SATU

78 7 1
                                    

Sang mentari telah terbit menampakkan cahaya terangnya yang mulai siap menghangatkan bumi. Gadis berparas cantik dengan rambut panjangnya yang sudah ditata sedemikian indah. Namanya Azkia Khanna Candriana. Ia mengenakan dress panjang untuk menghadiri perpisahan di SMA Tunas Bangsa, Sekolahnya.

Wajahnya terlihat murung, ia nampak tak bersemangat menghadiri acara tersebut. Hatinya seakan rapuh tak berdaya. Ia harus dengan rela melepaskan orang yang ia cintai dalam tahun-tahun terakhir ini. Seorang yang mewarnai masa putih abu-abunya. Seorang yang selalu menghiburnya dikala sedih dan menjaga senyumnya dikala bahagia. Ah, memikirkan itu semua membuat Azkia menitikkan air mata.

Tes....

Baiklah! Air matanya kini mulai jatuh, katakan saja Azkia terlalu terbawa perasaan hanya karena akan putus dengan kekasihnya. Tapi inilah yang ia rasakan, ia harus menghilangkan seseorang dalam hatinya.

Azkia pun mengambil tisu, menghapus air matanya lalu berjalan keluar kamar. Ia meninggalkan sarapannya, lagipula kedua orangtuanya pun seperti biasa, sudah pergi ke Kantor. Dan kakaknya, Andre, pergi ke Kampusnya. Alhasil, di rumah hanya menyisakan ia dan juga para pekerja rumah tangga.

"Non Kia, sarapan dulu, Non," kata salah seorang pekerja mengingatkan, namun Azkia sama sekali tak menghiraukannya. Ia berlalu begitu saja dan langsung naik ke mobil.

"Jalan, Pak!" perintah Azkia pada supir pribadinya.

Mobil pun melaju, Azkia mengotak-atik ponselnya. Terlihat, banyak pesan masuk dari seorang yang ia tangisi sejak semalam. Ia tak membuka pesan itu sama sekali, ia mengabaikannya. Mungkin ini pilihan yang tepat, pikirnya.

****

Sesampainya di Sekolah, Azkia langsung mencari keberadaan Ryan. Ia akan mengatakan hal penting ini sekarang juga. Ia tak ingin menunggu lebih lama lagi, takut saja Ryan sudah menyiapkan sesuatu yang indah untuk diberikan kepadanya saat acara perpisahan berlangsung nanti.

"Gas, Ryan dimana?" tanya Azkia tanpa basa-basi pada salah satu teman Ryan yang tengah berkumpul di taman Sekolah.

"Tadi, sih, bilangnya mau ke parkiran," jawab laki-laki yang bernama Bagas itu.

"Ngapain?" tanya Azkia lagi.

"Mana gue tahu, ke sana aja sendiri," balas Bagas acuh.

"Gue minta tolong, dong! Suruh Ryan temuin gue di tempat biasa, sekarang! Gue tunggu," Azkia langsung berlalu pergi meninggalkan sekumpulan teman Ryan atau bisa juga disebut Geng-nya.

Bagas cengoh di tempat melihat Azkia yang terlihat lebih serius dari biasanya. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, ia menghubungi Ryan.

"Yan! Lama amat lu? Buruan balik dah!" cerocos Bagas begitu Ryan menjawab teleponnya.

"Kenapa? Azkia udah dateng?"

"Udah, noh! Buruan balik, ditunggu di tempat biasa katanya. Terus, ya, tuh anak kayaknya habis nangis deh, matanya agak sembab."

"Oke!"

Ryan langsung menuju tempat yang dimaksud Azkia. Ia menemukan gadis cantiknya sudah terduduk di atas ayunan.

"Sayang! Kenapa?" tanya Ryan sembari mengelus lembut kepala Azkia.

"Dulu, pertama kali kita ketemu di sini, kan?" tanya Azkia basa-basi.

Ryan sedikit mengernyitkan dahinya, "Iya, kenapa?"

Tanpa menghiraukan pertanyaan Ryan, Azkia kembali bertanya, "Terus, kamu nembak aku juga di sini, kan?"

"Iya, Kia! Emang kenapa, sih?" Ryan mulai merasa takut dengan apa yang akan dikatakan Azkia selanjutnya sehingga dia berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Ini siapa, sih, yang beliin bajunya? Cantik banget!" kata Ryan seraya duduk terjongkok di depan Azkia yang duduk di atas ayunan.

"Kamu!" jawab Azkia to the point.

"Hmm ... kalo gini, kan, muka kamu jadi ketolong sama dress-nya, jadi kelihatan cantik gitu," Ryan terkekeh sambil mencubit gemas pipi Azkia.

"Aw, sakit!" Azkia memasang wajah cemberut miliknya, yang malah membuat Ryan semakin gemas saja.

Lalu seketika, Azkia menarik napas pelan. Menampilkan senyum termanisnya di hadapan kekasih hatinya. Ryan yang melihat itu, kembali merasakan hal yang aneh.

"Kamu mau ngomong hal penting, kan?" Ryan kini mengawalinya, ia tak ingin membuat Azkia bingung harus memulainya darimana.

"Iya."

"Apa?"

"Kita putus, ya," sebuah pernyataan yang terkesan seperti pertanyaan bagi Ryan.

"Apa, sih? Kamu nge-prank, ya? Gak! Aku gak mau putus, gak usah aneh-aneh, Sayang!" ujar Ryan berusaha berpikir positif sejak tadi.

"Aku serius! Aku mau putus," Azkia menahan sesak di dadanya, berusaha untuk tidak lagi mengeluarkan air mata. Ia harus berhasil meyakinkan Ryan, bahwa ia sangat menginginkan perpisahan ini.

"Alasannya?" Ryan berdiri dari jongkoknya dan menarik Azkia agar turut berdiri di depannya.

"Ya, aku mau putus. Gitu doang."

"Alasan macam apa itu? Kamu bosen sama aku?" Ryan mulai tersulut emosi.

"Udah, Yan. Aku mau putus, udah selesai!" Azkia pergi meninggalkan Ryan yang masih menatap tiap langkah yang diambil kekasihnya, maksudnya mantan kekasihnya, dengan tatapan penuh tanda tanya.

Ryan benci dengan semua ini. Ia menendang batu yang ada di sekitarnya dan menjambak rambutnya frustasi. Ia masih tak mengerti dengan Azkia, apa yang sudah ia lakukan? Ia merasa, untuk pertama kalinya dibohongi oleh cinta. Padahal biasanya, ia yang akan memutuskan hubungan. Namun kini, setelah ia benar-benar ingin menjaganya, malah berakhir dengan seperti ini.

****

To Be Continued!
Also follow me on KBMapp : lenzareal

Hijrah Cinta [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang