Ray mengetuk pintu sebuah kamar di rumah sakit, membuka perlahan seraya mengucap salam dan menjawab salamnya sendiri dengan suara yang sengaja di bedakan.
Jelas, orang yang sedang mengalami koma tidak akan bisa berbicara, layaknya orang yang tengah tertidur pulas, di temani sejuta mimpi indah untuk dirinya sendiri dan kekhawatiran bagi orang lain. Seperti tak memikirkan keadaan orang sekitar yang sayang padanya, serta sangat menanti kesadarannya.
Ray menggenggam besi aluminium penyangga pinggiran brankar, hingga membuat buku jarinya memutih. Ray tak berani menyentuhnya. Mereka bukan mahrom (orang yang tidak boleh di nikahkan, contoh ibu, dll), dalam agama tidak membolehkan lelaki, dan wanita yang bukan mahrom-nya saling bersentuhan. Ray tau hukumnya, jadi dosa apabila diperbuat.
"Kali ini, gue datang sama cowok pemalas." Ujar Ray melirik Fiko.
"Gak Anin, gue gak bermaksud malas jenguk lo. Gue lagi memperjuangkan cinta gue, seperi yang lo bilang." Fiko membela diri.
"Alasan!" Cibir Ray.
Untuk kunjungan kali ini, Ray tidak akan lama. Juga tidak membacakan ayat suci Al-qur'an seperti hari biasa ia berkunjung. Karena malamnya ia akan menikah, harus mempersiapkan segala sesuatu yang harus dipersiapkan.
"Raja jomblo kita lagi galau, nih." Lirih Fiko. Biasanya saat ia berkata 'raja jomblo' Anin akan tertawa lepas. Jadi kangen saat itu.
Penglihatan Ray dan Fiko menangkap setetes air mata meluncur bebas, keduanya memperhatikan. Tak disangka, seakan sadar, orang yang tengah berbaring koma dapat meneteskan air mata, dan raut wajah Anin berubah sendu. Sayangnya, mata indah itu tetap terpejam rapat, begitu juga dengan anggota badan lainnya. Diam membisu. Seakan ingin mengutarakan pendapat, yang tak mungkin dilakukan dalam kondisi seperti ini. Mustahil.
"Ah, lo sih. Jangan bicara yang sedih!" Ujar Ray.
"Lo juga, ngapain bahas keluk kesah lo tentang perjodohan lo. Sok, mellow lagi. Cengeng!" Ujar Fiko. Ray melotot kaget.
"Lo pasang CCTV, ya?!" Tebak Ray.
Fiko membuang muka. "Sebagai jaga-jaga. Mengingat lo sering ke sini, gue takut orang-orang yang merasa iri ke lo melampiaskan semua kekesalannya pada Anin. Karena merasa Anin orang yang berperan penting dalam kehidupan lo."
"Lo benar." Ray merasa bersalah.
Setelah mereka diam cukup lama, Fiko mengutarakan yang ingin ia sampaikan.
"Ray." Panggil Fiko hati-hati.
Ray melirik Fiko, menunggu kelanjutan ucapan sahabatnya. Tapi, Fiko tak kunjung membuka suara. "Apa?" Ujar Ray.
"Lo benaran mau nikah, Ray?" Tanya Fiko, dijawab anggukan mantap Ray. Tak terbantahkan.
"Kenapa lo?" Ray menyadari perubahan sikap sahabatnya.
Fiko menghela napas sebelum mengutarakan pokok permasalahan yang sangat mengganggu pikirannya. "Begini, duh, kenapa susah banget ngomongnya." Gemas Fiko pada dirinya sendiri.
"Hhmm!?" Ray masih menunggu.
"Kalau misalnya...... dia kembali gimana? Maksud gue, kan gak ada yang tau dia masih hidup atau mati semenjak kejadian itu, dan selama ini gue sudah melacaknya belum menemui titik terang."
Ray terdiam, mendengarkan. Menggenggam erat buku jarinya hingga memutih, menyalurkan emosinya. Kejadian kelam itu berputar kembali, bertambah buruk dari kejadian sebenarnya.
YOU ARE READING
RASA {{Dalam tahap RENOVASI}} ^.^
RomanceAku percaya Tuhan Maha adil, begitu pula dengan perasaan ini. Aku selalu memikirkan nya! Dan, kini aku mulai mencintainya!!! Tak pernah terlintas dalam benak ku, kejadian malam itu mengubah dunia ku. Meruntuhkan gunung es...
