9. One Call Away

193 28 9
                                    

One Call Away—Charlie Puth

***

Hari minggu. Salsa yang hari ini berniat menghabiskan waktunya di rumah, mendadak dikejutkan dengan berita bahwa pertandingan kedua basket akan dilaksanakan hari ini. Dengan panik, Salsa bersiap-siap dengan kecepatan tinggi. Rafael tidak memberi tahunya sama sekali tentang hal ini.

Meski cukup kesal dengan perilaku ‘pacarnya’, Salsa tetap harus menghadiri pertandingan. Walaupun semangat yang ia berikan tidak mempengaruhi Rafael secara mental, setidaknya ia sudah membuktikan bahwa ia memang benar-benar memberi perjuangan lebih padanya.

Ketika Salsa sampai di sekolah, tribun rupanya nyaris terisi penuh dengan murid-murid yang ingin melihat jalannya pertandingan. Drama yang menjadi latar belakang persaingan ini tentu menjadi penyebab utama mengapa mereka datang. Bisa ditebak, penonton yang datang sebagian besar mendukung Titan, mengingat pemuda itu memang baik kepada semua orang, berbanding terbalik dengan Rafael yang memang tidak terlalu mempedulikan sekitarnya.

Poin perolehan sekarang 25:20 dengan Titan yang memimpin. Berbeda dengan permainan sebelumnya, kali ini mereka berkelompok meski setiap tim hanya berisi dua anggota. Anggota Titan adalah Diki, orang yang berstatus sebagai salah satu teman Rafael. Salsa sendiri tidak kaget mengapa Titan memilih Diki, mengingat duo kembar itu memang lebih dekat dengan Titan. Sedang, Rafael sendiri satu tim dengan salah satu kelas sepuluh. Salsa tak terlalu mengenalnya, tetapi ia pernah mendengar bahwa pemuda itu memang punya bakat bawaan yang hanya perlu diasah.

“Kenapa lo nggak gabung jadi timnya Rafael?” Kebetulan, Salsa mendapat tempat duduk di sebelah Dika yang tidak ikut bermain. Karenanya, pertanyaan wajar ini muncul dengan sendirinya.

Dika menoleh. “Gue rewatch One Piece tadi malem. Begadang, sekarang pusing.”

Jawaban itu memang terdengar masuk akal, mengingat Dika memang suka anime dan manga. Namun bagi Salsa, entah mengapa itu salah. Ikatan pertemanan Dika yang lebih erat dengan Titan, membuat pemuda itu pasti takut akan menghancurkan koordinasi tim jika bergabung dengan Rafael.

Sejenak, kesalahan ini Salsa pikir memang dibuat oleh Rafael sendiri. Namun, begitu matanya menatap Rafael yang berjuang keras di lapangan, entah mengapa ia memahami perasaan pemuda itu. Selalu diabaikan di keluarga, membuat Salsa lebih sering mengamati karakter orang lain ketika bertemu, sehingga ia lebih mudah memahami mereka.

Rafael hanya ingin menjadi sosok yang sempurna. Sosok yang bisa menarik perhatian Wilona, meskipun cara yang ia tempuh pada akhirnya malah hanya memisahkan Rafael dengan orang-orang di sekitarnya. Benar kata orang, cinta itu memang gila. Orang-orang akan berlomba untuk bisa mendapatkan pembalasan atas perasaannya walau dunia akan lebih sering membenci cara tersebut.

Fokus dengan permainan, ritme pertandingan berubah lebih cepat. Nyatanya, meski sekarang sudah babak keempat, semangat pemain tidak juga pudar. Keempatnya seakan ingin melampaui batas stamina masing-masing. Semua pasang mata tertuju pada dua tim yang selalu siap memberi serangan, pertahanan, bahkan tipuan. Salsa benar-benar terpaku dengan pertandingan ini.

Poin sekarang imbang. Satu menit sebelum permainan berakhir, Salsa rasanya seperti lupa bernapas karena intensnya permainan. Melihat bagaimana Rafael yang selalu berusaha keras agar keterampilannya meningkat, membuat Salsa berharap agar kemenangan bisa jatuh pada pemuda itu.

TIEMPO (revisi) Where stories live. Discover now