11. Kertas Hitam

857 121 39
                                    


Marahnya Nares kali ini tak main-main. Tatapan ramah dimatanya yang selalu terpancar itu lenyap dan hilang entah pergi kemana. Dia sangat kesal mendengar pengakuan gila Haikal.

Nares adalah orang yang paling sulit menahan emosi, sebenarnya orang seperti dia inilah yang sangat memerlukan seseorang yang bisa mengontrol juga mengendalikan segala bentuk emosi yang dia punya.

Dan Nares tahu, seseorang itu bukanlah Rachel.

Di sepanjang jalan, Nares terus berpikir. Memikir pada siapa sebenarnya sang hati berlabuh.

Sejujurnya, Nares selalu dihantui rasa bersalah sama Rachel atas perlakuan dia hari itu. Seharusnya Nares menepati janji, tapi karena ada sesuatu dia jadi terpaksa mengingkari. Memang benar apa yang Jafran bilang tadi bahwa saat bersama Rachel, hanya ada rasa sedih dan rasa bersalah yang hinggap dihatinya.

Kepada Rachel, Nares ingin memberi penjelasan lengkap. Dia tidak rela jika putus tapi masih ada kesalah pahaman diantara mereka.

Sedangkan kepada Lia, Nares ingin memberi perhatian penuh. Tetapi bukan perhatian antara teman. Itulah mengapa Nares tidak rela jika kebaikannya selama ini dianggap tak berarti.

Jikalau dia memang menyukai Rachel, buat apa susah payah memberi perhatian pada Lia? Dan Jika dia memang menyukai Lia, buat apa dia masih peduli terhadap masalalunya dengan Rachel?

Sungguh konyol jika Nares menyukai kedua perempuan itu.

Nares melangkah lebar dan pasti, kali ini langkahnya membawa dia ke daerah yang selalu menjadi tempat 'pelarian' para siswa; Kantin.

Manik mata kecokelatan milik Nares bergerak kesana-kemari, meneliti setiap sudut kantin. Ketika dia sudah menemukan orang yang dia cari, maka Nares kembali melanjutkan langkah dengan mata yang menatap lurus kedepan, fokus pada tujuan utamanya.

"Li." Tegur Nares saat dia sudah berdiri tepat disamping Lia.

Lia yang tadi hendak menyuapkan sesendok bakso langsung mengurungkan niat, dia mendongak keatas untuk melihat siapa gerangan.

"E-h ada apa, Na?" Tanyanya berusaha santai. Sekelebat bayangan wajah sangar Nares ditambah perkataannya yang begitu kasar semalam langsung terlintas dan menggerogoti tubuh Lia.

Dalam diam Nares menerawang manik mata gadis itu, sungguh demi apapun melihat tatapan yang Lia berikan sangat melukai hati Nares. Hati Nares seolah ditusuk oleh ribuan belati yang tajam kala menyadari Lia sedang memendam rasa takut.

Nares, lo udah gegabah banget. Batinnya berbisik.

Melihat Nares terdiam membatu sambil menatapnya intens, Lia jadi berdehem. "Na?"

Nares mengerjap berulang kali, berusaha menguasai diri. Bukannya menyahut, dia malah melirik kedua orang yang duduk didepan Lia. Saat Nares tak sengaja menciptakan kontak mata dengan Rachel, Nares segera memutus duluan. Hal ini malah membuat Rachel bertanya-tanya dalam hati, tak biasanya Nares begini.

Supaya tidak terlihat peduli, Rachel kembali melahap sisa makanannya yang ada dimangkuk.

"Aneh banget deh lo." Kata Yana, satu sudut bibir atasnya terangkat. Yana memasang ekspresi julid.

Tak mengindahkan ucapan Yana, Nares langsung menarik tangan Lia hingga membuat sang empu terpaksa berdiri dari duduknya.

Bola mata Rachel tanpa sadar mengikuti pergerakan Lia, sedangkan tangan kanannya yang mengangkat sendok mengambang di udara. Terhenti begitu saja.

"Bodoh. Lo gak liat dia kesakitan?" Sinis Rachel pada Nares.

Nares tersenyum miring. "Gak."

Usai itu, Nares membawa Lia meninggalkan area keramaian kantin. Lia tampak ingin melepaskan tangannya dari Nares, tapi gagal karena Nares malah semakin menguatkan tautannya.

Move OnWhere stories live. Discover now