19

1.5K 302 20
                                    




Siang ini, Saga yang kebagian shift untuk melatih kelima tim inti tak pernah berhenti mengomel. Di bawah teriknya sinar matahari Saga mengomeli kelima orang itu yang terus melakukan kesalahan.

Saga menyilangkan kedua tangannya di depan setelah menjitak satu persatu kepala muridnya. Ia duduk menyandarkan tubuhnya pada tiang gawang sembari menatap serius lima muridnya yang menunduk. "Futsal itu permainan tim, jangan coba-coba buat menguasai bola sendiri. Chemistry kalian semua masih kurang," ucap Saga yang melihat setiap muridnya ini ingin menang sendiri terlebih Adimas.

"Kecepatan lo masih kurang. Lo gue percaya jadi kiper jadi kecepatan dan kelincahan itu harus tepat. Dilatih lagi!" pesan Saga pada Mahen yang menurutnya kurang dalam kecepatan dan cara membaca tendangan arah bola.

"Cara main lo udah lumayan, tapi lumayan itu artinya belum terlalu hebat. Dilatih lagi!" Kini giliran Juan yang mendapat wejangan dari Saga.

"Lo baru mau turnamen antar sekolah aja udah belagu. Orang yang belagu duluan bakal kalah. Cara main lo bagus sih, selain belagu lo juga egois. Ini permainan tim bukan solo. Dari yang lain lo yang paling egois!" ingat Saga pada Adimas.

"Mentang-mentang gak ada cewek itu lo jadi gak serius begini. Jangan lemah gara-gara cewek, itu hal yang paling bisa ganggu pikiran lo." Saga menatap sinis ke arah Dio yang ia ingatkan.

"Lo berempat neduh dulu sana!" perintah Saga sembari menunjuk ke arah bawah pohon. Tatapan matanya yang awalnya tajam kini berubah menjadi kecewa melihat performa latihan Ricky yang hari ini benar-benar buruk, bahkan lebih buruk dari waktu pertama Saga melatihnya. "Kalo punya masalah jangan dibawa ke lapangan," ucapnya singkat lalu pergi meninggalkan Ricky. Saga yakin Ricky pasti tahu jika ia kecewa dengan performa Ricky hari ini.

"SEMUANYA BERDIRI!" teriak Saga yang berada di tengah lapangan. "Karena kalian banyak melakukan kesalahan hari ini waktu istirahat dipotong. Kalian tahu kan kalo turnamennya tinggal sepekan lagi. Selain memperhebat kemampuan, kalian juga harus pikirin cara bangun chemistry satu sama lain. Jika punya masalah selesaiin atau pikirin nanti aja sekarang fokus sama ini dulu," ucap Saga lalu menepuk tangannya.

"Gue denger ada lima sekolah lain selain sekolah kita. Emang kedengarannya dikit, tapi setahu gue kalo emang cuma diundi doang buat tahun ini," ucap Juan pada teman setimnya.

"Bego! Bukan diundi tapi udah seleksi dari tahun-tahun kemarin, mereka pilih performa pemain yang paling bagus. Kalo cuma main-main gak akan mungkin kan kalo mainnya di stadion terbesar ke tiga di kota ini," sahut Adimas yang sudah lama mencari tahu tentang turnamen tahun ini.

"Kalau begitu jangan malu-maluin sekolah kita. Kasian pelatih yang galak itu, kalo kita kalah harga dirinya bisa rusak. Kak Saga itu alumni sekolah kita kan? Banyak juga yang bilang dia hebat. Kan gak banget kalo murid didikannya kalah," ucap Mahen sembari melirik ke arah Saga.

"Kita berjuang bareng-bareng, jangan ada yang egois lagi. Maaf kalo performa gue kali ini ngecewain kalian padahal gue kapten." Ricky mengucapakan rasa bersalahnya pada mereka.

"Denger ocehan Saga, kan? Semuanya hari ini ngecewain dia. Gak cuma lo doang yang salah, tapi kita semua. Lagipula kita udah hebat cuman butuh latihan lagi buat jadi lebih hebat. Jadi hebat itu gak instan," ujar Dio yang tumben terdengar berguna di telinga orang lain.

"Gue punya masalah jadi performa gue menurun karena kepikiran itu. Sebagai tim, kita boleh sharing satu sama lain kalo punya masalah atau hal yang buat kita gak pede dan juga saling bantu kekurangan satu sama lain," ucap Ricky yang mulai mengeluarkan jiwa kepemimpinannya.

Hanya duduk dari kejauhan sembari melihat pada muridnya, Saga membiarkan mereka untuk membicarakan hal yang ingin mereka diskusikan bersama. Hal ini juga agar melatih kedewasaan mereka.

Mereka berempat mulai melirik Ricky. "Harusnya kalo lo udah punya pacar baru lo bisa lupain Nai dengan mudah," ucap Adimas. Seantero sekolahnya juga sudah tahu jika Ricky dan Nai tak bersahabat lagi dan pasti hal itu yang membuat Ricky kepikiran sampai merusak performanya.

"Jangan bahas hal yang memicu perdebatan, kalo sampai ada yang gak akur bisa di-kick sama Kak Saga, loh." Mahen mengingatkan, wibu yang satu ini memang positif vibes sekali.

"Gue setuju. Kita bisa jelasin masalah satu persatu terus kita cari sama-sama pemecahan masalahnya. Akan lebih baik kalo masalah dari diri kita yang gak ada sangkut pautnya dengan orang lain, kita bisa mulai dari Mahen terus terakhir Ricky deh," usul Juan yang sudah berpengalaman menjadi kapten selama dua kali.

"Ketajaman penglihatan gue masih kurang gue latih, mungkin kalian bisa jelasin tendangan dari kaki bagian sini itu nanti kira-kira arahnya kemana," keluh Mahen sembari menunjuk bagian kaki yang ia maksud. Teman setimnya mengangguk setuju untuk membantunya.

"Kalo gue ada di tendangan yang belum sempurna. Cara mengoper bola pun gue masih kaya cara gue main-main biasa. Minta bantuannya, ya." Giliran Juan yang memberitahu kan kelemahannya dalam futsal.

"Ajari gue buat gak egois, itu aja kan kekurangan gue," ucap Adimas singkat.

"Sama agak terburu-buru, itu sih yang gue lihat tadi," sahut Ricky yang melihat Adimas terlalu terburu-buru untuk mengiring atau pun mengoper bola.

"Alasan gue lemes hari ini gak ada sangkut pautnya sama Haina, jadi jangan salahin dia. Gue sering gak bisa tidur belakangan ini dan alhasil gue kurang tidur jadi … ya gini lah," jelas Dio sembari mengusap-usap matanya karena merasakan kantuk.

"Di luar masalah gue sama Nai yang buat latihan gue hari ini dinilai jelek, sebenarnya gue belum tahu di mana letak kekurangan gue dalam futsal ... ya karena gue selalu mikirin Nai. Jadi gue lupa mikirin diri sendiri," jelas Ricky yang mencoba jujur.

"Ah, udah. Ayo latihan lagi! Kita sama-sama lihat satu sama lain di mana kekurangannya baru saling bantu. Sekali-kali kita bikin itu pelatih galak puas," ucap Dio lalu menepuk satu persatu lengan teman setimnya.

Mereka semua yang awalnya masih di pinggiran lapangan kini berlari menuju tengah lapangan. Juan bergegas mengambil bola, lalu dilemparkan ke arah Ricky.  Mereka mulai menendangkan bola ke arah Mahen yang berjaga di gawang secara bergiliran. Kini mereka mencoba menutupi dulu kekurangan Mahen karena menurut mereka kiper yang paling penting. Mereka juga menjelaskan bahwa tendangan mereka akan berpotensi mengarah ke mana. Kedua mereka yang dibilang ahli mengajarkan cara efektif untuk menendang bahkan mengoper bola untuk Juan. Setelah dua atau tiga hari latihan pasti keahlian tendangan Juan akan meningkat.
Untuk membasmi sifat egois dari Adimas, Ricky mendapatkan ide. Ia menyuruh Adimas untuk membayangkan mama, meskipun kadang kelakuannya tak ada benarnya tapi tetap Adimas ini anak mama. Lalu usulan mereka agar Dio bisa tidur adalah menyuruh laki-laki itu untuk meminta Haina mengirimkan pesan suara selamat malam atau lagu pengantar tidur. Karena obat ampuhnya Dio itu ya Haina.

"Lo baikan aja sama Nai, atau enggak sekedar minta maaf biar gak kepikiran lagi," usul Juan yang lelah melihat Ricky dan Nai yang sebelumnya selalu bersama kini malah saling menjauh.

"Kalo cewek lo itu gak keberatan sama Nai, tentu dia bakal terima aja lo mau baikan atau minta maaf sama dia," sahut Mahen yang kurang lebih tahu apa yang Ricky hadapi.

"FYI, cewek gak bisa diduain kalo ada pun itu cewek bego," sahut Dio yang mengambil referensi dari masa lalunya. Banyak sekali perempuan yang tak terima ia selingkuhi.

"Dari jaman Nai masih sama gue, lo udah suka sama dia. Bukannya peka malah kasihan sama cewek lain, dia udah nungguin lo. Alasan gue ninggalin dia karena dia selalu mikirin lo dan bukan gue yang dulu pacarnya." Adimas ikut menjelaskan. Awalnya memang ingin sekali Adimas balas dendam pada Nai ataupun Ricky, tapi hal itu tak terpikirkan lagi di otaknya. Sekarang tujuannya hanyalah untuk hidup demi ketenangan, mengusik orang lain hanya akan merugikan dirinya sendiri.

"Sehari setelah final turnamen dia niat ikutan event hias kue yang hadiahnya kesempatan buat kuliah pastry di Paris yang dikenal susah banget buat sekedar daftar ke universitas itu,"  ucap Dio yang berniat memberi tahu Ricky pasti belum mendengar tentang hal itu.

Mendengar ucapan Dio membuat Ricky terkejut, mengapa Nai tak memberi tahunya tentang hal itu? Namun, ia segera sadar bahwa sekarang di antara keduanya sudah tak ada hubungan lagi.


Di bawah tenda yang dibuat oleh sang kakak di halaman depan rumah, Nai sedang sibuk membuat adonan kue atau roti. Di bantu oleh Mama Erin dan Kak Sean, hari ini Nai berjualan karena mereka bertiga tak memiliki kegiatan. Berbeda dengan Ayah Wahyu yang akan bekerja sama nanti sore. Karena baru hari pertama Nai hanya mempersiapkan bolu dan cinnamon roll yang jadi andalannya. Namun, tak disangka sampai siang ini terjual hingga 45 potong kue bolu dan 21 box cinnamon roll.

"Kak Nai! Aku beli bolu gulung dua, boleh? Tapi aku cuma bawa uang dua ribu, kan nanti cuma dapet satu," tanya seorang anak perempuan berparas manis dengan gaya rambut yang di kuncir dua dan wajah yang habis dibedaki menandakan anak ini baru saja mandi.  Anak itu datang dengan teman laki-lakinya. Dua anak kecil ini tetangga Nai.

"Boleh, gapapa. Tapi emang Jura di bolehin sama bunda buat makan bolu lebih dari satu?" Nai bertanya pada bocah itu. Nai menanyakan hal itu karena bocah ini sudah ke lima kalinya ke tempat ini, tapi baru kali ini mengajak teman sepermainannya.

"Boleh!" tegas Jura sembari menyodorkan selembar uang dua ribu pada Nai. "Piko, jangan nangis lagi. Aku beliin bolu buatan Kak Nai tuh. Habis makan itu bisa jadi bahagia," ucapnya pada sang teman yang memang benar sedang menangis. Jura sampai mengelap air mata Piko dengan tangannya.

Melihat interaksi dua bocah itu membuat Nai teringat pada Ricky karena terlalu mirip dengan masa kecilnya bersama Ricky, dulu mereka juga begitu. Ricky itu cengeng. Dulu, Nai yang jatuh tapi laki-laki itu yang menangis dan nanti Nai yang akan menyenangkannya. "Kakak beri empat, tapi janji kalian berdua gak boleh pisah sampai dewasa nanti. Kamu, Piko! Kamu laki-laki jadi harus jagain Jura terus. Piko jangan sampai tinggalin Jura, kalian berdua harus pacaran kalo udah gede," ucap Nai yang terlihat hampir menangis. Sedangkan dua bocah itu menanggapi Nai dengan kebingungan.

"Kak Nai kenapa sih?" tanya Jura sembari tersenyum senang mendapatkan empat kue bolu dengan uang dua ribu. "Oh iya, pacar kakak yang ganteng itu kenapa gak antar jemput Kak Nai lagi? Lama enggak main ke sini juga," tanyanya lagi yang menyadari beberapa hari ini Ricky tak pernah muncul di rumah Nai.

Nai memilih diam sembari tersenyum tipis menahan tangis karena rindu pada Ricky. Ia memecah beberapa telur ayam untuk membuat adonan baru, tepung terigu lalu bahan lainnya. Mama dan kakaknya masih di dalam rumah untuk mengambil stok bungkus dan bahan-bahan yang hampir habis.

"Kak! Kak Nai," panggil Piko sembari menunjuk ke arah timur. Piko dan Jura masih setia berdiri di depan tenda jualan Nai karena tempatnya yang teduh hanya untuk sekadar melihat Nai sibuk membuat adonan baru.

"Kenapa kamu, Ko? Minta minum?" tanya Nai yang melihat Piko panik. "Ya udah, bentar Kak Nai ambilin," ucap Nai sembari menuju ke belakang untuk mengambil air mineral.

Berbeda dengan Piko yang terlihat panik, Jura tersenyum manis memandang laki-laki yang baru tiba sedang melepas helm-nya. Bahkan matanya tak henti menatap ke arah laki-laki yang mendekat ke arah tenda. Senyumnya semakin merekah mendapati orang yang dia tanyakan barusan sekarang ada di sini.

"Selamat datang!" sapa Nai pada seseorang yang ia kira pembeli. Nai sendiri belum sempat menoleh ke belakang untuk memastikan siapa pembelinya, sibuk mengambilkan Piko air mineral.

"Kalo buat gue bisa enggak dibuatin bungeoppang?" tanya laki-laki itu sembari melihat ke arah Nai.

Suara itu, suara yang begitu Nai kenali terlebih bungeoppang yang ia minta sudah dapat dipastikan jika itu Ricky. Nai menghembuskan napasnya untuk menahan tangisnya sebelum ia berbalik dan menatap mantan sahabatnya. "Hari ini cuma ada itu. Kalo mau bungeoppang minta ke pacarmu aja, kan lebih jago," ucap Nai dengan nada santai. Bungeoppang adalah sejenis wafel berisi pasta kacang merah dengan bentuk menyerupai ikan mas. Kue ini menjadi kue kesukaan Ricky. Nai ingat betul bagaimana Ricky begitu menyukai kue berbentuk ikan itu yang merupakan kue buatannya pertama yang Ricky cicipi.

"Ayo baikan! Gue gak bisa kaya gini sama lo. Gue harus tepatin janji gue," ucap Ricky yang terdengar serius.

"Gue masih kecewa sama lo. Gue paling gak suka dibohongi," balas Nai sembari menyibukkan dirinya dengan merebus air agar tak terlihat terlalu mengharapkan Ricky kembali.

"Maaf ... itu gue lakuin karena ada suatu hal yang belum bisa gue kasih tahu ke lo," ucap Ricky dengan nada yang lembut. Ia tahu mau bagaimana pun Nai sudah marah padanya. Apa pun yang ia lakukan akan dianggap salah oleh gadis itu terlebih apa yang kini Ricky lakukan melewati batas kesabaran Nai.

Nai menatap Ricky dengan mata yang berkaca-kaca. "Soal Sora, kan?" tanyanya sembari berdecih. "Orang yang hidupnya paling dramatis sampai-sampai lo nawarin diri buat bahagiain dia. Emang gak ada apa cowok lain?" bentak Nai yang membuat Jura dan Piko terkejut.

"Lo gak pernah ngerti, Nai." Ricky mencoba bersabar. Kapan Nai mengerti bahwa apa yang ia lakukan adalah sebuah kebaikan bahkan sampai merelakan cintanya pada gadis ini juga.

"Gue? Lo gak pernah ngerti gue punya perasaan ke lo, kan?" ungkap Nai. Akan lebih baik mengakuinya secara langsung seperti ini jikalau memendamnya hanya akan memunculkan rasa sakit.

Ketika mendengarnya, Ricky bukan lagi terkejut. Namun, rasa kecewa teramat pada dirinya sendiri mencuat karena tak menyadari perempuan yang selama ini Ricky sayangi dan selalu bersama dengannya itu ternyata memiliki perasaan yang sama dengan dirinya.

Nai menyeka pipinya yang basah dan berjalan mundur untuk pergi meninggalkan Ricky. Namun, tanpa sengaja tangannya menyenggol panci berisi air yang tadi ia didihkan. Spontan ia berjingkat kaget. Alhasil tangan kanan Nai terkena percikan air mendidih itu dan menjerit.

Melihat Nai yang terluka, Ricky langsung menghampirinya dengan wajah yang penuh kekhawatiran. Sementara Jura dan Piko ikut menghampiri Nai yang sebelumnya menjerit kesakitan.

Mama Erin dan Kak Sean yang sebelumnya berada di dalam rumah kini bergegas ke depan rumah karena mendengar teriakan Nai yang begitu kencang. Begitu melihat tangan Nai yang terlihat kemerahan sehabis terkena air mendidih, mama melakukan pertolongan pertama. Ia mendinginkannya luka Nai dengan air dingin yang berada di dekatnya. Sementara itu Sean sudah menelepon ambulans untuk datang kemari. Begitu pula dengan Ricky, laki-laki itu senantiasa duduk di samping Nai dengan raut wajah yang penuh ketakutan dan mata yang sudah berkaca-kaca. Ia menggenggam tangan Nai yang lainnya dengan rasa takut.

“Lo bisa jelasin kenapa bisa begini?” sergah Sean sembari menatap Nai dan Ricky bergantian. Kemudian ia bergegas mematikan api kompor yang masih menyala.

“Kak Nai gak sengaja nyengol panci yang isinya air panas, Kak.” Bukan Ricky yang menjawab melainkan Jura. Anak perempuan itu memang sengaja menyembunyikan fakta bahwa sebelumnya ada pertengkaran di antara Nai dan Ricky bukan karena mengerti akan masalahnya. Namun, gadis kecil ini berpikir bahwa Nai dan Ricky hanya bercanda jadi itu tak perlu diceritakan.

“Kak Sean, tolong ambilkan mama obat penghilang rasa sakit di almari tempat biasa mama naruh obat-obatan,” pinta Erin yang tak tega melihat Nai meringis kesakitan.

Begitu Sean masuk ke dalam rumah untuk mengambil obat yang diminta, mama menatap ke arah Ricky yang membantunya untuk menyirami tangan Nai yang terkena cipratan air mendidih dengan air dingin. Setelahnya menatap ke arah Nai yang memalingkan wajahnya dari Ricky. Hanya dengan begitu mama yakin jika sebelumnya ada pertengkaran di antara mereka. Namun, mama memilih diam dibanding bertanya lebih lanjut nantinya bisa membuat pertengkaran mereka tak ada ujungnya.

𝐫𝐞𝐥𝐚𝐭𝐢𝐨𝐧𝐬𝐰𝐞𝐞𝐭 𐀔 ni-ki. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang