Salah Jalan - Nyasar ke Kandang Jin

Start from the beginning
                                    

Kondisi jalan semakin mencekam. Banyak bangkai sepeda motor dan mobil. Ada yang remuk dan terbakar. Di dekat kendaraan-kendaraan itu, ada orang-orang dengan tubuh hancur, gosong, bahkan nyaris tak berbentuk. Mereka itu Jin Qorin dari korban-korban kecelakaan.

Tolong! Tolong!

Aduh sakit!

Panas!

Kata-kata itu terdengar bersahutan. Ditambah suara jerit dan tangis yang menyayat hati.

Di pinggir jalan banyak wanita yang diseret-seret oleh sosok seperti Genderuwo.

"Wanita itu akan dijadikan budak seks," ucap Si Kingkong.

Nasib Qorin pria pun tidak kalah mengenaskan. Lehernya diikat dan ditarik, seperti hewan peliharaan.

"Mereka itu akan dijadikan anak buah. Tapi ...."

"Tapi apa?"

"Kalau sudah tidak berguna, bisa menjadi makanan."

"Owh ...." Aku masih memacu sepeda motor dengan santai.

Tiba-tiba, di depanku sudah berdiri makhluk tinggi besar. Badannya dipenuhi bulu berwarna hitam. Mulutnya bertaring, matanya merah dan membawa tongkat. Sudah pasti ini pemimpin mereka, Raja Genderuwo.

"Mau apa kamu kesini?" tanya Raja Genderuwo itu.

"Saya cuman lewat."

"Lewat? Buat apa bawa mereka," ucapnya sambil menunjuk ke arah belakangku.

Aku menoleh, tenyata Si Kingkong sudah tidak sendirian. Dia sedang tertawa-tawa bersama 'Trio Macan', penjagaku yang lain.

"Jangan ganggu, lebih baik cepat pergi!" usir Raja Genderuwo.

"Dari tadi juga mau pergi, tapi ini malah nyasar ke tempat kamu."

"Boleh saya kerjai dia?" bisik Si Kingkong.

"Jangan, nanti banyak yang ngamuk-ngamuk ke rumah."

** Flashback on **

Di antara semua penjagaku, si Kingkong ini yang paling jahil. Pernah pas pulang malam, tanpa sengaja ada Kuntilanak lewat. Eh ... bajunya dia ganti menjadi motif polkadot. Kuntilanak itu nangis dan protes padaku.

Bukan hanya Kuntilanak. Dia juga pernah mengikat sesosok Pocong di pohon. Sampai teman-teman pocong lainnya demo di depan rumah.

Kejadian yang paling bikin pusing, ketika malam-malam aku melewati sebuah jembatan. Si Kingkong yang sedang duduk di jok belakang. Tiba-tiba membawa seorang anak kecil.

"Hadeuh ... pantesan motornya berat amat. Ngapain sih bawa itu bocah?"

"Kasihan."

"Hah?"

"Ini anak akan dijadikan makanan oleh Siluman itu," ucapnya sambil menunjuk sesosok Siluman Kadal yang sedang mengejar motorku.

"Ya elah ... Kong Guan! Mending balikin dah. Saya males urusan sama dia."

"Kong Guan apa?"

"Kamu!!" jawabku kesal. "Udah cepet balikin. Tuh sekarang dia bawa rombongannya."

"Tidak! Kamu tidak kasihan, Mir?"

"Terserah lah, yang penting kamu urus tuh mereka."

"Ah, kecil."

Si Kingkong menyuruh Qorin anak kecil itu duduk di belakangku. Tangannya memegang badanku dengan erat, dan itu sangat tidak nyaman. Ya ... masa jin takut jatuh sih?

Dari penglihatan mata batin, terlihat Si Kingkong sedang bermain-main dengan Siluman Kadal dan anak buahnya. Dia melempar wajah Siluman Kadal dengan cairan berwarna hitam. Wajahnya yang cantik, tiba-tiba berubah menjadi gelap. Siluman itu menangis, dan pergi entah ke mana.

Gara-gara kejadian itu. Keesokan malamnya, Siluman Kadal itu datang ke rumah, membawa lebih banyak pasukan. Si Kingkong malas meladeninya. Dia lebih memilih bermain bersama anak-anak kucing di dalam rumah.

"Kong ... tuh banyak yang datang," ucapku yang sedang rebahan di kasur, sambil bermain game mobile.

"Biarkan saja ... nanti juga dimakan Si Macan Kumbang (salah satu anggota 'Trio Macan')"

Benar saja, hanya dalam hitungan menit, sudah terjadi pembantaian. Si Macan Kumbang datang menghampiriku, membawa sesuatu. Mahkota dengan berlian berwarna hitam, yang tadi dipakai oleh Siluman Kadal itu.

"Kamu apakan dia?"

"Saya makan."

"Dih ... beneran dimakan."

"Tuhkan, kamu tidak percaya," ucap Si Kingkong yang sedang menarik-narik buntut anak kucing.

"Habisnya, akhir-akhir ini sepi. Jarang ada yang ke rumah."

Aku tidak memperdulikan obrolan mereka. Lebih baik fokus bermain game tembak-tembakan di ponsel.

**Flashback off**

Lanjut ke cerita utama ....

"Jadi gimana nih ... padahal saya sudah jauh-jauh datang ke sini," protes Si Macan Putih.

"Gak usah bikin ribut, sana pulang!" balasku.

Si Belang dan Si Putih sudah menghilang, kembali ke rumah. Tinggal satu ekor ini, yang paling resek, Si Hitam (Macan Kumbang).

"Pintu keluarnya ke mana ya?" tanyaku pada Raja Genderuwo.

"Kamu jalan terus, nanti di depan ada pintu keluar," balasnya.

"Oh oke."

Aku pun kembali menghidupkan sepeda motor, berlalu melewati Raja Genderuwo. Pintu keluarnya ternyata agak jauh. Harus melewati dua kandang lain.

"Mir ... itu boleh tidak?" tanya Si Hitam yang sedang memandangi sesosok wanita cantik, dengan pakaian serba merah. Sebut saja Kuntilanak Merah.

"Emang mau diapain?"

"Ya, dimakan lah," balas Si Kingkong, lalu mereka berdua tertawa. Sepertinya Kuntilanak Merah itu tahu kalau sedang dibicarakan. Dia pun lari ketakutan.

"Eh dia lari," ucap Si Kingkong.

"Yahhhhh ...." Si Hitam kecewa, lalu menghilang.

Dari kejauhan, terlihat cahaya terang. Sudah pasti itu pintu keluarnya. Aku tancap gas, dan melalui cahaya itu. Lalu, ke luar di sebuah jalan setapak yang gelap dan dikelilingi banyak pohon. Jalannya berbatu, membuatku melambatkan laju sepeda motor.

"Ngapain Dek lewat sini?" sapa seorang Kakek Tua yang tiba-tiba muncul dari balik pepohonan.

Reflek kuhentikan sepeda motor, "Enggak Kek," balasku sambil tersenyum.

"Bilang aja salah jalan." Kakek itu tertawa puas sekali, lalu menghilang.

SEKIAN

CERITA AMIRWhere stories live. Discover now