pundak Amaya yang kini terasa lebih ringan. Amaya mengartikannya sebagai sebuah kelegaan bahwa Petra dapat menerima Paola dan seluruh kondisi yang menyertainya. Namun, ada ragu yang masih mencengkeram erat hatinya. Benarkah Petra akan bertahan dan menetap jika bukan karena anaknya?

Amaya menghela napas dan mengusir pikiran itu jauh-jauh. Saat ini dirinya masih harus fokus pada proses pemulihan Paola. Dan dia sudah benar-benar tak sabar untuk kembali merengkuh gadis kecilnya ke dalam pelukkan dan menghunjaninya dengan ribuan ciuman.

Truth or Date [Terbit]Where stories live. Discover now