03. Kejadian Rabu

En başından başla
                                    

"Si Nares anjing lagian, udah tau kayak gitu masih aja keras kepala." Reza mengumpat kasar.

Haikal langsung menyenggol lengan Reza untuk menyuruh pemuda itu agar diam karena dia ingin menguping pembicaraan.

"Gak semua masalah pribadi orang bisa diceritakan, pak." Ujar Haris dari dalam ruangan yang membuat Haikal terkikik.

"Demen nih gue sama yang kayak gini." Kata Haikal.

"Kamu melawan saya?!" Sentak pak Hakim.

"Ya mana berani saya, pak. Saya cuman ngasih tau pendapat aja." Ujar Haris lagi.

"Haris." Rachel menegur tegas yang membuat atmosfer ruangan semakin dingin dan mencekam.

Nares menoleh kearah gadis yang berdiri satu-satunya itu, kemudian mendecih pelan.

"Heh, kamu kan bilang gak ikut-ikutan sedangkan kamu ada disana tadi. Bisa diceritakan?" Giliran Rachel yang ditanyai.

Rachel diam, menunduk dalam.

Pak Hakim menghela nafas panjang, menyenderkan tubuh kepunggung kursi sambil membagi tatapan pada 3 orang dihadapannya ini.

"Kalian mau jadi apa kalau kerjaannya kayak gini? Kamu, Nares Adhinatha, saya kenal betul sama ibu kamu. Mau saya laporin ke dia kalau anaknya berantem sama temen sekelasnya sendiri?"

Nares tentu menggeleng. Dia sangat menyayangi ibunya lebih dari apapun, jangan sampai hati ibunya tersakiti hanya karena masalah sepele yang dia alami.

"Kamu, Haris, saya juga kenal dengan pamanmu. Mau saya laporin ke dia kalau kamu berantem terus disini? Kamu ini ya, belajar malasnya minta ampun. Giliran berantem gini gak mau ketinggalan."

"Laporin aja, pak. Paling mereka gak peduli." Sahut Haris tenang. Seperti tak ada beban saat mengucapkan sederet kalimat itu, mungkin karena dia merasa dapat tekanan dari pak Hakim.

Rachel, Nares dan pak Hakim sontak menatap Haris sekilas. Terkejut dengan pernyataan Haris yang tiba-tiba.

Melihat itu, Haris tertawa remeh. "Ini makanya saya bilang gak semua bisa diceritakan. Orangtua saya cerai. Udah puas?" Ucap Haris menusuk lalu keluar dari ruangan meninggalkan keheningan yang dia ciptakan.

Langkah Haris terhenti saat menangkap lima orang diluar ruangan. Mereka berlima pun kini menengok Haris dengan berbagai macam pertanyaan.

Namun yang terjadi selanjutnya sesuai dugaan, tanpa meninggalkan sepatah kata Haris pergi melanjutkan langkahnya yang tertunda.

Lia yang tak sengaja menyaksikan bagaimana tajam dan tidak bersahabatnya tatapan Haris tadi langsung mengeratkan genggaman tangan. Ia merasa mereka berlima seperti akan diterkam oleh Haris.

"Songong banget muka lu. Ngajak tawuran?!" Teriak Haikal kala Haris sudah pergi.

Jafran menoyor dahi Haikal, "Udah keburu pergi baru berani bilang gitu. Elo tuh yang songong!"

"Eh, elo kok bela dia?" Tentu saja Haikal tak terima.

Reza ikut menoyor Haikal, "Diem dulu bambang! Gak kedengeran nanti suara mereka."

"Elo tuh yang diem cabe pasar!" Hardik Haikal sambil mengelus dahinya yang toyorable.

Reza mendengus, "Dasar Budi!"

Mendengar nama asing disebut, Lia mendekatkan bibir ketelinga Yana. "Budi siapa?"

"Bapaknya Haikal." Jawab Yana pelan.

Tak berselang lama, Nares dan Rachel keluar dari ruang BK yang mana membuat kelima orang itu langsung berdiri tegak.

"Udah selesai?" Tanya Jafran meluruskan pandang kearah Nares.

Move OnHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin