O6

2.2K 495 18
                                    

-

 "Nai!" panggil Yui dari arah belakang mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nai!" panggil Yui dari arah belakang mereka. "Gue bareng!" Yui segera berlari menghampiri Nai, ia melihat Ricky namun tak kenal dengan satu orang di sampingnya. Ia hanya tak pernah tahu nama gadis itu .

Nai menatap ke arah Yui. Gadis itu lalu mengapit lengan Yui. "Gue duluan, ya." Nai berpamitan, tapi ada yang aneh. Ricky tak ikut dengannya, biasanya lelaki itu akan keras kepala untuk mengantarnya tapi sekarang kenapa Ricky masih belum mengikutinya.

Yui melihat Nai yang terlihat berpikir.  Yui  juga merasa aneh pada Ricky yang tak menawarkan diri untuk mengantarkan Nai ke kelas, biasanya lelaki itu yang paling peduli terhadap Nai.

Nai merasa tak enak dengan perasaannya, rasanya sakit ketika cara Ricky menyikapinya berubah meskipun perubahannya sekecil semut. Akan tetapi, ini Nai yang gengsi untuk mengatakan perasaannya yang sebenarnya.

Seluruh  mata menatap Nai ketika gadis itu melangkah memasuki kelas bersama Yui. Gadis yang biasa memasuki kelas dengan berkacak pinggang atau menyilangkan tangan di depan dada itu masuk dengan murung dan sedih hari ini, membuatnya menjadi pusat perhatian.

Serin langsung menghampiri Nai. "Lo gapapa kan?" Sering bertanya sembari memegang lengan Nai.

"Gue gapapa kok," jawab Nai dengan wajah juteknya. Semua mata yang memandangnya langsung beralih memandang hal lain mendengar respon Nai terhadap Serin.

Haina menghampirinya, yang dilihatnya berbeda. Nai berbohong, ketika ditanyai Serin mata gadis itu enggan menatap mata Serin yang menanyainya.

Haina  membawa Nai untuk duduk di tempatnya. Ia melihat Nai yang masih sok tidak peduli menutupi kecemburuannya.

Dio yang duduk di bangku sebelah menoleh ke arah mereka. "Ngapain sih, Na? Bantuin Nai segala," ucap Dio dengan nada malas.

Haina mengambil kamus bahasa Inggris yang tergeletak di depannya. Gadis itu lalu menggunakannya sebagai alat pukul, memukul tepat di kepala Dio.

Nai hampir tertawa melihatnya. Pada akhirnya rasa kesalnya pada Dio terbalaskan oleh gadis yang ditaksir lelaki itu.

Dio memelotot tak percaya, langsung murung ketika Haina menatapnya sinis. "Tega banget, kamu mah," ucap Dio dengan cemberut.

Siswa-siswi lain yang melihat mereka tak percaya. Haina yang sebelumnya  di kenal tak mau menanggapi Dio malah memukulnya hari ini.

"Maaf tapi gue gak suka cowok yang gak menghargai orang lain," ucap Haina dengan nada serius. Gadis itu lalu kembali menghampiri Nai.

Yui dan Serin menatapnya hebat. Setidaknya yang Haina lakukan bisa membuat Dio bungkam berhari-hari. Kedua sahabat itu mengacungkan jempolnya pada Haina.

Nai tersenyum puas. "Makasih, loh. Lo udah membantu gue buat balas dendam," ucap Nai, setelahnya ia menoleh pada Dio yang menunduk lesu mendengar ucapan Haina. Rasanya Nai ingin tertawa sampai sakit perut. "Eh, boleh tahu enggak, Na? Kenapa sih lo cuek banget ke Dio? Dia baik ke lo terus gak sedikit yang mengakui dia ganteng. " Nai bertanya, penasaran pada Haina yang cuek pada Dio selama ini.

Yui dan Serin langsung mendekat ke arah mereka, keduanya sama penasarannya seperti Nai.

Haina memegangi tangannya. "Gue gak suka," ucapnya yang membuat Nai, Yui, dan Serin kaget .

Nai mengangguk paham sambil membulatkan mulutnya. Semua orang bebas menilai dan menyukai dan ada kalanya manusia tak tertarik pada fisik saja melainkan sikap, dilihatnya sikap Dio memang menyebalkan patut Haina tak menyukainya.

Haina tersenyum lalu menatap mereka yang sepertinya sudah salah paham. "Gue gak suka, gue yang terlalu jatuh cinta, kalau gue menanggapi Dio sekarang takutnya dia langsung bosen. Kalau gamon gue sendiri yang repot. Gue kasih tahu aja, dia ngedeketin gue awalnya cuma buat buktiin kalo semua cewek yang ada di sekolah ini mau sama dia."  Haina menjelaskan, membuat ketiga orang yang mendengarnya kembali kaget dengan pernyataannya.

Haina  menepuk pundak Nai. "Sebenarnya apa sih, Nai? Sesuatu yang buat lo sampai semurung itu sewaktu masuk kelas tadi? Gak usah mengelak gue tahu lo bohong." Haina mengubah topik pembicaraan sekaligus menanyakan kepenasarannya.

Nai menggeleng, berlagak sok tidak apa-apa. "Gue udah bilang tadi, kan? Gue gapapa, ya." Nai memperjelas sembari menggaruk hidungnya yang tiba-tiba gatal entah karena apa.

Haina menatapnya serius. "Lo bohong lagi," ucap Haina lalu menghembuskan napasnya panjang.

Serin mengangguk menyetujui ucapan Haina. "Menurut psikologi atau pakarnya, kalo bicara sambil menggaruk hidung itu biasanya bohong. " Serin menjelaskan.

Yui memutar bola matanya malas. "Lo udah berapa lama jadi temen gue? Segitu gengsinya mau cerita tentang Ricky tadi." Yui curiga Nai sebenarnya cemburu pada Sora tapi hanya gengsi saja untuk menceritakannya kepada dirinya.

Nai langsung menggeleng. "Gue sama Ricky cuman sahabat. Cemburu? Hah! Gue aja cemberut begini dari rumah gara-gara Kak Sean numpahin teh di boneka gue." Nai berbohong lagi, ia hanya belum mau ada yang mengetahui bahwa ia sebal ketika Ricky dekat dengan gadis lain.

Ketiganya mengangguk percaya lalu duduk di kursi masing-masing. Yui sebetulnya kurang percaya dengan apa yang Nai akui karena  Nai orang yang pintar menyembunyikan perasaannya.

Juan  mendengkus kesal ketika melihat Ricky yang semakin akrab dengan Sora4, dari gayanya saja sudah menjengkelkan 5, pura-pura polos, dan menonjolkan sisinya yang lebih baik daripada siapa pun6.

Mereka bertiga duduk di kursi masing-masing2, lalu Sora yang berada di depan tempat duduk Juan dan Ricky duduk menghadap belakang3. Kelas sudah sedikit ramai melihat sepuluh menit lagi sudah memasuki jam pelajaran pertama1(ditambahin keterangan tapi).

Sora menoleh ke arah Juan. Gadis itu tersenyum manis. "Juan, kenapa? Ada yang salah? Liatnya biasa aja, ya," ucap Sora yang sedari tadi merasa diawasi oleh Juan.

Juan membuang muka setelah ketahuan oleh Sora karena melihatnya dengan sinis. "Gak sih, cuma gue gak suka sama lo aja. Eh! Ralat, habis ini makin gak suka, deh," ucap Juan sinis.

Ricky menggelengkan kepalanya heran, lalu menghembuskan nafasnya panjang. "Dia iri aja. Maklum, belum deket sama cewek manapun sejak putus sewaktu kenaikan kelas tahun kemarin." Ricky menjelaskan membuat dirinya dan Sora tertawa.

Juan melirik tak suka pada Ricky. "Emang sialan, Ki. Temenan sama lo," ucap Juan dengan wajah yang ditekuk. Di matanya Sora hanya mencoba seperti Nai versi ceria seperti dahulu bukan Nai yang jutek seperti sekarang. Juan tak mengerti mengapa Nai berubah  tapi melihat Ricky yang berbuat baik pada Sora membuatnya paham bahwa Ricky rindu Nai yang dulu.

Ricky menganggapinya dengan tersenyum, tahu Juan hanya bercanda karena laki-laki ini tak bisa marah padanya.

"Sora," panggil ketua kelas dengan nada cukup tinggi.

Sora yang dipanggil langsung menoleh, kemudian berbalik lagi menghadap Ricky. "Bentar ya," ucapnya lembut lalu langsung pergi menghampiri si ketua kelas.

Ricky menoleh ke arah Juan, dilihatnya lelaki itu menatap Sora dengan dingin. Ricky merasa Juan tak suka pada Sora. Padahal yang Ricky lihat, Sora itu gadis baik. "Kenapa sih? Keliatannya gak suka banget sama Sora?" Ricky bertanya merasa selama ini Juan kurang sopan pada Sora.

Juan mencoret-coret meja dengan pensil, kemudian melirik Ricky. "Tau sendiri setiap lo deket sama cewek, Nai yang jadi sasarannya." Juan menjawab.

Ricky langsung tertunduk memikirkan ucapan Juan, selama ini Nai selalu diganggu oleh gadis yang dekat padanya. Hal itu membuat Ricky merasa menjadikan dirinya beban bagi Nai , tapi apa yang perlu ia khawatirkan jika dekat dengan Sora? Gadis itu baik dan juga cukup akrab dengan Nai. Bukan menjadi ancaman bila ia dekat dengannya.

Ricky memikirkannya baik-baik, ada sesuatu dalam diri Sora sesuatu yang dirindukannya. Seperti Nai yang dulu, Nai yang ceria bukan Nai yang seperti sekarang. Nai yang berubah karena perempuan yang menjadi kekasihnya dulu.

Juan yang melihat Ricky bengong langsung menepuk pundak laki-laki itu agar tersadar. "Sekarang gimana? Masih mau deket sama Sora." Juan bertanya, tetapi teman sebangkunya itu masih diam dan terlihat berpikir.

"Ayo!" Ajak Juan sambil menepuk pundak Ricky. "Demi lo, gue sampe mau ketemu mantan gue. Gue temenin ke kelas Nai, seenggaknya kalo lo mau lanjut sama Sora bilang dulu sama dia," ucap Juan sembari menarik kerah baju Ricky.

Ricky menatap Juan. Laki-laki itu sudah berdiri di sampingnya. "Emang harus, ya? Nai pernah bilang gak perlu lagi ijin ke dia." Ricky menjelaskan.

Juan menatap Ricky tak percaya. "Lo pernah tau perasaan dia? Cewek itu apa-apa pake perasaan." Juan berdecih sehabis mengucapkannya.

Ricky beranjak dari tempat duduknya. "Ya udah ayo, tapi bukan tetang Sora yang mau gue omongin ke dia,"  ucap Ricky lalu keluar kelas diikuti Juan di belakangnya.

Juan  tak terlalu memikirkan apa yang ingin dibicarakan Ricky pada Nai, yang terpenting baginya adalah membuat Ricky jauh dari Sora. Makin kesini Sora makin menempel saja pada Ricky.

Suasana lorong menuju kelas Nai sangat ramai, tinggal beberapa menit lagi memasuki jam pelajaran pertama jadi murid-murid berhamburan untuk segera memasuki kelas.

"Gue gak jadi ikut lo, Ki. Gue tunggu disini aja," ucap Juan bertepatan dengan keduanya yang sudah sampai di depan kelas Nai, laki-laki ini terlalu takut bertemu masa lalunya.

Ricky melirik Juan malas, meski pintu kelas Nai tertutup tapi Ricky yakin belum ada guru yang memasuki karena suara yang terdengar bising dari kelas ini. Baru saja Ricky ingin membuka pintu, seorang sudah membuka pintu sambil tertawa, itu Serin .

Ricky tersenyum jahil pada Juan ketika melihat Serin berhenti tertawa ketika keduanya bertatapan.

Juan langsung berkeringat dingin ketika bertatapan dengan Serin, mantan pacarnya. Juan menjadi mematung, jujur dia belum bisa melupakannya.

"Loh, Ki. Ngapain kesini?" tanya Nai tanpa tersenyum sedikit pun, kemudian gadis itu membulatkan matanya tak percaya melihat Serin yang bertatapan  dengan Juan.

"Biarin aja," lirih Ricky lalu masuk ke kelas Nai, kemudian menuntun Nai untuk ikut dengannya.

Hanya sebagian siswa-siswi kelas ini yang menanggapi kedatangan Ricky, sebagian sibuk sendiri pada kegiatannya.

"Lima menit lagi masuk woy! Ngapain ke sini?" tanya Yui sinis dengan sigap gadis itu langsung mengambil ancang-ancang untuk menendang keluar Ricky dari kelasnya, sebagai ketua kelas ia harus tegas dan menjaga supaya terlihat baik oleh para guru.

Ricky  menghadang Yui dengan tangannya. "Sabar, gue cuma mau biara sebentar sama Nai. Abis itu gue balik ke kelas gue." Ricky segera mengklarifikasi, takut Yui semakin marah dan benar-benar menendangnya.

Yui menghembuskan napasnya kasar, matanya memutar malas. Tapi tetap ia mengizinkan Ricky untuk bicara sebentar pada Nai, bisa saja laki-laki itu membicarakan hal tadi hal yang kemungkinan membuat Nai sampai cemburu.

"Nai, gue minta maaf ya!" ucap Ricky dengan raut muka merasa bersalah. "Selama ini gue gak sadar buat lo kesusahan," tambahnya seraya menunduk lesu.

Yui marah dalam batinnya, orang yang berkoar-koar sebagai orang yang selalu ada buat Nai dan yang paling mengerti Nai selama ini tak menyadari kesalahannya. Ricky patut disalahkan, laki-laki itu tak pernah berucap terima kasih atas bantuan Nai.

Jika Ricky suka gadis yang ini itu, maka Nai yang akan membantunya lebih dekat. Tapi, tak lama gadis itu akan ia buang. Menjadikan Nai sebagai sasaran atas kemarahannya karena menganggap Nai yang mempengaruhi Ricky untuk memutuskan hubungan mereka. Setiap hubungan yang Ricky jalin selalu Nai yang terkena imbasnya.


Nai mengangguk menerima permintaan maaf Ricky. "Bukan salah lo, salah cewek-cewek itu yang udah dibutakan cinta," ucap Nai dengan masih cemberut, sewaktu ia berada dalam posisi itu rasanya ingin menangis dan mengakhiri hubungan persahabatannya dengan Ricky. Tapi, laki-laki itu selalu baik saat ia berpikir ingin mengakhirinya.

Nai menepuk pundak Ricky. "Buruan ke kelas lo, gih! Udah hampir bel masuk." Nai mendorong-dorong Ricky sampai laki-laki itu keluar dari kelasnya. "Nanti sore, Kak Sean mau ikut nonton lo latihan. Kak Satya, Kak Hesa, sama Kak Jey bakalan ngikut juga. Siapin mental, tau kan mereka kalo nge-judge kaya apa," ucap Nai, kemudian gadis itu menuntun Serin yang masih mematung di depan kelas.

"Woy bocah klimis! Kalo mantan ya udah move on, kalo gamon, ya. Ajak balikan lah! Tampilan klimis kok mau mengakui aja susah," sindir Nai sembari menyilangkan tangannya di depan dada. Ia melindungi Serin didepannya.

Juan menggaruk kepalanya yang benar gatal. "Satu kata, sih, Nai. Ngaca!" balas Juan dengan nada lantang, ucapannya sukses membuat seluruh mata menatapnya.

Nai mengerutkan keningnya. "Gue emang gamon sama siapa? Gak ada tuh," ucap Nai dengan bingung. Benar selama ini, ia tak terlalu memikirkan masa lalunya karena bagi Nai masa lalu itu tidak penting.

Ricky juga ikut dibuat bingung, ia menyenggol lengan Juan. "Buruan! Kalo guru dateng kita bisa kena tegur." Ricky menarik tangan Juan untuk mengikutinya.

Juan menoleh ke arah Nai. Ia membatin 'Lo sama aja, dasar bego! Lo juga susah bilang perasaan lo ke Ricky, kan?'. Juan hanya belum bisa mengatakannya takut ada kesalahpahaman dan malah membuat persahabatan keduanya berakhir. Daripada gagal move on, friendzone lebih menyulitkan .

𝐫𝐞𝐥𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧𝐬𝐰𝐞𝐞𝐭 𐀔 ni-ki. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang