11| Tahu Diri

165 37 6
                                    

Pernikahan Raja Seonghwa dan Putri Lia akan digelar besok, sama seperti perhelatan pesta-pesta penting lainnya, orang-orang di dalam istana sudah terlihat sibuk mempersiapkan pesta yang digadang-gadang akan menjadi pesta termahal dan terbesar seantero kerajaan lain karena hubungan dua kerajaan besar tersebut. Sementara itu, Sinbi yang dari pagi berdiam diri di dalam kamarnya mulai  merasa bosan. Entah bagaimana ceritanya, calon selir raja juga harus melakukan prosesi pingit seperti mempelai wanita yang sah. Ia tidak tahu mengapa menjadi selir juga harus ada prosesi-prosesinya, tapi kalau boleh jujur ia tidak suka dipaksa begini. 

Semenjak dinyatakan menjadi selir raja, Sinbi merasa hidupnya jadi banyak aturan. Tidak boleh ini, tidak boleh itu, banyak etika yang harus dipatuhi dan ia merasa terkekang. Ia senang Raja Seonghwa yang memilihnya sendiri menjadi selir, tapi kadang ia juga rindu kehidupannya yang menjadi seorang pelayan. Walaupun pekerjaannya cukup berat, setidaknya ia memiliki teman seperti Claudia dan Renoir. Ah, ia jadi makin rindu.

Belakangan ini ia sering merasa kesepian, karena waktunya hanya ia habiskan di sekitaran istana. Sinbi juga ingin pergi ke taman untuk berjalan-jalan atau bahkan menikmati udara segar. Ia pun bangkit dari ranjangnya untuk menuju jendela, biasanya rindunya akan sedikit terobati ketika ia melihat dunia luar dari jendela kamarnya yang kebetulan ada di lantai dua.

Udara sore hari di musim semi memanglah yang terbaik, pemandangan pohon-pohon yang daunnya mulai tumbuh terlihat jelas dari atas sini. Betapa beruntungnya pohon-pohon itu, mereka bebas bertumbuh tanpa ada yang mengatur mau seberapa rimbun mereka berkembang hingga musim panas nanti. Dan tidak seperti biasanya pula, perasaan Sinbi justru makin memburuk ketika melihat pemandangan dari dalam kamarnya. Sepertinya keinginannya untuk pergi keluar sudah sangat besar.

Sinbi berbalik untuk melihat pintunya yang tertutup, ia memutuskan untuk keluar secara diam-diam dengan menyamar sebagai pelayan istana agar tidak ketahuan. Ia memang dilarang untuk keluar, tapi mereka tidak mengunci pintu kamarnya. Sinbi tahu ia sudah melanggar peraturan, tapi ia hanya ingin menghirup udara segar di taman sebentar dan setelahnya ia akan kembali. Setidaknya ia tidak kaburkan?

Ia pun mengendap-ngendap setelah berhasil keluar dari kamarnya, sebenarnya ia sedikit terkejut karena tidak ada penjaga yang menjaga di depan kamarnya. Sepertinya semua orang memang benar-benar sedang sibuk karena lantai dua begitu sepi. Sinbi bisa melewati lorong lantai dua tanpa ketahuan, dan kini ia harus menuruni tangga untuk menuju lantai satu dimana ia yakin semua orang sekarang sedang ada disana untuk mempersiapkan pesta besok hari.

Dan benar saja, lantai satu benar-benar dipenuhi oleh orang-orang yang sibuk mendekorasi pesta, ada juga yang sibuk bersih-bersih, dan yang lain melakukan tugasnya sendiri. Mereka terlihat sangat sibuk dan ini kesempatan Sinbi untuk bisa keluar tanpa ketahuan.

"Akhirnya.."

Sinbi bersorak senang karena bisa pergi ke taman tanpa ada gangguan. Ia sampai menangis terharu karena setelah sekian lama, ia bisa menghirup udara segar bak tahanan yang dipenjara bertahun-tahun lamanya. 

Sudah berhari-hari tidak kesini, Sinbi bisa merasakan ada banyak macam perubahan tanaman-tanaman di taman itu. Setelah berkeliling pun, ia juga baru sadar jika bunga monksod yang waktu itu hampir saja meracuninya sudah tidak ada.

"Kemana perginya bunga itu? apakah baru-baru ini terjadi perang sehingga pihak kemiliteran mengambil semuanya?" katanya menerka-nerka.

"Aku menuruh mereka untuk memusnahkannya." sambung seseorang tiba-tiba bergabung tanpa sepengetahuan Sinbi.

"Astaga! Yang Mulia, anda mengagetkan saya!"

Ya, orang itu adalah Raja Seonghwa. Pria itu tersenyum dan berjalan mendekati Sinbi yang berdiri tidak jauh darinya.

"Bagaimana kau bisa ada disini-- ah tidak, bagaimana caranya kau bisa kabur? Sepertinya para penjaga tidak ada yang pecus menjagamu."

"Tidak, Yang Mulia. Kumohon jangan salahkan mereka, dan sebelumnya saya meminta maaf karena pergi tanpa izin." kata Sinbi meminta maaf.

Raja Seonghwa terkekeh, "Untuk apa kau meminta maaf kepadaku? kau bebas melakukan apapun di istana ini."

"Dan bagaimana dengan prosesi itu?" tanya Sinbi cepat.

Lagi-lagi dengan mudahnya Raja Seonghwa tertawa karena ulah Sinbi yang tidak seberapa, tapi menurutnya sangat lucu.

"Apa kau mengkhawatirkan prosesi itu sekarang?"

"Sedikit."

"Pantas saja kau berani kabur."

"Saya tidak kabur, lagipula saya nanti juga akan kembali. Sekarang saya hanya ingin menghirup udara segar sebentar."

Raja Seonghwa manggut-manggut, lantas ia pun berjalan menuju sebuah bangku yang kosong dan duduk disana. Sinbi yang melihat itupun mengikutinya.

"Apakah saya boleh ikut duduk?"

Raja Seonghwa tidak menjawab dan hanya memberi isyarat jika Sinbi boleh duduk disampingnya.

"Terima kasih."

Situasi pun berubah hening, langit sudah kelihatan gelap menandakan sore sudah berganti dengan malam. Lampu-lampu di taman itu juga mulai menyala menyinari gelapnya malam. Sinbi melirik Raja Seonghwa dari posisinya. Kepalanya sontak menggeleng tanpa sadar, bisa-bisanya disaat seperti ini ia terpesona dengan ketampanan pria itu. Ingat Sinbi, dia mau menikah besok.

Dan besok kau juga resmi menjadi selirnya. Batinnya menyahut.

Seperti dihinggapi ribuan kupu-kupu, Sinbi merasakan perasaan tidak biasa di sekitar perutnya. Apakah ini yang disebut butterfly effect? rasa senang yang berlebihan. Merasa ada yang aneh di sampingnya, Raja Seonghwa menoleh dan didetik itu tatapan mata mereka bertemu. Namun tidak bertahan beberapa detik, Sinbi buru-buru mengalihkan pandangannya.

Jantungnya rasanya seperti dipompa dua kali lebih cepat. Ini tidak benar, ia khawatir dengan kesehatan jantungnya saat berada didekat Raja Seonghwa.

"Sinbi, apakah kau tidak enak badan?"

Sinbi menggeleng cepat, "Tidak, saya baik-baik saja, Yang Mulia."

Diluar dugaan, tiba-tiba Raja Seonghwa menempelkan tangannya yang dingin di dahinya tanpa permisi. Dan Sinbi pun dibuat panik dan langsung berdiri canggung.

"Saya baik-baik saja kok."

"Ah, begitu. Maafkan aku yang sudah tidak bersikap sopan padamu, aku hanya khawatir."

Bukannya membaik, detakan di jantungnya makin menjadi. Semoga saja ia tidak terkena serangan jantung secara tiba-tiba karena ketidaknormalan ini. Namun ditengah-tengah kecanggungan itu. Sinbi ingin bertanya satu hal pada Raja Seonghwa dan mungkin bisa menjelaskan kondisinya saat ini.

"Yang Mulia, apakah saya boleh bertanya sesuatu?"

"Seonghwa, panggil aku begitu Sinbi."

"Tapi--"

Kalimat Sinbi terpotong ketika Raja Seonghwa menggenggam tangannya tiba-tiba. Pria itu memandangnya secara terang-terangan. Sinbi tidak tahu mengapa kali ini Raja Seonghwa tampak berbeda.

"Aku menyukaimu, maka dari itu aku memilihmu menjadi selirku." ujar Raja Seonghwa seakan tahu pertanyaan yang diajukan Sinbi tadi.

Sementara itu Sinbi hanya membeku ditempatnya, sekarang ia memang sudah tahu jawaban dibalik mengapa Raja Seonghwa memilihnya, tapi entah mengapa ada perasaan lain yang mengganjalnya.

Sinbi sekarang sadar akan posisinya karena Raja Seonghwa menegaskan dia hanya menyukainya, sedangkan cintanya adalah milih Putri Lia. Ini adalah definisi sakit tapi tidak berdarah.

Tbc...

The Duke of GloucesterWhere stories live. Discover now