"Jangan!! Jangan pernah kamu mengejarnya."

Langkah ku untuk mengejarnya langsung terhenti.

"Kalian memang serasi ya. Wanita jalang dengan lelaki sialan. Ya, aku paham. Dia kekasihmu, sudah pasti kamu akan melindunginya agar tidak aku sakiti."

"Aku melindungi mu Rigel!!" teriaknya dengan mata yang berkaca-kaca.

Seketika aku terdiam sejenak. Apa yang ia maksud dengan melindungiku?

"Aku peringatkan, jangan pernah berurusan dengannya."

"Apa maksudmu?"

Sebelum mendengar jawabannya, tiba-tiba pandangaku terasa kabur. Aku tak bisa melihat jelas Zea yang berada di hadapanku. Perlahan semuanya terlihat gelap.

......

Mata terasa berat untuk terbuka. Rasanya aku tertidur sangat lama sehingga membuat kepalaku sakit. Namun pemandangannya terasa berbeda, seperti sebuah tempat yang belum pernah aku kunjungi. Seketika aku teringat kejadian Zea yang terasa seperti mimpi.

"Apa tadi malam aku bermimpi? Sepertinya itu mimpi yang sangat buruk." gerutuku dalam hati.

"Rigel? Kamu sudah bangun? Ayo katakan pada ayah bagian mana yang sakit?" tanya Paman Hira yang terlihat panik.

Aku ada di mana? Mengapa Paman Hira terlihat panik seperti itu? Pertanyaan terus mengahantui pikiranku. Sungguh aku tidak paham dengan semua ini.

"Aku baik-baik saja paman. Memangnya aku kenapa?"

"Sudah seharian kamu terbaring tak sadarkan diri. Ayah sangat khawatir sehingga membawa mu ke rumah sakit. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu sakit akhir-akhir ini? Kata Zea kamu sudah beberapa kali pingsan seperti ini."

"Zea? Wah orang itu benar-benar tidak tahu malu." ucapku berbisik.

"Katakan yang sejujurnya pada ayah jika kamu sakit. Ayah akan membawamu untuk menjalani pengobatan. Jangan takut Rigel."

Ucapan Paman Hira membuatku tersenyum. Sakit apanya? Aku seperti ini karena anak mu paman. Tapi aku sangat senang mendengarnya, karena aku menjadi yakin jika Paman Hira sangat menyayangiku seperti anaknya.

"Jangan tersenyum seperti itu. Ayo cepat katakan pada ayah!"

"Jangan berlebihan seperti ini paman. Aku baik-baik saja. Bahkan aku sangat sehat."

"Tetapi kata dokter kamu tak sadarkan diri karena benturan di kepala. Apa kamu sengaja membenturkan kepalamu karena merasa kesakitan?"

Aku langsung teringat pukulan Dias yang mengenai kepala ku. Ternyata semua kejadian itu bukan mimpi. Apa aku harus memberitahukan perbuatan anaknya? Tapi perkataanku tentang anaknya mungkin saja akan membunuh Paman Hira. Jantungnya tak akan sanggup mengetahui hal itu.

"Ah yang benar saja aku melakukan hal konyol seperti itu. Mungkin kepala ku terbentur ketika pingsan. Akhir-akhir ini aku merasa sangat lelah, bisa jadi itu yang membuatku pingsan. Paman tahu sendiri kan berbaur dengan orang membuatku merasa tertekan."

"Apa benar seperti itu? Besok kamu tidak perlu masuk kuliah. Istirahatlah di rumah."

"Tidak paman. Jangan lakukan itu. Aku harus kuliah dengan benar dan bekerja, agar bisa membahagiakan Zea. Jangan menggunakan kekuasaan paman hanya untuk membuatku beristirahat di rumah." jawabku meyakinkan.

Jujur saja perkataanku semuanya bohong. Aku lebih baik tertekan karena pelajaran daripada harus beristitahat di rumah yang hanya akan membuatku gila.

"Oh iya, Zea kemana?"

"Dia pulang untuk beristirahat. Seharian dia menjagamu di sini. Pasti dia sangat khawatir padamu Rigel. "

Akting yang sangat bagus. Pencitraannya ternyata di luar dugaanku. Dia pandai sekali memainkan peran menjadi wanita baik yang peduli padaku. Tapi aku tahu sifat busuk mu, Zea.

Aku pasti akan segera keluar dari rumah itu dan  aku pastikan kita tidak akan bertemu lagi.

___________________________________________

Rigel ^^

NEXT=>





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE REAL YOU- Rigel [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang