"Apakah kita sedang bermain peran? Kenapa rasanya nyata sekali?"
.
Tak dapat ia bayangkan kejadiannya seperti ini. Semesta dan takdir kompak menuntunnya menuju suatu peristiwa yang membangkitkan luka. Memori dan kenangan menjadi pemicu hadirnya sebuah duka lama. Dan sekarang dia berada disini bersama masa lalunya.
Tentu, hal ini sangat berat. Berinteraksi kembali salah satu sosok yang pernah menghantui masa lalu yang nyatanya tak sesuai ekspektasi. Walaupun kesan pertama yang lebih diprioritaskan, namun faktor lain juga tak kalah penting. Seperti sesuatu yang paling berharga : keluarga.
Hal itulah yang mungkin luput di mata Sora dan Putra. Seperti air dan minyak yang tak dapat menyatu, begitu pula dengan kondisi yang terjadi. Sampai kapanpun dirinya tak boleh menampik jika mereka berdua akan menghadapi supernova. Ya, supernova bintang katai putih yang membunuh dirinya sendiri dan pasangannya karena menghisap 'helium'.
Keadaan kembali sunyi. Satu hal yang kurang Sora suka adalah berada di posisi canggung dan tak tahu harus berkata apa. Sebab setelah dirinya selesai berbicara, raut wajah Putra seperti buku yang terbuka. Tanpa diminta menjelaskan, seluruhnya telah jelas. Walaupun begitu, tak sedikitpun Sora merasa bersalah. Karena ia hanya mengatakan apa adanya.
Setelah siap mengumpulkan kata-kata yang pas, Putra angkat bicara. "Aku mau tanya sama kamu. Tolong jawab jujur karena ini menyangkut sikapku ke depannya." Jeda sebentar, sekilas Putra melihat kilat rasa ingin tahu dari binar kedua netra gadisnya. "Apa kamu masih berat dan susah karena aku disini?"
Kini gantian Sora yang terpaku. Ia tak menyangka pertanyaan itu keluar dari bibir laki-laki itu. Ia kira hanyalah pertanyaan mengenai masa lalu yang belum sepenuhnya ia mengerti. Namun, pertanyaan ini seperti mewakili seluruhnya. Bagaimana ia harus menjawab? Bahkan keinginan hatinya saja ia tak tahu.
"Woi. Sans aja." Bahkan Sora tak sadar telah melamun entah berapa lama yang akhirnya tangan Putra melambai di depan wajahnya. "Aku nggak minta jawaban sekarang." ucapnya sambil mengelus dan menangkup kedua telapak tangan Sora yang saling bertaut. "Aku akan berhenti jika kamu tertekan bersamaku." Putra tetap tersenyum, mencoba menenangkan kegelisahan hati. Ia langsung mengenakan masker dan jaket kulitnya.
Mengetahui gelagat Putra yang akan pamit pulang, Sora langsung beranjak dari duduk dan memberikan jawaban yang mungkin memuaskan hati. "Besok gue bisa, asal jangan lama-lama. Dan mungkin pertanyaan lo akan terjawab juga. Jadi nggak perlu nunggu lama." Raut wajahnya sudah tak setegang tadi. Ia menatap ke arah kedua manik mata Putra dan berbalas tatap beberapa menit sebelum Putra tersenyum dan menggamit tangan kirinya.
"Bareng kayak gini aja udah seneng banget, Ray. Setiap waktu yang aku habiskan sama kamu selalu aku manfaatkan sebaik mungkin. Karena kita nggak tahu apa yang terjadi nanti." Perlahan Putra melepaskan tautan tangannya dengan Sora, namun ia terkejut karena tautan semakin erat ia rasakan.
Putra menatap tak percaya pada gadis yang berada di sebelah kanannya. Sora hanya menatap dengan tatapan tak terbaca pada Putra. Keduanya saling menatap hingga tak sadar waktu menanggalkan detik dan menit.
"Apakah kita sedang bermain peran? Kenapa rasanya nyata sekali?" kedua manik mata Sora memburu jawaban dari tatapan Putra yang terus tertuju ke arahnya. Entah berapa lama lagi keduanya harus rela berdiri di depan garasi. Namun, Sora tak peduli. Baginya, pertanyaan itu juga penting untuk menjawab semuanya.
Ya, semuanya diantara kita.
Putra mengenakan helm dan membuka kacanya. "Aku jawab besok juga." Ia tersenyum geli melihat ekspresi wajah Sora setelah mendengar kata-katanya. "Jadi impas."
ВЫ ЧИТАЕТЕ
Pandora's Key [ON-GOING]
Подростковая литератураApakah kalian percaya dengan sebuah kisah mitologi Yunani yang benar-benar terjadi di kehidupan nyata? Soraya Vania Aprilia, gadis yang bersekolah di SMA Wijaya telah mengalaminya. Berbagai kejadian demi kejadian mengantarkan pada sebuah kunci. Ya...
![Pandora's Key [ON-GOING]](https://img.wattpad.com/cover/192884159-64-k801573.jpg)