Prolog♡°

177 29 37
                                    

"Jika dunia baru adalah jalan hidup, lantas apakah pantas kita ingin menggapai dunia lama?"

▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪

Suara dering telepon memenuhi kamar ku yang sepi. Tak lama, aku angkat telpon yang ternyata dari sahabat masa kecil ku dan dia itu orang yang terlalu cerewet, menurut ku.

"Halo?"

"Hai, Ami!" Suara di seberang sana terdengar sangat bersemangat.

"Hai juga. Ada apa menelepon ku malam-malam, Car?"

"Aaa .... Kau terlalu to the point, Ami." Dia berucap dengan nada merengek. Sepertinya, ia sedikit kesal dengan ku.

"Oke, oke. Sekarang katakan, apa mau mu?"

Kudengar dari seberang sana, ia terkekeh lucu dan kembali berucap dengan nada anak-anak. "Itu .... Aku ingin Ami segera update! Bisa?"

Kali ini, giliran aku yang terkekeh karena ucapan sahabatku itu. "Tidak bisa, Car. Jadwal hari ini hanya update sekali, besok akan aku update lagi."

"Tidak bisakah sesekali berubah menjadi dua kali?" Tanyanya dengan nada sedikit kecewa. Aku yakin, dia pasti sedang mengerucutkan bibirnya.

"Menang tidak bisa, Car. Waktu ku bukan hanya untuk itu saja. Masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan."

"Huft ...." Dia menghela napasnya. Ada jeda cukup lama saat itu, tapi tiba-tiba suara nya kembali terdengar. "Baiklah, baiklah. Akan ku tunggu besok. Tapi jangan lupa untuk update, ya!" Ucapnya dengan nada semangat disertai dengan sedikit berteriak diakhir ucapannya.

"Tentu. Apakah kau begitu menyukai cerita itu?" tanyaku dengan penasaran.

"Tentu saja!" Lagi-lagi dia berteriak dengan semangat. "Ini pertama kalinya kau membuat cerita yang begitu berbeda dari sebelum-sebelumnya dan aku sangat-sangat menyukainya!"

Seketika aku tertawa begitu mendengar reaksinya. Pikiran ku membayangkan, jika sahabatku itu ada di sini, pasti dia akan berteriak seheboh mungkin dan membuat tetangga sebelah ku terganggu akan suaranya yang cempreng itu.

"Benarkah? Berarti pilihanku sangat tepat."

"Benar, Ami. Kau tidak salah memilih. Ah ... aku sangat menantikan kelanjutannya." Dia kedengaran sedikit frustasi akibat cerita yang aku tulis sore tadi.

"Jangan terlalu dipikirkan. Sebaiknya kau tidur, ini sudah malam," ucapku.

"Baiklah! Sampai jumpa, Ami. Good night."

"Sampai jumpa, Car. Good night."

Percakapan pun berakhir.

Aku memutuskan untuk membereskan meja belajarku yang terlihat seperti kandang sapi, begitu kotor dan berantakan. Dengan cepat, aku membereskan meja ku. Tak butuh banyak waktu, meja ku kini kembali bersih dan rapi.

Aku pun mulai berjalan menuju ranjangku. Kemudian ku bantingkan badan ku di atas ranjang. Ah, begitu empuk dan nyaman. Ku posisikan kembali tubuhku agar aku kembali nyaman untuk tidur. Tak lupa aku matikan lampu tidur yang terletak di samping ranjang ku, kemudian ku naikkan selimutku sampai menutupi leher ku.

Karena rasa nyaman dan lelah yang merasuki tubuhku, mataku dengan perlahan terpejam, hingga yang ku jumpai saat itu adalah gelap.

Aku hanya berharap bahwa, esok hari akan menjadi lebih baik dengan memulai awal yang baik. Berharap juga bahwa cerita dengan genre baru milikku itu, berhasil memikat minat para pembaca dan membuat mereka menyukai cerita ku juga. Haha.

▪▪▪▪▪


"Amberelyn ... datanglah. Kita sangat membutuhkanmu."

"Datanglah ...."

Amber tidak tahu dia sekarang ada dimana. Tak ada petunjuk selain suara-suara misterius itu.

Kerajaan? Cerita yang dia tulis benar adanya? Tidak mungkin.

"Amber ...."

Amber menoleh, menemukan seorang wanita yang wajahnya sama persis dengannya. Seperti kembar identik.

"Tolong aku, Amber. Tolong ...."

"Aku sudah tidak tahan." Amber semakin tidak tega melihat rintihan yang keluar dari bibir wanita itu. Seperti ikatan batin yang apabila salah satu terluka, maka akan terluka semua.

Bibir itu gemetar, badan yang lecet akibat luka dimana-mana, badan kurus, sangat mengenaskan.

"Nierva?"

Blush!

Semuanya hilang. Dia hanya sendiri di kegelapan tanpa penerangan apapun. Sama sekali. Berlari kesana-kemari mencari pintu, tapi hasilnya nihil.

Takut, gelisah, panik, gelap, tangis, semua itu terjatuh ke dalam visualnya. Amberelyn-gadis itu mulai meringkuk dengan tangan gemetar.

"Ibu ... Kak Siva ... Joshe ... Car ... si-siapapun, to-tolong ...."

Tangisannya semakin menjadi saat tidak ada sahutan apapun. Hanya satu yang bercahaya, kalungnya.

Amberelyn menatap kalung pemberiaan ibunya lamat-lamat. Dia bersinar.

Brak!

"Let's we changes this world."

~♡~

Halo sobat literasi~

Bagaimana keadaan kalian? Baik-baik saja bukan? Semoga semua sehat-sehat saja dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Sebelumnya perkenalkan kami, Shabrina dan Nandita penulis dari 'Point of You' yang merupakan salah satu naskah yang lolos dalam event collab @swoci_

Kami berharap bahwa cerita kami ini dapat diterima dan dinikmati oleh para pembaca. Berikan tanda ☆ jika kalian menyukai cerita ini. Jangan lupa juga untuk meninggalkan jejak berupa komentar^^

Wait for the next chapter^^

Salam manis dari desi_AL dan Sha_Yap16

🤲🏻💚

Point of You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang