21

5.2K 246 22
                                    

Sudah lima hari terakhir Gara bersikap manis kepada Aishwa, memberi perhatian, dan juga bersikap layaknya seorang kekasih. Kedua belah pihak keluarga pun sudah saling bertemu, meminta maaf satu sama lain. Kemudian, mereka sudah menentukan tanggal pernikahan Gara dan Aishwa.

Jika mengingatnya membuat Aishwa tersenyum kecil. Semoga saja hal itu menjadi awal laki-laki berandal seperti Gara bisa berubah. Senyum di wajah memudar mengingat jika dirinya akan segera menikah tepat di bulan yang akan datang.

Dirinya belum siap sama sekali, menerima lamaran dari Gara saja dia terpaksa. Takut sang papa murka kembali. Mau tidak mau Aishwa harus bisa menerimanya, walau terasa berat.

"Jangan melamun, Ish." Suara Rajendra menyadarkan Aishwa kembali ke dunia nyata.

Dia menoleh ke ambang pintu kamarnya, menatap sang kakak sedang bersandar di sana dengan tangan dilipat di dada. Semenjak mengetahui kemahilannya, sang kakak benar-benar berubah. Tidak ada Rajendra yang kasar lagi. Walaupun Aishwa masih merasa kecewa kepada Rajendra.

"Kakak ngapain di situ?" tanya Aishwa.

"Ya mastiin lo, siapa tahu gara-gara lo mau nikah satu bulan lagi. Lo ada rencana buat bundir karena enggak mau dinikahin sama si Gara."

Aishwa bergeming. Sempat terlintas pemikiran itu, tetapi dia masih memiliki akal sehat. Bunuh diri tidak akan pernah menyelesaikan masalah yang ada masalah selama hidupnya akan terbawa sampai mati. Tangan Aishwa memegangi perut, ada nyawa dalam rahimnya. Sang Khalik sudah menitipkan kepada dia, mana mungkin dia akan menghilangkannya begitu saja.

"Maaf kalo kata-kata gue kelewatan."

"Enggak apa-apa," balas Aishwa seraya mengedikkan bahu.

"Ayo makan, Papa udah nunggu." Rajendra berlalu dari kamar Aishwa.

***

Apartemen Gara kembali ramai di tempati oleh teman-temannya. Bungkus snack, bungkus rokok, dan kulit kacang berceceran di lantai ruang tamu. Asap mengepul keluar dari mulut Gara, pikirannya berkelana jauh.

Sementara Tara, laki-laki itu hanya menatap Gara dari seberang duduknya. Dia penasaran apa yang dilakukan oleh Gara setelah mengetahui kehamilan Aishwa. Tara tidak tahu-menahu apa yang terjadi. Dia hanya tahu kalau Aishwa tengah hamil. Selebihnya masih abu-abu di pikiran Tara.

"Lo jadi nikahin si Aishwa?" Pertanyaan Joni membuat Tara tersedak minuman cola-cola terasa panas menjalar di tenggorokannya.

"Apa? Nikah?" Tara menyahut, masih belum mengerti apa yang terjadi dengan Gara lima terakhir ini.

"Lo enggak tahu, Tar? Padahal lo temen deket si Gara," ujar Fardhan seraya memasukkan kacang tanah ke mulutnya.

Tara menatap Gara dengan tajam, meminta penjelasan kepada laki-laki itu. Sementara Gara, dia tampak begitu tenang dengan rokok di jemarinya. Tidak merasa terganggu oleh obrolan mengenai pernikahannya dengan Aishwa.

"Yang dikatakan si Joni bener, Gar?" tanya Tara.

Seringai tipis terbingkai di bibir Gara. Dia menaruh puntung rokok yang sudah mengecil di asbak. Mencodongkan tubuhnya ke depan sedikit, tatapan dia tertuju ke arah Tara di seberang sofa sana.

"Bener," balas Gara sekena.

Hening. Tidak ada pembicaraan lagi. Ferdi yang duduk di sebelah Fardhan sedikit terkejut mendengar pengakuan Gara. Dia juga tidak tahu bahwa Gara merencanakan sebuah pernikahan dengan Aishwa. Gadis malang itu pasti sedang dilema antara menerima atau tidak, pikir Ferdi.

"Kenapa pada diem?" tanya Gara menatap semua temannya.

"Bukan apa-apa ya, Gar. Tetapi lo ikhlas kalo calon istri lo itu pernah dicoba sama kita-kita," sahut Rehan tanpa menyaring kalimatnya sendiri.

Kesucian yang ternodaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang