DUA PULUH EMPAT

28 3 0
                                    

Maya pun mengantarkan minum pada lelaki itu yang tak lain adalah Bagas. Sementara Bagas menolaknya dengan cara berdiri dari kursinya. "Kok kamu yang antar? Pelayan yang tadi mana? Bisa-bisanya dia gak ngelayanin saya sampai selesai." Kata Bagas dengan suara sengaja dibesarkan.

Azkia yang mendengar itu sendiri, sukses membelalakkan matanya, geram. "Maunya apa, sih, orang itu?" Tanya Azkia lebih kepada dirinya sendiri.

Maya berusaha sesabar mungkin menghadapi lelaki satu ini, bisa-bisanya dia membuat keributan di pagi hari. Memang cukup merusak mood rupanya. "Oh, yang tadi itu namanya Azkia, Mas. Mas bisa duduk dulu sebentar, oke."

"Saya mau pelayan yang tadi! Mana orangnya? Enak aja main pergi gitu, gak sopan!" Bagas menelan ludahnya sendiri mengatakan hal itu barusan. Takutnya, ia baru saja membangunkan singa tidur.

Sementara Azkia sendiri, ia sudah tak tahan dengan perilaku lelaki itu yang menurutnya tak beretika sama sekali. Diambilnya sebuah nampan kecil berwarna cokelat dan kini dengan langkah pelan namun pasti, Azkia mulai menuju ke arah lelaki yang ia tidak ketahui bahwa namanya adalah Bagas.

Bug ... bug ... bug ....

Bunyi yang dihasilkan dari pukulan Azkia dipunggung Bagas membuatnya merintih kesakitan. "Aw ... sakit! Gila lo! Woy, jangan main pukul kenapa, sih?" Maya yang melihat itu hanya bisa gigit jari. Ingin melerai, namun sebenarnya ia juga ingin melakukan hal yang sama. Ingin ikut-ikutan, rasanya tidak mungkin sekali.

Masih dengan tangan yang memukul-mukuli punggung Bagas, Azkia menjawab. "Heh, Mas! Masnya ngaca dong! Punya kaca gak? Yang gak sopan itu saya atau Mas-nya? Masih pagi udah teriak-teriak di lapak orang. Udah dilayanin baik-baik, tapi jawabnya gak ngenakin hati. Mas pikir saya dari tadi tuh gak sepet apa? Sepet banget, Mas!"

"Aw ... udah, dong! Sakit tahu, Ki! Gila lo!" ucapan Bagas kali ini mampu menghentikan pukulan dari Azkia di punggungnya. Bagaspun menarik napas lega. "Hufft ... akhirnya lo sadar juga!" Bagas mengelus-elus dadanya, walau yang sakit adalah punggungnya.

"Mas tadi bilang apa?" tanya Azkia dengan tatapan menyelidik.

Bagas kebingungan sendiri. Memangnya apa yang baru saja dirinya katakan? "Hah? Bilang apaan?" Bagas melemparkan pertanyaan ulang.

"Mas tadi nyebut, Ki. Kok Mas tahu nama saya? Mas siapa? Ngaku gak? Buka kacamatanya!"

Lagi. Bagas kembali berusaha menelan ludahnya, menetralkan napasnya agar tidak mengatakan sesuatu yang membuat Azkia curiga padanya.

"Heh, Mas! Saya tanya itu dijawab!"

Entah ada angin apa, malah Maya yang menyahut. "Huss ... Kia! Tadi tuh, Mbak Maya yang kasih tahu nama kamu ke dia. Makanya dia tahu."

Diberikan jawaban oleh Maya, rupanya belum membuat Azkia puas. "Oh, kalau gitu, lepas kacamatanya coba. Saya mau lihat muka kamu."

"Eh, jangan! Nanti kamu naksir sama saya!" tolak Bagas dengan alasan konyol. Ya, semoga saja berhasil.

"Dih! Amit-amit saya naksir sama cowok macam kamu. Kayak gak ada yang lain aja."

"Jangan gitu, Mbak! Namanya perasaan itu kita gak tahu bisa berlabuh pada siapa. Bisa jadi sama saya, kan?" Bagas menggigit bibirnya sendiri setelah mengucapkan kalimat tadi. Ia yakin, jika Ryan mengetahui kalimat tadi, amarahnya akan membuncah.

"Tinggal lepas doang, apa susahnya sih? Saya cuma mau memastikan aja."

"Memastikan kalau saya ganteng apa gak?" lagi. Bagas kembali menggigit lidahnya. Benar-benar tak terkontrol, kalimat-kalimat ini keluar begitu saja.

Hijrah Cinta [Hiatus]Where stories live. Discover now