Aku percaya Tuhan Maha adil, begitu pula dengan perasaan ini.
Aku selalu memikirkan nya!
Dan, kini aku mulai mencintainya!!!
Tak pernah terlintas dalam benak ku, kejadian malam itu mengubah dunia ku. Meruntuhkan gunung es...
"Bagaimana keadaanmu, Sha." Ujar Sabrina. Ketiga sahabatnya datang menjenguk membuat Shasha senang.
"Membaiklah, dari pada seminggu lalu, gue kayak lumpuh." Memaksakan senyuman terukir di wajah cantiknya.
"Kalau , waktu itu kita akan larang lo pulang, Sha." Oceh Afifah.
"Takdir." Jawab Shasha pelan.
"Aih, get well soon biar kita bisa clubbing lagi." Cengir Rachel. Sabrina menjitak kepala sahabatnya.
"Perbuatan setan, tuh." Sindir Sabrina, seraya memutar bola matanya.
"Gak papa, sekali-kali." Bela Nafisah. Afifah menggeleng menanggapi. Kali ini, ia berpihak pada Sabrina.
"Sesat lo!!!" Cecar Afifah.
Mereka tertawa, Afifah dengan tingkah konyol selalu bisa menciptakan stand up komedi dadakan. Tak sampai lama, ke empat sahabat Shasha harus pamit pulang. Hari sudah larut malam, dan seharian mereka tidak berganti baju. Rasanya risi, badan lengket semua.
"Kapan-kapan kita ke sini lagi, kok." Ujar Afifah, niatnya menyemangati Shasha. Tapi, di mata para sahabatnya....
"Lo doa biar Shasha gak sembuh-sembuh, ya...." Cibir Rachel.
Shasha, Nafisah, dan Sabrina menggeleng bersamaan. "Gak menyangka, lo tega, Fah." Ketiganya memasang tampang tak percaya, dan sendu.
"Gue gak bermaksud, loh. Sungguh!" Ujar Afifah merasa sangat bersalah. Kikuk.
"Hahahaha.... Lo polos betul ya, Fah. Sama kayak Shasha dahulu." Seraya merusak kerapian rambut Afifah.
Shasha terdiam mendengar ucapan Rachel.
Sabrian berdeham pelan, Nafisah menyenggol Rachel menyadarkan sahabatnya yang sudah salah berbicara. Rachel merutuk dirinya sendiri.
"Yaudah, kita pulang, ya. Gws, cantik." Rachel mengelus kepala Shasha, tersenyum.
"Kalian hati-hati, ya!"
"Bye...bye..."
Sabrina menjitak kepala Nafisah. "Assalamualaikum." Ujarnya tegas.
"waalaikum salam." Shasha menjawab.
***
Shasha kembali terdiam, menoleh ke pintu yang di buka seseorang. Grand Mom berjalan mendekat. Shasha menjadi canggung, ia mengalihkan pandangan ke arah lain. Semenjak Grand Mom tau kelakuannya, grand Mom marah besar.
Shasha juga merasa bersalah, membuat penyakit jantung grand Mom kambuh karena kejutan darinya.
"Bagaimana keadaan mu, Sha?" Tanya grad Mom. Shasha tidak menjawab.
Grand Mom mendekati brankar, Shasha tetap diam saat sebuah tangan mengelus kepalanya. "Sha."
"Seperti yang grand Mom lihat, Shasha baik. Lagi pula, untuk apa grand Mom peduli?!" Shasha memotong ucapan grand Mom.
"Jangan buat grand Mom khawatir, Sha." Ujar grand Mom. Air matanya tertahan di pelupuk mata.
Shasha menatap grand Mom, kesal. "Sepertinya kata itu sangat terlambat untuk di ucapkan sekarang!" Sinis.
Grand Mom menghela napas, "Apa Shasha belum memaafkan kesalahan grand Mom?"
"Sudah" Jawab Shasha singkat.
"Hanya saja, peristiwa itu tidak bisa di hapus dengan mudah. Rasa kecewa, marah, kehilangan, kesepian, melebur menjadi satu. Dan, kalian malah membutakan mata serta menulikan pendengaran. Sekarang, menganggap semua itu angin lalu, hah?!" Setelah mengucapkan kalimatnya, Shasha menarik selimut hingga sebatas dada, lalu memejamkan mata.
"Shasha mau istirahat." Ujarnya tanpa mempedulikan grand Mom yang masih ingin berbicara padanya.
"Baiklah, semoga kamu lekas sembuh, sayang." Sebelum keluar grand Mom mengelus kepala cucunya lagi.
Menyadari grand Mom sudah keluar, Shasha kembali membuka matanya, memandang sekitar. Menghela nafas. Lelah.
Ia kembali memejamkan mata. Sekarang, benar-benar tertidur.
Gak bermaksud telat, tapi.........banyak tugas :-(
Doain saya, semoga bisa masuk PTN yang di inginkan. Amien.........^.^
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.