Sei

9.5K 1.2K 35
                                    

"Aku tidak tahu kalau sekarang kamu suka minum," tegur Petra setelah menatap Amaya lekat ketika perempuan itu menenggak tequila

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku tidak tahu kalau sekarang kamu suka minum," tegur Petra setelah menatap Amaya lekat ketika perempuan itu menenggak tequila.

"Tidak ada yang bilang bahwa aku suka minum, Petra." Amaya menggelengkan kepala kuat-kuat demi mengusir dengung yang mulai menjalar dalam otaknya.

"Jadi? Bukankah lebih mudah kalau kamu menjawab saja pertanyaan tadi?"

Amaya mengedikkan bahu seraya berkata, "Ayo, pertanyaan selanjutnya."

Kata-kata itu meluncur dengan tajam, meski Amaya sama sekali tidak berusaha untuk terdengar kasar. Hatinya yang tak menentu dan dua sloki alkohol saja sudah mulai membuatnya tidak mampu mengontrol diri. Ini akan berakhir buruk, pikir Amaya.

Perta menaikkan satu alisnya ketika mendengar ucapan Amaya yang lebih terdengar seperti perintah. Namun, dia menuruti kata-katanya. Diambilnya sebuah kartu sambil menatap wajah Amaya yang mulai terlihat merona akibat alkohol.

"Berapa orang pasanganmu setelah hubungan kita berakhir?" Ada jeda canggung yang terselip di antara mereka, tapi Petra kemudian kembali bersuara, "Apa kamu mau minum lagi untuk menjawab pertanyaan ini?"

"Tidak. Pertanyaan ini mudah," sangkalnya. "Empat tahun terakhir ini aku hanya punya dua pasangan."

Petra memiringkan kepalanya dan menatap Amaya seakan tak percaya. "Serius? Kupikir kamu punya setidaknya selusin pasangan setelah putus dariku. Seingatku saat kita bersama saja ada sederet pria yang mendekatimu secara terang-terangan, dan jauh lebih banyak lagi yang hanya bisa menanti sambil mendoakan kandasnya hubungan kita."

"Kamu menilai aku terlalu tinggi, Petra," kelakar Amaya sambil tertawa renyah.

Apa yang baru dikatakan oleh Petra tadi terdengar konyol, walaupun merupakan sebuah kebenaran. Amaya masih ingat beberapa laki-lakinya yang harus diperingatkan oleh Perta agar tidak sok akrab dengan dirinya. Hal itu sangat memalukan karena Amaya tidak pernah berniat untuk berselingkuh atau melayani niat buruk siapapun. Namun, kadang Amaya menganggapnya menggemaskan dan cukup wajar.

"Benarkan? Memang banyak cowok-cowok uni yang berusaha mendekatimu, meski mereka tahu bahwa kita berpacaran."

"Entahlah, aku tidak pernah memperhatikan niat mereka. Saat itu aku terlalu sibuk jatuh cinta padamu."

Detik itu juga Amaya berharap dapat menarik kata-katanya. Bodoh! Bodoh! Bodoh! Bagaimana bisa kata-kata itu keluar dari mulutnya?! Amaya malu! Benar-benar malu hingga berharap dapat menenggelamkan diri dan kabur dari tempat itu.

"Kamu?" tanya Amaya berusaha meredam siulan dan seruan menggoda yang datang dari segala penjuru studio.

"Aku apa?" tanya Petra berlagak pilon.

"Berapa pacarmu setelah kita putus? Seingatku kamu langsung punya pacar baru tiga detik setelah kita putus," sindir Amaya.

"Please, Amaya. Jangan berlebihan. Aku melewatkan beberapa minggu sendirian sebelum memutuskan untuk berkencan dengan perempuan lain."

Amaya memutar bola matanya sebagai bentuk ejekan bagi jawaban Petra. Amaya tahu, belum sebulan setelah mereka berpisah Petra sudah jalan dengan perempuan lain. Dari apa yang dilihatnya lewat sosial media dan tambahan kabar burung yang hinggap di telinga Amaya, pria itu sama sekali tidak membuang waktu untuk mulai berkencan dengan perempuan lain meski hubungan yang mereka bangun selama 27 bulan baru saja kandas. Mendengar Petra membela diri di depan kamera membuat Amaya merasa mual akibat amarah.

"Aku punya depalan pasangan setelah hubungan kita berakhir," aku Petra setelah sibuk berhitung dengan jemarinya.

"Setengah lusin lebih! Luar biasa." Amaya bertepuk tangan seraya terbahak.

Kecewa mungkin bukan kata yang cocok untuk menjelaskan perasaannya saat ini. Rasanya lebih seperti meneteskan air jeruk nipis ke atas luka yang ternyata masih menganga. Puluhan ribu jam telah terlewati, ratusan purnama juga sudah dia lalui, tapi ternyata masih ada perih yang terasa, jauh di dalam hatinya. Perasaan yang dikiranya telah lama sembuh justru bergejolak, menusuk bagaikan ribuan jarum pada matanya yang kini pedih dan siap menumpahkan hujan air mata jika tidak ditahannya sekuat tenaga.

Truth or Date [Terbit]Where stories live. Discover now