Shasha sudah masuk duluan ke dalam kamarnya. Bukan, kini sudah menjadi kamar mereka berdua. Shasha dan Ray.

      "Pikiran anak sekarang, ya! Seharusnya lo, masuk pesantren!!" Ujar Ray masih tetap tanpa ekspresi.

      Mendengar kata 'pesantren' disebut, sifat Asrof berubah kalem dan penurut. Sandiwara belaka. Asrof menentang menuntut ilmu di dalam naungan pondok pesantren dengan berbagai alasan, dan seribu cara untuk menghindar.

      Dahulu, Asrof pernah merasakan pahitnya kehidupan pesantren, selama tiga tahun lamanya, ketika SMP. Tapi, saat ingin melanjutkan hingga lulus SMA. Enam tahun pluss tujuh tahun beserta pengabdian setahun. Sebuah peristiwa terjadi.

      Asrof membuat kesalahan yang sangat di S-E-N-G-A-J-A, dan kesalahannya itu yang berhasil mengantar dirinya keluar dari kekangan tembok pesantren. Sangat fatal, hingga tak terampuni, jadi dengan sangat terpaksa. Asrof di keluarkan tanpa hormat.

      Bukannya menyesal atas segala perbuatannya, Asrof sebaliknya. Bersyukur dan sangat senang. Pihak keluarga tidak dapat memaksa kehendak lagi. Semakin dipaksa, kelakuan Asrof semakin tak terkendali. Morsal. Walaupun, tidak mau hidup dalam pesantren, Asrof masih mau menghafal ayat suci Al-qur'an di langgar dekat rumah, serta menerapkan isi kandungannya dalam setiap langkah kehidupan yang ia jalani.

      Ray menghela napas, melihat tingkah laku sepupunya.

      Asrof tau, kalau sepupunya ini masih ada di sini. Ia bakalan terkena siraman rohani, saat suasana menggembirakan. Sebelum hal itu terjadi, ia mendorong perlahan Ray memasuki kamar pengantin dengan alasan 'kasihan mbak iparnya menunggu lama'. Ia memang rajanya buat seribu alasan. Membual.

      Ray menurut saja, dirinya juga sudah lelah dan mengakhiri senyuman paksaan ini. Segera.

      Maaf, ia tak bermaksud membohongi semua orang dengan senyum, dan ke bahagian palsu. Akan kah hati ini salah, mengapa cinta datang pada yang tidak tepat.

      "Mi, Ray istirahat dulu." Ujar Ray, sebelum benar-benar masuk. Mami mengangguk, mengiyakan.

      Ray menyusul Shasha masuk. Menghela napas.

      "Kamu tuh, suka membuatnya kesal." Ujar Mami, seraya berjalan menjauh dari kamar pengantin.

      Asrof nyengir, "Seru aja."


***


      Atmosfer di dalam kamar sangatlah canggung. Shasha paling tidak suka seperti ini. Apa yang ia lakukan. Main handphone, kalau bisa dilakukan mungkin sedari tadi ia menyibukkan diri melihat layar datar handphone-nya.

      Gara-gara keteledoran sendiri, Shasha lupa mengecas baterai handphone, dan tau kan apa yang terjadi. Handphonenya mati kehabisan daya. Menyebalkan, tidak tau sikon. Situasi dan kondisi.

      Untung saja Shasha tak sengaja meletakkan novel di atas nakas, ia mengambil novel itu. Membacanya. Belum baca satu bab, Shasha merasa aneh dengan kasur miliknya. Matanya melotot. 

      "Eh, lo mau apa??!" Tanya Shasha, melihat Ray hendak menaiki kasur. Entah sejak kapan jasnya pun sudah berganti dengan kaos pendek dan celana pendek selutut. Pakaian siap tidur.

      Ray menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Ia sudah sangat capek, hendak tidur.

      "Lo budek, apa!" Shasha meninggikan suara, merasa tidak ditanggapi. Melempar guling tepat mengenai sasaran. Muka Ray.

RASA {{Dalam tahap RENOVASI}} ^.^Where stories live. Discover now