DUA BELAS

29 2 0
                                    

Adzan maghrib sudah mulai berkumandang dengan syahdunya. Kini, Ibu 1 anak inipun, mendengarkan tiap lantunannya dengan khidmat dan menjawabnya sembari mengompres kening Azkia dengan air hangat. Suhu badannya panas dingin, sepertinya ia terkena demam. Namun dengan kompresan air hangat dan beberapa kali olesan minyak angin pada tangan dan kakinya, membuat ia lebih baik dari sebelumnya. Walaupun seperti itu, ia tak kunjung sadar hingga saat ini.

"Ma," Andre memegang bahu Fathimah dengan perlahan. "Mama shalat dulu aja, biar Andre yang tunggu. Nanti gantian." Kata Andre dengan lemah-lembut.

Tidak ada suara, namun Fathimah menjawabnya dengan sebuah anggukan kepala. Sebelum pergi, ia membelai pelan kepala Azkia yang tertutupi jilbab yang tentu saja sudah diganti. Lalu ia pun pergi untuk mengambil air wudhu dan siap menjalankan shalat maghrib.

Andre duduk menggantikan Fathimah sambil memperhatika raut wajah sang adik yang terlihat memucat. Ia benar-benar terlihat kedinginan. Andrepun membenarkan selimut Azkia dengan lebih menariknya ke atas. Setelah itu ia memutuskan untuk menghubungi Rizki. Panggilannya sudah masuk, namun tak kunjung diangkat. Ia pun mengulangi panggilannya kembali, dan syukurlah kali ini ia mau mengangkatnya. Ia benar-benar kecewa dengan tindakan Rizki, seharusnya ia mengabari dirinya jika memang tidak bisa menjemput Azkia.

"Halo! Apa anda saudara dari Rizki Ahmad Firmansyah?" tanya seorang wanita dari seberang sana sembari membaca nama di Kartu Tanda Kependudukan milik Rizki.

Sadar yang menjawabnya adalah seorang perempuan, Andre mengecek ponselnya kembali. Apakah dia salah sambung? Tapi kelihatannya tidak, wanita itu menyebutkan dengan lengkap nama Rizki. "Iya, saya sepupunya. Maaf sebelumnya, ini siapa dan Rizki dimana, ya?"

"Saudara mengalami kecelakaan antarmobil beberapa menit yang lalu. Saat ini, ia sedang dirawat di Rumah Sakit Harapan Bunda."

Andre terkejut mendengar kabar tersebut yang membuatnya langsung berdiri dari duduknya. "Lalu, bagaimana keadaannya?" Tanya Andre dengan suara sedikit lantang karena terbawa suasana.

"Saya belum bisa memastikan karena Dokter sedang memeriksanya."

"Oke, saya segera ke sana. Dan pastikan, ia mendapatkan segala pengobatan yang diperlukan."

"Baik, Pak."

Andre memutuskan panggilannya lalu berjalan ke sana kemari, seraya memijit keningnya. Tak lama setelah itu, Fathimah pun kembali datang ke kamar. Ia yang melihat Andre dari luar tadi, terlihat risau. Iapun menanyakannya. "Ada apa?"

Andre pun langsung memegang kedua bahu Fathimah. "Ma, aku mau ke rumah sakit dulu."

"Kenapa ke Rumah Sakit? Siapa yang sakit? Atau kamu mau bawa Azkia ke Rumah Sakit?" Fathimah mengernyitkan dahinya seraya bertanya dengan berbagai pertanyaan.

Tanpa disadari keduanya, Azkia mulai tersadar. Perlahan ia membuka matanya dan telinganya langsung terpasang begitu saja mendengarkan Andre dan sang Ibu berbicara.

"Rizki kecelakaan, Ma. Aku gak tahu gimana kondisi dia sekarang, yang pasti sekarang dia udah ada di Rumah Sakit Harapan Bunda. Aku mau ke sana, Ma."

Dengan suara parau dan lemah, Azkia pun mengangkat mulutnya turut berbicara. "M ... mas ... mas Rizki kecelakaan?" Sahut Azkia dengan terbata-bata.

Andre dan Fathimah langsung duduk di sisi Azkia. "Kamu istirahat aja, Nak. Nanti kalau udah sembuh, kamu bisa jenguk Rizki." Nasihat sang Ibu.

"Iya, Dek. Kamu istirahat dulu, gak baik kalau kamu malah memaksakan diri. Nanti malah tambah sakit," kata Andre menambahi.

"Aku gak apa-apa, Ma, Bang. Aku mau ikut ke Rumah Sakit. Toh, Mas Rizki kecelakaan juga karena aku minta jemput, kan? Kalau aku gak minta jemput, Mas Rizki gak akan kecelakaan," raut wajah Azkia kini terlihat memohon dengan sangat disertai kekecewaan atas dirinya sendiri.

"Kia, Rizki kecelakaan itu bukan karena kamu, melainkan karena kehendak yang Allah berikan," ujar Andre menolak persepsi dari Azkia.

"Tapi, kenapa Allah berkehendak seperti itu, Bang? Apa salah Mas Rizki? Yang salah aku, bukan Mas Rizki," mata Azkia kini mulai menghadirkan buliran air yang jatuh sedikit demi sedikit.

"Itu rahasia Allah, Nak. Kita gak tahu apa yang akan terjadi ke depannya nanti," Fathimah menghapus titik-titik air mata yang membasahi pipi Azkia.

Kemudian Andre pun kembali menyambungkan perkataannya. "Seperti firman Allah dalam Qur'an Surat Al-Qaf ayat 29, yang artinya 'Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-Ku.' Udah jelaskan, Dek? Semua itu atas kehendak Allah, dan kecelakaan ini juga namanya takdir mubram. Mungkin Rizki kurang hati-hati waktu bawa mobil tadi." Andre membelai pelan kepala Azkia.

"Lebih baik kamu shalat maghrib dulu, Ndre, nanti keburu habis waktunya. Kita berangkat ke Rumah Sakit bareng-bareng, sekalian Mama hubungi Papa sama orang-tua Rizki. Kelihatannya mereka belum tahu," tutur Fathimah dengan penuh kelembutan.

"Iya, Ma. Andre shalat dulu, nanti setelah itu kita langsung ke Rumah Sakit," kata Andre seraya mengangguk, lalu berjalan keluar kamar untuk menunaikan shalatnya yang tertunda.

Fathimah pun memberikan pelukan hangat pada Azkia, karena walaupun sudah dihapus air matanya, namun tetap saja buliran itu kembali jatuh berulang kali. "Ssstt.... Jangan nangis, semuanya akan baik-baik saja."

Azkia masih menangis sesenggukan, rasanya ia ingin menangis dengan begitu kencangnya. Ada hal lain yang membuat dadanya begitu terasa sesak, namun bukan karena Rizki. Jujur, ia memang merutuki dirinya atas kecelakaan yang menimpa Rizki, namun tidak menutup kenyataan bahwa ada hal lain yang membuatnya merasa kacau. Hal apa itu, Azkia sendiri tidak tahu.

******

To Be Continued!

Hijrah Cinta [Hiatus]Där berättelser lever. Upptäck nu