13

5.3K 244 5
                                    

Seharusnya di pagi hari itu selalu ada semangat baru, kecerian sejenak. Walaupun kelihatannya sangat sulit untuk kembali berceria. Aishwa berjalan mengendong tasnya. Tatapannya selalu menunduk menatap ujung sepatu. Dia berjalan menelusuri koridor sekolah menuju kelasnya.

Sesampai di kelas, Aishwa menduduki diri ke kursi. Tatapan dia masih saja menunduk. Engan menatap wajah teman-temannya sendiri. Mengingat kalau dirinya tidak masuk sekolah tanpa keterangan.

"Hei, Aishwa. Kenapa melamun?" tanyw Najwa setelah duduk di samping Aishwa.

Aishwa tidak menjawab. Dia hanya membalasnya dengan gelengan kecil. Entahlah rasanya sang malas sekali menanggapi hal yang tidak terlalu berguna juga.

"Kamu kok jadi pendiam gini, Ish? Kamu kenapa?" Najwa merasa khawatir. Takut kalau fia memiliki salah kepada Aishwa.

"Lagi enggak mood aja," balas Aishwa sekena.

Najwa menatap aneh ke arah Aishwa. Dia merasa kalau Aishwa kini berubah menjadi pendiam. Bahkan Najwa tidak sengaja melihat kantung mata Aishwa membesar ditambah memerah. Dia yakin, kalau Aishwa sedang mengalami masalah.

Najwa juga tidak bisa memaksa Aishwa bercerita. Gadis itu tahu kalau Aishwa merupakan anak yang tertutup, engan berbagi cerita.

"Kamu yakin enggak apa-apa?" tanya Najwa merasa khawatir.

Aishwa menggeleng pelan, sungguh dia sangat tidak berminat untuk bercerita. Takut kalau cerita tersebut tersebar luas, yang ada harga diri Aishwa jatuh begitu saja.

"Aku enggak apa-apa, Naj."

Najwa mengangguk, mengerti apa maksud dari Aishwa. Dia bangun dari duduk, berpindah ke tempat duduknya sendiri.

Bel pelajaran pertama berbunyi, guru bahasa Inggris yang mengajar di kelas Aishwa pun sudah masuk. Aishwa mengeluarkan buku dengan malas. Kepalanya terasa pening, perutnya terasa terkocok abis. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan diri sendiri.

"Aishwa, kamu baik-baik saja?"

Suara Mrs. Sunariah mengejutkan Aishwa. Mrs. Sunariah berjalan menghampiri meja Aishwa, menatap lebih dekat anak muridnya. Alisnya berkerut tatkala melihat wajah pucat dari Aishwa.

"Kamu baik-baik aja? Muka kamu pucat," ujar Mrs. Sunariah merasa khawatir.

"Baik, Miss. Tetapi kayaknya Aishwa masuk angin," balas Aishwa, menatap lemah Mrs. Sunariah.

"Sudah makan belum?"

Aishwa menggeleng lemah. Dia lupa sarapan, setelah memasak sarapan untuk sang papa, adik, dan kakak. Aishwa pergi begitu saja demi menghindari sang papa.

"Makan dulu gih. Kayaknya lambung kamu kambuh," kata Mrs. Sunariah penuh perhatian.

Mrs. Sunariah tahu kalau Aishwa memiliki riwayat penyakit lambung. Dalam pelajaran setiap kelas Mrs. Sunariah selalu tertarik kepada Aishwa, seorang gadis cantik dan pintar pastinya.

"Miss temani ya," jeda Mrs. Sunariah, tatapan wanita itu kini tertuju ke setiap penjuru ruangan. "Untuk kalian, buka buku paket halaman 123. Dibaca dulu, nanti Mrs jelaskan."

"Iya, Miss," serempak anak-anak mengucapkan itu.

Mrs. Sunariah merangkul bahu Aishwa, berjalan beriringan ke arah kantin. Sesampai di kantin, Mrs. Sunariah memesan nasi goreng untuk Aishwa, lalu menyuapi gadis itu layaknya seperti seorang ibu.

Mendapat perlakuan khusus dari sang guru. Membuat hati Aishwa terenyuh, mengingatkan dirinya dengan sang mama. Aishwa sangat merindukan wanita yang sudah mau melahirkannya ke dunia ini.

Kesucian yang ternodaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang