Melisa hanya mengukir senyum untuk menjawab sapaan pria tersebut.

"Ck! Cantik sih! Tapi sayang! Sombong banget!" Gumam Riki tanpa memelankan suaranya. Melisa mendengar semuanya tapi gadis itu dengan sengaja pura-pura tidak mendengar. Pikirnya tidak ada untungnya meladeni pria tersebut.

Melisa masuk ke dalam mobilnya, dia ingin segera sampai di rumah. Di perempatan jalan kecil, yang kebetulan dia lalui setiap pulang ke rumah. Tanpa sengaja dia melihat warung di seberang jalan. Warung kecil dengan atap daun tebu. Dia melihat seseorang yang tidak asing. Pria menyebalkan itu sedang menikmati rokoknya, dengan secangkir kopi di atas meja.

Melisa segera menepikan mobilnya. Saat hendak turun dia melihat ada sekitar lima anak-anak kecil berlarian mendekat ke arah Leebin, anak-anak itu adalah pengamen jalanan. Mereka putus sekolah karena terbentur biaya.

"Siang Om cakep! Tumben telat om hari ini?" Tanya Aldi salah satu anak didiknya.

"Ada acara di kampus." Sahut pria itu sambil tersenyum menatap wajah lima orang anak yang berdiri mengelilinginya. 

Leebin segera berdiri, pria itu mengambil beberapa buku dari dalam tasnya. Kemudian dibagikan pada anak-anak di sana. Leebin meminta ijin pada pemilik warung untuk memberikan materi pada anak-anak tersebut di sebelah warung. Dengan senang hati pemilik warung memberikan ijin padanya. Tidak banyak, hanya lima orang anak yang menjadi anak didiknya di sana.

Melisa menurunkan sedikit kaca jendela mobilnya, dia tersenyum menatap pria arogan dengan daun telinga bertindik itu, ternyata begitu akrab bersama anak-anak di kampung.

Leebin tanpa sengaja melihat mobil Melisa, dia segera meletakkan bukunya di atas meja. "Kalian lanjutkan dulu ya? Om ada keperluan sedikit. Sebentar kok, nggak lama." Pamitnya pada anak-anak di sana. Melihat Leebin menuju ke arahnya Melisa buru-buru menaikkan kaca jendela mobilnya.

"Tok! Tok! Tok!" Leebin mengetuk pintu kaca mobilnya. Ragu-ragu Melisa menurunkan kaca jendela mobilnya kembali.

"Nguntitin aku ya?" Tanya Leebin dengan bibir tersenyum lebar. Pria tersebut meletakkan dua lengannya di jendela mobil Melisa yang terbuka.

"Nggak! Emang aku kurang kerjaan apa?" Elak Melisa sambil cemberut. Dia baru ingat kalau membawa bolpoin miliknya.

"Aku cuma mau balikin ini." Menyerahkan bolpoin milik pria itu kembali padanya.

"Ah! Kirain!" Leebin tersenyum mengambil bolpoin tersebut dari tangan Melisa. Tapi Melisa menggenggamnya erat sekali dengan kedua tangannya, sepertinya dia enggan mengembalikan bolpoin bergambar lavender itu kepada pemiliknya. Leebin mengerjapkan matanya karena menarik bolpoin seperti menarik besi.

"Kamu ikhlas nggak sih balikin?" Tanya pria itu dengan mata mengerjap berulang kali. Dia melepaskan bolpoin miliknya tidak jadi mengambilnya dari tangan Melisa.

"Ikhlas kok! Tapi lain kali saja! Bye!" Menaikkan kaca mobilnya lalu menyalakan mesin mobilnya dan  berlalu dari hadapan pria itu.

Leebin menggembungkan pipinya menahan tawa, dia masih berkacak pinggang di tepi jalan. Menatap mobil Melisa yang sudah menjauh dari hadapannya.

Melisa melambaikan tangannya keluar jendela mobilnya, gadis itu masih melihat pria menyebalkan itu melalui spion mobil miliknya, pria snewen yang tadi pagi telah merenggut ciuman pertama miliknya!

"Dasar Penyihir!" Gumam Leebin sambil terkekeh geli mengingat betapa eratnya gadis itu memegangi bolpoin miliknya.

"Oooom! Buruan!" Teriak Aldi padanya.

"Iya, oke! Kita mulai lagi belajarnya." Sahutnya sambil berbalik, berlari kecil menuju anak-anak yang masih membaca buku pemberian darinya.

Leebin memberikan materi gratis sekitar dua jam untuk anak-anak di kampung tersebut. Setelah selesai mereka kembali berkemas.

"Om? Makasih ya, sudah mau ngajarin kita cara berhitung, dan membaca?" Ucap Inala salah satu anak didiknya yang masih berusia delapan tahun.

Leebin tersenyum sambil mengusap kepalanya. "Oke! Inala, harus rajin-rajin belajar ya di rumah? Biar om semangat buat ngajarin kalian." Seru Leebin seraya melebarkan senyumnya pada lima orang anak di sana.

"Siaaap! Om! Tossss!" Aldi beserta kawan-kawan berjabat tangan dengan pria muda tersebut sebelum pergi. Kelima anak itu telah berlalu dari hadapannya. Sang pemilik warung ternyata sejak tadi melihat pria itu sedang mengajar di sana.

"Mas, kok mau sih buang-buang waktu buat ngajarin anak-anak gelandangan?" Tanyanya karena bingung, dia melihat Leebin beberapa waktu lalu turun dari mobil mewah bersama beberapa orang. Wanita paruh baya berparas molek. Dan juga pria paruh baya. Pemilik warung mengira itu adalah orang tua kandungnya.

Namun ternyata pria itu malah lebih sering menghabiskan waktunya bersama anak-anak kecil di kampung tersebut.

"Karena aku kesepian. Dan aku dulu pernah menjadi bagian salah satu dari mereka." Begitu jawab pria tersebut sambil menyeringai lebar, kemudian menenteng tas ranselnya kembali di atas bahu kanannya, kalau menyodorkan sejumlah uang untuk biaya kopinya.

"Kebanyakan mas," teriak pemilik warung tersebut padanya.

"Biar saja, sekalian buat sewa tempat ya pak!" Serunya seraya memakai topinya, kemudian helmnya. Pria itu melambaikan tangannya dan berlalu dari depan warung tersebut.

Perfect Husband (Part Lengkap Di Dreame)Where stories live. Discover now