20. Susu Kotak

938 119 135
                                    

Terhitung ini sudah hari ke-2 tanpa seorang Nares Adhinatha di sekolah.

Nares masih sakit, jadi dia tidak bisa berangkat sekolah hari ini. Sebenarnya kata Jafran, kondisi Nares sudah lebih membaik setelah kedatangan Lia semalam. Tapi dengan segala bentuk keposesifan, Yulia segera melarangnya untuk sekolah dulu, takutnya Nares bertambah sakit atau penyakitnya menular ke orang lain.


Lia melirik ke arah pintu kelas, Rachel baru saja tiba dengan Haris. Namun anehnya saat Lia terang-terangan menatap Rachel, gadis berambut pendek itu langsung membuang muka.

Apa Rachel marah? Seharusnya Lia lah yang marah karena Rachel berlagak tidak mau berdekatan dengan Nares lagi padahal semalam ia menjenguk Nares sendirian.

Maka sepanjang jalan pulang, Lia terus berfikir negative. Apa hal selanjutnya yang mereka berdua lakukan di ruangan privasi itu?

Pikiran-pikiran buruk menggerayangi tubuh Lia. Membuat Lia mau tidak mau terus mengumpati mereka. Walau pada ujungnya ia beristighfar karena sadar sudah punya banyak dosa.

Rachel duduk di kursinya, di depan meja Lia dan Yana. Biasanya ia akan menyapa atau menjahili mereka berdua dulu, tapi ia tampak enggan melakukannya.

"Woi, badmood lo?" Tanya Yana, mencolek bahu Rachel.

Rachel menurunkan tangan Yana dari atas bahunya, ia berujar tanpa repot-repot menoleh ke belakang. "Sok tau."

"Yaelah, ditanyain malah gitu." Yana kesal sendiri.

"Biarin aja Yan, songong." Sahut Lia sambil mencoret asal di lembar kertas buku tulisnya.

Bahu Rachel melemas, lalu sang empu terpaksa membalikkan badan dengan sedikit menyentak. "Iya, gue badmood. Udah kan?"

"Apa-apaan!" Yana mendengus semakin kesal.

Rachel sangat berbeda hari ini, dia begitu dingin tidak tersentuh persis seperti Lia dulu.

Menyaksikan pertengkaran kecil yang terdengar serius itu, jauh di dalam lubuk hati Lia merasa terpuruk. Apa sekarang persahabatan antara Yana dan Rachel yang ia rusakkan? Lia tidak ingin hal itu terjadi. Kalau saja sampai menjadi nyata, maka Lia tidak akan mau memaafkan dirinya sendiri.

***

"Rachel, nggak ngantin lo?" Ajak Yana. Nadanya macam rela tak rela kala menanyakannya.

Rachel yang tengah menyimpan buku-buku ke dalam tas pun menyahut singkat. "Ngantinlah."

"Yaudah—"

"Chel, ayo. Semalem katanya mau ngantin bareng?" Belum sempat Yana menyelesaikan apa yang mau ia ucap, Haris sudah lebih dulu memotong. Anak laki-laki bermimik bak pangeran di negeri dongeng itu menghampiri Rachel dan merangkul bahunya.

"Ayo." Kata Rachel, mengeratkan rangkulan Haris di bahunya sebelum pergi keluar kelas bersama-sama.

Yana terpaku, matanya terus menatap kepergian Rachel dan Haris dengan tatapan kosong.

Selama menjalin persahabatan dengan Rachel, belum pernah ia terabaikan atau terasingkan seperti tadi. Biasanya Rachel akan mengeluarkan kalimat permintaan maaf ataupun kalimat lain agar Yana tidak marah padanya.

Sebenarnya bisa saja Haris bergabung dengan keduanya, namun teman kecil sekaligus kekasih dari Rachel itu dengan terang-terangan menolak, lantaran takut orang lain punya pikiran negatif mengenai mereka bertiga.

Sungguh pemikiran yang sangat dangkal.

Lia melirik Yana tidak tega, lalu menyenggol lengannya. "Kok melamun sih? Ayo makan, aku laper banget."

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang