Cinta Bersemi Kembali?

Mulai dari awal
                                    

"Baik. Saya akan sarapan, Pak."

Dan setelah mati-matian berlari menaiki tangga, ia harus kembali ke lantai dasar untuk sarapan. Jika tahu pria itu akan memintanya makan, maka dia tidak akan selelah ini sekarang.

•••

Pukul 12.30 siang. Devano bersandar di sudut meja seraya bersedekap dada, memperhatikan gadis cantik yang tengah sibuk menata berkas-berkas yang ada di rak ruangan. Sesekali  senyum samar mengembang di bibir manisnya, melihat sang sekretaris harus berjinjit saat hendak menaruh berkas di rak yang cukup tinggi.

Rasanya, dia ingin mengangkat tubuh mungil itu agar tidak kesulitan lagi, tetapi urung dilakukan karena mengerjai Alana selalu menjadi kepuasan tersendiri baginya. Apalagi saat mendengar omelan dan sumpah serapah yang dilontarkan sang pujaan hati, hal itu justru terdengar seperti nyanyian yang begitu merdu. Ya, katakanlah dia lebay, alay, budak cinta, atau apapun, yang jelas dirinya akan melakukan apa yang membuatnya bahagia.

"Pak Dev!" tegur Alana.

"Hah?!" Pria itu langsung membuyarkan lamunannya, dan sedikit terkejut saat mendapati Alana sudah berdiri di hadapannya seraya mendengkus kesal. Menggemaskan. "Sejak kapan kamu berdiri di sini?" tanyanya datar.

"Sejak Bapak ngelamun sambil senyum-senyum sendiri. Ngelamunin apa, sih? Penasaran saya tuh," jawab Alana, sambil menggerakkan alisnya naik-turun. Lucu.

"Kamu--"

Brugh.

Devano langsung terjatuh, saat Alana yang salah tingkah tiba-tiba mendorong bahunya hingga kehilangan keseimbangan. Karena dalam posisi tidak siap.

"Hakh! Maaf, Pak ... nggak sengaja! Ayo saya bantu." Gadis bersurai panjang itu segera mengulurkan tangannya, dengan wajah panik karena tak sengaja mendorong Devano. Sungguh, ia hanya melakukannya secara spontan.

Devano menghela napas, setelahnya menerima uluran tangan Alana. "Tarik," titahnya.

"Semongko!" Alana langsung menepuk mulutnya menggunakan tangan kiri, lalu tersenyum kikuk. "Maaf, Pak, refleks itu barusan. Saya kira, Bapak, bilang, 'Tarik Sis'. Makanya, saya jawab 'Semongko', gitu," celotehnya memberi alasan, agar tidak dimarahi.

"Ya sudah, cepat tarik!"

"Iya, Semongko---eh, maksudnya, iya, Pak."

Gadis itu langsung menarik tubuh Devano dengan sangat kuat, karena pria itu tidak mengeluarkan tenaga sama sekali. Sialan. Lagi-lagi ia dijaili. Jika saja ini bukan di kantor, sudah pasti dirinya akan membalas perbuatan laknat bos paling menyebalkan itu.

Beberapa menit kemudian, Devano akhirnya berdiri setelah puas menjahili sekretaris polosnya. Bahkan ia bersikap tenang seolah tak berdosa, walau Alana menatapnya dengan tajam.

"Kayanya, Pak Dev, emang udah nggak waras ya? Waktu itu Bapak ngechat saya pake kata-kata super lebay, dan sekarang bikin saya darah tinggi. Mau Bapak, apa sih, huh?!" geram Alana.

Devano mengerutkan dahi. "Kapan saya mengirim pesan ke kamu?"

"Waktu, Pak Dev, jatuh dari kursi!"

"Mimpi. Saya tidak memegang ponsel hari itu," elak Devano.

"Oh ... jadi, Bapak, nggak percaya?! Nih saya tunjukin!"

Gadis itu mengambil ponselnya, lalu menunjukkan pesan WhatsApp tepat di depan wajah Devano. Hingga membuat pria itu terbelalak setelah membacanya.

"Apa-apaan ini?!" Devano merebut ponsel dari tangan sekretarisnya, kemudian mendengkus kesal. Sedangkan Alana tersenyum penuh kemenangan, seraya bersedekap dada.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang