16. Sandaran

607 110 81
                                    

"Lia Berhenti!"

"Lia! Tunggu dulu dong."

"Lia!" Akhirnya Reza bisa meraih tangan mungil itu.

Lia berhenti melangkah, menghadap Reza agar pemuda itu bisa menyadari bahwa dia sedang tidak ingin di ganggu.

Reza diam, memperhatikan wajah Lia dalam-dalam dengan napas yang masih sedikit tersenggal karena berlari kencang.

Bibir Lia yang bergetar kecil, hidung Lia yang kelihatan memerah, dan terakhir tatapan Reza terpaku pada manik mata Lia yang sudah berkaca-kaca. Siap untuk mengeluarkan bulir air sebagai pelampiasan rasa sakit hati yang begitu mendalam.

"Sakit banget ya, Lia?" Tanya Reza lembut.

Lia memejamkan mata, melepaskan tangannya dari tangan Reza. "Za, udahlah."

"Gak bisa!" Tolak Reza mentah-mentah. Meraih tangan Lia lagi untuk ia genggam.

"Ayo ikut gue." Katanya memandu.

Lia kali ini memilih pasrah, tenaganya terkuras habis dimakan emosi.

Sungguh, Nares sukses menancapkan ribuan belati tajam tepat ke hati Lia. Mengakibatkan perasaannya hancur berkeping-keping.

Lia masih deja vu dengan perasaan ini, rasa yang sama dengan yang seseorang beri padanya tempo lalu. Meninggalkan bekas luka dan menyisakan kenangan pahit di memori ingatan Lia sendiri.

"Mau kemana?" Lia tidak tahan untuk menyimpan pertanyaan. Lia kira ia mau di bawa ke kelas, namun rupanya Reza membawanya ke parkiran sekolah.

"Naik aja, gue tau lo butuh udara segar." Kata Reza sembari menunjuk jok belakang motornya yang kosong dengan dagu.

Walaupun ragu, Lia memilih untuk menurut. Terserahlah, toh dia sendiripun tak bisa menangkis fakta bahwa dia memerlukan pelampiasan.

Berikutnya setelah Lia naik, Reza melajukan motornya keluar dari area sekolahan setelah mengecek Lia duduk nyaman di jok belakang.

***

Reza menyuruhnya untuk duduk di ayunan dan menunggunya sebentar saja. Lia tak ingin bertanya kemana Reza akan pergi, padahal Reza berharap Lia akan peduli.

Agak lama Lia duduk di ayunan taman sendirian, tatapannya pun kosong ke depan.

Mungkin satu dua orang yang lewat menatap ke arahnya aneh, wajar saja, karena ini masih terbilang jam pelajaran.

Tiba-tiba suhu dingin merambat ke sekitar pipi kanannya, Lia meringis terkejut. "Astaga!"

Seseorang yang berdiri tegak disamping terkekeh, lalu menyodorkan satu es krim cone yang masih terbungkus kemasan. "Nih, es krim."

"Iya, itu es krim."

"Ck bukan itu maksud gue, buru ambil sebelum mencair." Paksa Reza, pasalnya Lia seperti ragu untuk menerima es krim darinya.

Setelah Lia mengambil alih es krim dari tangannya, barulah Reza mengisi ayunan yang letaknya tepat di sebelah si gadis itu.

"Habis." Ujar Lia, melempar bungkus es krim ke tempat sampah yang lumayan jauh dari tempat mereka. Untungnya masuk.

Reza mendelik kecil, "Cepet banget. Gue aja masih banyak."

Lia menoleh, "Kamu kan lama kayak siput."

Reza diam, menahan tawa membuat Lia mau tak mau salah tingkah. "Apa sih?!"

"Itu—ahahah!"

"Apa? Kenapa?!" Lia jadi geram sendiri.

Move OnWhere stories live. Discover now