Mr. Cranky

2.7K 438 21
                                    




Hari ini, sepulang kantor, aku—dengan berat hati—kembali mengantar Keynan ke bandara. Tunangan supersibukku itu harus kembali melanjutkan tur ala selebritinya. Jangan sampai Keynan tahu aku ngomong begini kalau tidak mau dikuliahi berjam-jam tentang pengabdian, sedekah ilmu, dan sebagainya. Apalagi suasana hati Keynan tampaknya sedang kurang baik.

Sesampainya di bandara, aku hanya mengantarnya hingga area pengantaran penumpang keberangkatan. Tidak berlama-lama seperti biasanya karena kami terjebak kemacetan sehinga Keynan harus buru-buru mengejar jam penerbangan.

Hal ini juga yang membuat suasana hati Keynan semakin buruk. Walaupun ia tidak menyalahkanku, aku tahu keterlambatan ini adalah sepenuhnya salahku. Ketika Keynan menjemputku ke kantor tadi, tak sadar ponselku dalam keadaan mati sehingga aku tak tahu bahwa Keynan sudah menungguku di parkiran. Saat Keynan akhirnya memutuskan untuk menyusulku ke ruangan aku baru menyadari kebodohanku.

Wajah Keynan masih tampak cukup tenang ketika sosoknya duduk di ruang tunggu lobi kantorku, namn aku cukup tahu diri untuk segera meminta maaf dan menjelaskan keadaan ponselku. Keynan secara dewasa memilih untuk tidak mempermasalahkan hal tersebut dan memintaku bergegas. Namun, tetap saja, ia nyaris tertinggal penerbangan.

"You know, I hate this kind of moment," keluhku seraya menyerahkan tas laptop milik Keynan dengan bibir manyun.

Keynan tertawa. "Nggak usah manyun-manyun begitu. Saya nggak akan muji kamu cantik." Keynan mengusap wajahku. Aku memasang wajah pura-pura kesal.

"Kamu tahu, kan, saat ini ada banyak hal yang perlu saya cemaskan, jadi jangan bikin saya makin cemas, oke?"

Aku mengangguk.

"Tidak ada lagi adegan cincin hilang."

Aku mengangguk setuju dan mengulangi kata-kata Keynan. "Tidak ada lagi adegan cincin hilang."

"Good girl. Saya pergi dulu sebelum saya benar-benar ketinggalan pesawat."

Dengan berat hati kubiarkan sosok Keynan lepas dari pandanganku.

Dalam perjalanan pulang aku sempat berpikir, bagaimana jika aku dan Keynan tak pernah bertetangga, mungkin Papa dan Mama nggak akan begitu ngebetnya ingin punya menantu seperti Keynan.

Sesampainya di rumah, kutemukan Papa sedang bersantai di ruang keluarga sambil menonton pertandingan bola sendirian.

Kutemani Papa duduk di sofa.

"Jadi ke bandara antar Keynan?" tanya Papa tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi.

"Jadi. Mungkin pesawatnya baru landing," jawabku seraya mengecek ponsel apakah ada pesan baru dari Keynan.

Tidak ada. Mungkin nanti, setelah sampai hotel.

Aku mengalihkan pandanganku kembali ke televisi. Tidak lama, hanya beberapa detik, karena muncul notifikasi di ponselku. Lagipula, aku nggak benar-benar berminat nonton saat ini.

Kukira dari Keynan, ternyata dari Kara. Sebuah pesan singkat yang berakibat fatal bagi kesehatan mentalku.

Kara Mega Adikusuma: Sorry, Fey, but I think you need to read this...

Kara Mega Adikusuma: https://hotnewsupdate.id/Talitha-dan-Keynan-Kencan-di-Bandara

Keningku mengerut membaca pesan dari Kara. Jantungku mendadak berdebar kencang seiring dengan tubuhku yang terasa lemas kala kubaca artikel kiriman Kara tersebut. Terpampang nyata foto Keynan dan Talitha Iskandar sedang duduk berdua di kafe ruang tunggu Bandara. Bola mataku benar-benar nyaris copot rasanya dan kurasakan tanganku bergetar. Ponselku nyaris saja meluncur bebas dari tanganku andai saja aku tidak ingat bahwa itu adalah salah satu benda paling mahal yang pernah kubeli seumur hidupku dengan hasil keringat sendiri.

The Great Teacher My FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang