Part 3

186 35 13
                                    

Kegagalan hanyalah keberhasilan Yang tertunda, orang yang tak pernah Mau menerima kegagalan selama Hidupnya tak akan pernah merasakan Keberhasilan.

Satu minggu kemudian, Ranu Sadewa mati-matian belajar agama untuk menghadapi tes masuk Aliah kelas dua. Walaupun sudah diaku sebagai cucu Kyai Misbah, tetapi tidak secara otomatis ia bisa masuk Aliah begitu saja tanpa tes. Ranu sadewa sampai lupa makan karena sibuk menghafal beberapa ayat Al-qur'an dan Hadist. Sedangkan pelajaran umum, Ranu tidak di uji lagi.

Sesuai hari yang di jadwalkan Ranu berangkat tes. Ia memakai seragam layaknya santri lama. Kopyah baru, sarung baru, dan baju putih berlengan panjang. Tangannya menenteng kitab, hatinya merasa was-was menghadapi tes. Sampai di kantor Madrasah Aliah Al-Masjun, ia di sodori lembaran soal bertuliskan huruf arab gundul. Jangankan menjawab, membacanya pun ia tak mampu. Ranu tidak mau menyerah, di kerahkan semua kemampuannya, tetapi tetap saja ia tak bisa membacanya. Sampai waktu yang di sediakan habis, belum satu kata pun huruf yang terbaca.

Melihat itu, seorang guru mendekatinya. "Kalau tidak bisa, kai bisa masuk kelas Diniyah satu tahun. Setelah itu kau bisa masuk Aliah kelas dua tanpa di tes lagi!"

"Maaf Pak, setingkat apa kelas Diniyah itu ?," tanyanya dengan sedih.

"Diniyah itu tidak ada tingkatannya. Kelas itu di peruntukkan bagi anak-anak pindahan yang belum menguasai pelajaran agama. Mereka anak anak dari sekolah umum yang hendak masuk Aliah atau MTS. Selama satu tahun, Diniyah hanya mempelajari ilmu agama saja. Bila kau tetap bersikeras pindah di Aliaj lebih baok lewat Pendidikan itu dulu. Kecuali kau dari Aliah mungkin bisa kamj pertimbangkan, dengan syarat tetap tes lesan dan tertulis," jelas seorang guru yang tampak masih muda.

"Sekarang bisa mendaftar, Pak ?"

"Bisa. Sekalipun kau sudah ketinggalan. Sebab kamu datang di pertengahan tahun ajaran. Daripada nganggur lebih baik di Diniyah saja. Kau juga akan belajar dengan kawan kawanmu. Tahun depan kau tinggal mengulangnya,"

Ranu Sadewa permisi. Otaknya di penuhi berbagai penyesalan. Ada rasa khawatir dirinya terlambat untuk bisa tes masuk Taruna Akabri. Menjadi Taruna adalah kebanggan orang tuanya. Bila tidak bisa masuk, tentu selama hidupnya ia akan di anggap gagal oleh keduanya. Dengan demikian ia tidak akan bisa bertemu kedua orang tuanta yang sangat di rindukan. Apapun yang terjadi ia bertekad untuk mengejar waktu. Sekalipun dirinya tidak begitu ambisi masuk Akabri, demi cintanya kepada orang tua, semua akan di lakukan.

Kalau menurut hati kecil, sebenarnya ia kurang senang menjadi tentara. Ranu yakin kesuksesan hidup seseorang tidak hanya di ukur dengan masuk Akabri saja. Ada seribu jalan menuju Roma. Sejak kecil, ia sudah bercita cita menjadi ilmuwan plus yang menguasai ilmu umum dan agama. Namun, bapaknya yang menginginkan Ranu menjadi perwira. Itulah yang membuatnya lemas ketika di tolak masuk Aliah, khawatir umurnya sudah terlewat nanti.

Rasa sesal meninggalkan bangku SMU kini tiada kira. Begitu teringat SMU yang di tinggalkannya, bayangan Syafira muncul dan mengingatkan semuanya. Ingin rasanya ia berkirim keluh-kesah pada Syafira. Namun, sebentar kemudian pikiran itu berubah lagi.

"Ah, seandainya....," keluhnya dalam hati, kemudian berbagai kata seandainya muncul dan membuatnya semakin menyesakkan dada. Siang dan malam ia sulit tidur karena tidak kuat menanggung kekecewaan. Apa yang selama ini diidamkan ternyata hanya manis dan indah di bayangkan saja. Kebebasan itu kini terasa semu. Apalagi masih banyak hal yang membuatnya tertekan. Mulai dari persoalan memasak, mencuci, belajar, dan lain sebagainya yang harus di selesaikan seorang diri.

Sabuk Kyai [SEGERA DI FILMKAN]Where stories live. Discover now