6| Permulaan

216 52 6
                                    

“ "A child asked to God : If everything is already written in destiny, then why I should wish?"

"God smiled and said : May be some on pages I have written as you wish" ” ---- Anonymous.


•••••

Sinbi baru saja keluar dari kamarnya setelah bersiap-siap untuk memulai kegiatan bekerjanya hari ini. Ia sudah sangat siap atas segala kemungkinan yang akan terjadi dan ia juga sangat tidak sabar untuk belajar lebih banyak mengenai dunia perdapuran yang akan ia selami selama beberapa waktu ke depan.

Ya, karena ini adalah pengalaman baru untuknya memulai pekerjaan yang lumayan jauh lebih ringan dibanding ia menjadi budak dulu. Dan yang terpenting, ia bisa memakai seragam yang rapi dan tidak sekucel gaunnya yang lama. Sinbi sangat senang sampai ia tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.

"Hei, apa kau merasa sudah baikkan?" tanya seseorang yang memakai seragam sama persis dengannya.

"Oh ya, aku sudah merasa lebih baik daripada kemarin."

Gadis itu tersenyum ramah, "Kau tidak ingat aku? Aku juga berada dalam barisan kemarin."

Mendapat pertanyaan semacam itu, tentu saja membuat Sinbi mengernyit karena kemarin saat berada dibarisan ia tidak sempat berkenalan dengan yang lain karena terlalu sibuk menikmati keindahan istana bahkan sampai ada bola yang mengarahnya saja ia tidak bisa menghindarinya.

"Maafkan aku, kemarin aku terlalu antusias menikmati keindahan istana ini jadi aku tidak terlalu mendengarkan namamu saat sesi perkenalan." ucap Sinbi merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, aku bisa memakluminya karena kemarin akupun juga sama terpesonanya dengan keindahan istana ini. Hmm, namaku Claudia. Kau Sinbi kan?"

Sinbi mengangguk, "Benar, Claudia. Ah aku jadi tambah merasa bersalah kalau begini. Kau bahkan mengingat namaku dengan jelas."

Claudia terkekeh, "Tidak, Sinbi. Sudah kubilang itu bukan masalah. Baiklah mari ke dapur. Sepertinya para pelayan baru sudah berkumpul untuk mendapatkan pelajaran baru sebagai pelayan."

Dan Sinbi turut mengangguk, kedua wanita itupun berjalan beriringin menuju dimana dapur berada.

"Jadi kau berasal dari bagian timur ya?" tanya Claudia berbasa-basi.

"Ya, terakhir kali aku tinggal di sana. Tapi sebelumnya aku juga berpindah-pindah tempat mengikuti Tuanku."

Claudia manggut-manggut, "Sepertinya kita mengalami nasib yang sama. Tapi setidaknya sekarang kita bernasib sangat beruntung. Benarkan?"

"Benar, walaupun kita tidak bisa benar-benar hidup dengan nyaman diluar sana. Tapi setidaknya menjadi seorang pelayan bukanlah ide yang buruk. Aku benar-benar bersyukur."

Claudia turut tersenyum, "Kau benar-benar orang yang sangat positif."

"Apa? Haha. Tidak juga kok." jawab Sinbi menampik pujian Claudia. Untuk menjadi dirinya yang sekarang pun, butuh waktu lama agar ia bisa lebih mengontrol dirinya dan menggantungkan hidupnya pada rasa syukur serta harapan yang baru dipercayainya beberapa waktu lalu.

Dan percakapan mereka terhenti ketika mereka sudah berada di sebuah ballroom menuju dapur. Disana sudah ada beberapa orang berkumpul dan Claudia maupun Sinbi buru-buru bergabung.

"Baiklah, karena semua pelayan baru sudah berkumpul. Maka aku akan mulai menjelaskan hal apa saja yang harus pelayan lakukan saat melayani penghuni istana. Dan yang terpenting kalian juga akan mendapatkan pelajaran untuk menulis dan membaca dalam beberapa waktu kedepan. Jadi kuharap kalian bisa mengikutinya dengan cermat." jelas Katy mulai menjelaskan.

"Apa? Menulis dan membaca? Mereka akan mengajari kita? Astaga, ini sulit dipercaya.." bisik Sinbi antusias kepada Claudia.

Claudia juga nampak sama antusiasnya dengan Sinbi. Pasalnya selama ini banyak budak yang tidak bisa membaca dan menulis karena mereka tidak berkepentingan untuk mendapatkan hak itu.

"Aku sudah tidak sabar, Sinbi."

"Hei kalian berdua! Berhenti berbisik-bisik dan dengarkan penjelasan Kepala Pelayan Katy!" tegur seseorang.

Sinbi dan Claudia yang merasa teguran itu ditujukan untuk mereka berdua, mereka pun otomatis langsung menegakkan punggung mereka dan mulai mendengarkan penjelasan Katy kembali.

"Jangan kau pikir akan hidup dengan tenang setelah ini." bisik seseorang tepat ditelinga Sinbi.

Sinbi pun reflek menoleh dan mendapati wajah Jendral Mingi yang sudah berjarak kurang beberapa senti dari wajahnya. Ia pun memundurkan tubuhnya karena terlalu terkejut. Beruntung dirinya berada pada barisan paling belakang jadi tak ada yang menyadari hal itu kecuali Claudia yang sepertinya berusaha untuk tidak memerhatikannya setelah mengetahui jika Jendral Mingi yang melakukannya.

"Apakah aku menakutimu?" tanya Jendral Mingi dengan santai seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Sinbi meneguk ludahnya susah payah dan buru-buru meminta maaf.

"Maafkan saya, Jendral. Saya tidak bermaksud--"

"Menghindariku?" potong Jendral Mingi cepat. "Kembali dengarkan Katy. Dan ingat kata-kataku tadi, hidupmu tidak akan benar-benar mudah mulai sekarang." kemudian berlalu pergi setelah mengucapkan kalimat yang cukup panjang itu.

Sialan. Apakah dia sedang mengancamku? Batin Sinbi kesal.

"Apa itu barusan? Apakah dia sedang memperingatkanmu?" bisik Claudia.

"Memperingatkan? Claudia jangan konyol. Jendral sialan itu baru saja mengancam--"

"Hei kalian berdua! Bisakah berhenti mengobrol dan mendengarkan penjelasanku?" tegur Katy yang menangkap Sinbi dan Claudia baru saja berbincang.

Ah sialan! Tertangkap basah juga akhirnya. Geram Sinbi dalam hati.

Sementara itu disisi lain Raja Seonghwa yang baru saja melihat apa yang Jendral Mingi lakukan kepada Sinbi entah mengapa membuat dirinya merasa tidak nyaman.

"Ada apa denganku? Mengapa aku tidak menyukai jika Mingi dekat-dekat dengan budak itu?" tanya Raja Seonghwa kepada dirinya sendiri.

Dan pertanyaan itu menguap ketika Putri Lia beserta kedua adik kembarnya muncul bergabung dengannya.

"Yang Mulia, bisakah anda mengatakan kepada kedua adik kembar anda agar tidak terus mengintiliku selama aku berada disini untuk mempersiapkan pertunangan?" lapor Putri Lia kepada Raja Seonghwa.

Raja Seonghwa mengernyit dan menatap Chaeyon serta Chaeryeong bergantian.

"Memangnya kenapa? Mereka bilang ingin sekali membantumu."

Putri Lia berdecak, "Tidak, Seonghwa. Mereka terus menggangguku. Aku tidak suka dengan mereka berdua." ucap Putri Lia bergelayut manja pada lengan Raja Seonghwa.

Chaeryeong dan Chaeyon yang melihat itu melempar pandangan satu sama lain dan tersenyum licik.

"Mengapa kau berkata seperti itu, Putri Lia? Padahal kami berdua hanya ingin membantumu."  ucap Chaeryeong memasang ekspresi sedih.

"Benar, apakah kau tidak bisa menghargai ketulusan kami?" sambung Chaeyeon dengan memasang ekspresi yang sama seperti yang Chaeryeong lakukan.

Raja Seonghwa menghela nafas, "Kau lihatkan Putri Lia? Mereka hanya ingin membantumu."

"Lagipula aku juga tidak mau kau mengurus semua keperluan pertunangan sendirian. Jadi biarkan mereka membantu." tambah Raja Seonghwa dengan lembut sambil merapikan anakan rambut Putri Lia yang sedikit berantakan.

Putri Lia menghela nafas, ia tidak punya pilihan jika Raja Seonghwa sudah memutuskan.

"Baiklah, tapi tolong jangan mengintiliku terus-terusan seakan-akan aku adalah induk kalian. Mengerti?" tegas Putri Lia kepada dua gadis kembar itu.

Chaeyeon dan Chaeryong mengangguk bersamaan, namun hati mereka siapa yang tahu?

Jangan kau pikir aku akan membiarkanmu hidup tenang. Batin Chaeryeong.

Kau pikir aku dan Chaeryong akan membiarkanmu begitu saja? Jangan bermimpi Putri Lia. Batin Chaeyeon.

To be continued...

The Duke of GloucesterWhere stories live. Discover now