Jambak Rambut Kuntilanak

Start from the beginning
                                    

Dari pagar depan sampai teras depan, sudah ditumbuhi ilalang. Jujur, aku lebih takut bertemu ular daripada penghuni rumah ini.

"Gimana, Mir?" tanya Hendra.

"Gimana apanya?" Aku bertanya balik.

"Rumahnya lah, rame gak?"

"Oh ... ya mayan sih, tadi udah ada yang duduk di atas atap sama balkon," balasku.

"Kunti?"

"Huuh."

Kami semua pun masuk ke dalam. Hawanya terasa sangat dingin sekali. Namun tiba-tiba, suasananya berubah menjadi lebih pengap. Beberapa anggota penyelusuran sudah mulai merasakan perubahan itu.

"Merinding banget gw," ucap salah satu anggota. Aku pun hanya tersenyum mendengar reaksi mereka.

Saiful mulai mengeluarkan kamera dari dalam tasnya, merekam situasi sekitar. "Oalah malah pada nge-vlog," batinku.

Bosan, aku mencari tempat duduk sambil menunggu mereka selesai nge-vlog. Terlihat sebuah papan kayu tergeletak dekat tembok. Tidak pakai lama, aku duduk di sana, sambil menyandarkan punggung ke tembok.

"Ada apa sih rame-rame." Terdengar suara wanita dari plafon yang bolong.

"Iya," sahut suara wanita lainnya.

"Ih, cakep banget."

"Aku mau yang itu ah ...."

"Itu cakep juga, yang duduk di deket tembok."

Aku pun menengadah, terlihat beberapa Kuntilanak sedang duduk di plafon yang bolong, sambil ongkang-ongkang kaki.

"Eh, dia liat ke sini, hihihihi," ucap salah satu Kuntilanak diiringi tawa genitnya.

"Ya Allah, udah mati aja mati masih begitu, gimana pas hidup," ucapku dalam hati.

Jumlahnya tidak hanya satu atau dua, tapi sudah puluhan Kuntilanak berkumpul, mengelilingi kami. Sebagian besar duduk di plafon dan tangga. Salah satu Kuntilanak mulai melayang-layang di atas kepala Hendra.

"Jangan ganggu dia, nanti ada yang marah," ucap salah satu Kuntilanak yang lebih senior. Dia sedang duduk di dekat tangga, matanya terus menatap ke arah Hendra. Aku hanya bisa tertawa geli, melihat tingkahnya.

"Yang ini aja, deh." Kuntilanak itu terbang ke salah satu anggota dan memeluknya dari belakang. Suara tawa 'mereka' pun saling bersahutan.

Kuntilanak yang sedang duduk di plafon sudah mulai turun mendekati Hendra dkk. Ada yang sedang menatap dari dekat. Ada juga yang meraba-raba anggota tubuh.

"Pegel ya?" kataku pada Saiful yang sedang memegang kamera.

"Iya, Mas," balasnya.

"Ada yang nyender di pundak lu tuh."

"Yang bener, Mas?"

"Iya, dua biji pula."

"Trus gimana, Mas?"

"Baca doa aja dalam hati, ntar juga pergi sendiri."

Sepertinya Saiful sudah membaca doa, terlihat dari tingkah Kuntilanak itu yang tidak nyaman, sedikit demi sedikit mulai menjauh.

"Ih ... kayanya dia bisa liat kita deh," keluh Kuntilanak itu.

"Masa sih?" balas Kuntilanak lainnya.

"Coba kamu cek!" perintah Si Kuntilanak Senior.

Salah satu Kuntilanak mulai melayang ke arahku. Dia melambai-lambaikan tangannya, tepat di depan wajah. Aku bergeming, berpura-pura tidak melihat. Setelah itu, dia mulai mengibas-ngibaskan rambut panjang ke wajah, geli rasanya. Lagi-lagi, aku berusaha menahannya.

CERITA AMIRWhere stories live. Discover now