13 - Hurt to Remember

Start from the beginning
                                    

"Stop, Devi. Don't talk about it."

"Bukan cuma Ayah, aku juga kangen sama Mama. Andai Mama masih hidup, pasti Mama dengan senang hati akan datang ke sekolahanku, melihat tumbuh kembang-"

"STOP DEVI!"

Devi pun tersentak mendengar suara tinggi Ayahnya. Air matapun mulai turun dengan deras di wajah cantik Devi.

"Please, Dev. Okay, Ayah minta maaf sama kamu. Ayah minta maaf, jika selama ini Ayah gagal jadi orang tua kamu. Tapi tolong ngertiin, Ayah Dev. Tolong, jangan ingatkan Ayah dengan kejadian itu. Terlampau sulit bagi Ayah untuk tidak menyalahkan diri Ayah sendiri."

"Tapi Devi ngga bisa sendiri terus, Yah. Devi butuh Ayah. Setidaknya, pulang ke rumah, Yah. Devi kangen cerita sama Ayah, nonton film kartun bareng Ayah." Kata Devi sambil terus terisak.

Putra hanya bisa memeluk putrinya erat. Mau sekuat apapun ia mencoba, ia akan sulit untuk masuk ke rumahnya sendiri. Putra memiliki alasan, kenapa dia tidak pulang ke rumah. Sudah pasti karena memori tentang istrinya sangat penuh ketika ia memasuki rumahnya. Dan ketika ia mengingat istrinya, ia akan selalu menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa menyelamatkan nyawa istrinya di kecelakaan maut itu. Kecelakaan yang membuatnya koma selama beberapa hari dan membuatnya kehilangan istri yang ia cintai ketika anak mereka baru saja masuk sekolah dasar.

Putra sepenuhnya sadar bahwa ia sudah terlalu lama terpuruk dalam kenangan buruk itu. Sudah sepuluh tahun ia dihantui rasa bersalah. Dan sudah sepuluh tahun pula, ia menelantarkan anaknya dari kasih sayang. Sepertinya, ia harus segera mengakhiri semua ini demi Devi. Demi anak tercintanya. Jika istrinya tahu, ia pasti akan dimarahi habis-habisan karena telah membiarkan putri cantiknya selama ini.

Devi memang baru tinggal di Jakarta dua tahun terakhir ini. Tepatnya, ketika ia memutuskan untuk SMA di Jakarta. Sebelumnya, ia diasuh oleh kakek nenek dari ayahnya di London, namun kakek neneknya juga ikut pindah ke Jakarta ketika Devi memutuskan untuk pindah.

"Ya sudah, sekarang kamu pulang ya. Nanti malam, Ayah usahakan untuk pulang ke rumah." Kini keputusan Putra sudah bulat. Ia akan memulai semuanya demi Devi.

"Terima kasih ya Ayah, Devi sayang sama Ayah." Devi memeluk ayahnya semakin erat. Lalu Devi oun mendongakkan wajahnya menatap ayahnya. "Hm Ayah, maafin Devi ya tadi udah bentak-bentak Ayah."

"Ngga papa sayang, Ayah yang seharusnya minta maaf."

Tanpa sepengetahuan siapapun, seseorang yang sedang menunggu giliran untuk masuk ke ruangan tersebut tanpa sengaja mendengar seluruh percakapan antara anak dan ayah itu.

Ceklek

"Bang Gio?" Pintu terbuka dan menampilkan Devi yang sedikit terkejut melihat sosok yang ada di depannya saat ini.

Gio yang merasa tidak asing dengan gadis di depannya pun mengerutkan keningnya, sedang berusaha untuk mengingat-ingat siapa gadis di hadapannya saat ini.

"Aku Devi, Bang. Temennya Kirana." Ucap Devi dengan nada seriang yang ia bisa. Karena saat ini ia berharap bahwa Gio tidak berada di sana dari tadi. Karena kalau sampai Gio tahu yang sebenarnya, tidak menutup kemungkinan Gio akan cerita ke Kirana. Selama ini, Devi tidak pernah menceritakan masalah keluarganya kepada Kirana, se-detail pembicaraannya dengan Ayahnya siang ini.

Sedangkan Gio sendiri sibuk menatap gadis di hadapannya. Terlihat mata yang sedikit sembab dan jejak air mata di pelupuk matanya.

"Bang Gio, udah daritadi?" Pertanyaan Devi sukses mengembalikan kesadaran Gio.

"E-eh ngga, baru aja. Mau ngasih ini ke Pak Putra." Kini Gio tersenyum kepada Devi. Gio sudah ingat semuanya. Devi adalah teman Kirana, tidak sulit untuk mengingatnya karena teman Kirana memang hanya sedikit. Atau mungkin hanya Devi.

"Bang, kalo gitu aku permisi dulu mau pulang. Selamat siang."

"Selamat siang."

Gio lantas masuk ke dalam ruangan Putra.

"Selamat siang Pak." Sapa Gio ramah.

"Selamat siang. Kamu, sekretaris baru saya 'kan?" Tanya Putra.

"Iya Pak. Sebelumnya perkenalkan, nama saya Giovanni Erza Pratama, bisa dipanggil Gio. Tadi pagi saya belum sempat bertemu langsung dengan bapak, karena kata Bu Siska, bapak sedang ada rapat di luar kota." Ucap Gio dengan lancar.

Hari ini adalah hari pertama bagi Gio untuk bekerja di perusahaan ini. Sebelumnya Gio bekerja di daerah Bekasi, hanya saja ibunya selalu ingin dekat dengan Gio. Akhirnya, Gio memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan berhasil menjadi sekretaris di perusahaan milik Putra Pramono. Hanya saja tadi pagi, ketika ia akan memperkenalkan dirinya, Pak Putra sedang ada rapat di luar kota. Begitulah penuturan dari sekretaris lamanya, Bu Siska.

"Iya, benar. Saya baru saja sampai sini satu jam lalu. Kamu bawa berkas-berkas yang saya perlukan?"

"Iya Pak, ini berkas-berkas yang Bapak minta. Sebelumnya, mohon maaf kalau saya masih ada beberapa kesalahan pak. Mohon untuk dimaklumi." Kata Gio sambil menyerahkan beberapa map yang sebelumnya sudah ia kelompokkan.

"Iya, santai aja. Lama-lama juga terbiasa." Putra menenangkan Gio yang terlihat sedikit nervous. Sangat dimaklumi oleh Putra, namanya juga hari pertama.

"Kalau sudah tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi pak."

Baru saja Gio akan memutar tubuhnya, Putra kembali memanggil.

"Eh tunggu Gio. Bisa tolong pesankan saya makan siang seperti biasanya ke pantry? Kamu tinggal bilang OB disana saja. Biar nanti dia yang mengantar ke ruangan saya. Sekarang, kamu boleh keluar."

"Baik pak, permisi."

Putra hanya menganggukkan kepalanya. Memang benar, ia baru saja pulang dari luar kota, tadi di jalan ia memutuskan untuk makan siang di kantor saja, namun kehadiran putri kesayangannya itu membuatnya mengundur waktu makan siangnya. Tidak apa, yang penting masalahnya dengan Devi bisa selesai.

* * *

Gara-gara kangen sama Sean, sampe ngga mood nulis 2 hari.

Ini ya guys, maafin typo²nya.

Luv,
Azliana Astari✨

Pengagum RahasiamuWhere stories live. Discover now