12. KOK KEMPES?

50 12 19
                                    

"Far, balikin sapu gue," kesal Syafa yang terus berlari mengejar Faruq.

"Sapu kelas bukan sapu lo," koreksi Faruq.

"Heh bisa nggak sih kalian jangan kayak anak kecil, tuh jadi berantakan lagi kan," omel febri.

"Bocil banget pake lari-larian di kelas, ini bukan sinetron india," sindir Ratu yang sedang sibuk memunguti kertas di lantai.

Bu Vika memberikan jam kosong atas perintah dari Pak Samuel. Namun, hal itu tidaklah menjadikan kesenangan, pasalnya kini mereka tengah sibuk membersihkan kelas akibat kerusuhan dari anak Ips. Pak samuel bukan hanya menyuruh mereka membersihkan kelasnya saja, tetapi juga luar kelas hingga ke lapangan. Sangat baik hati bukan kepala sekolah mereka.

"Panas," keluh Liva sembari mengibaskan tangannya mencari angin.

"Ada iblis kali di dekat lo," ucap Melo yang masih sibuk memasukkan sampah ke tempatnya.

"Lo nyindir gue," sahut Dira, karena saat ini ia tengah duduk di samping Liva.

Melo menoleh, lalu setelahnya menampakkan senyum selebar mungkin.

Tiba-tiba Lesta menghampiri Melo. "Mel, bantuin gue buang itu dong," pintanya sembari menunjuk satu tong sampah berukuran lumayan besar.

"Lo nggak cacat kan, lo punya kaki punya tangan, apa gunanya kalo nggak dipake," ucap Dira.

"Itu berat Dir," kata Lesta membuat Dira jengah mendengarnya.

"Udah nggak usah dengerin omongan samyang," ujar Melo kemudian terkekeh pelan. "Yukk."

Melo dan Lesta pun menggiring tong sampah itu kebelakang sekolah tempat di mana ada pembuangan sampah umum.

"Kita lewat gudang ya?" Tanya Lesta dan Melo mengangguk sebagai jawaban.

"Berarti lewat kelas angker juga kan?" Tanya lesta lagi membuat langkah Melo terhenti.

Kelas angker, itulah julukan yang diberikan kepada kelas di samping gudang belakang sekolah. Kelas itu sudah lama tak dipakai karena dulu ada sebuah insiden yang katanya melibatkan tragedi pembunuhan sehingga kelas itu dinonaktifkan untuk fasilitas pembelajaran.

"Putar balik yuk," ajak Melo, "tapi nanggung sih, yaudah lah lanjutin aja."

Lesta  mengangguk, mereka meneruskan langkahnya hingga melewati gudang, dan disambut dengan sebuah kelas yang tak berpenghuni. Aura mencekam semakin terasa ketika langkah kaki mereka mulai melewati kelas itu.

"Ta, jangan nengok ke kiri ya, kalo ada bunyi pura-pura nggak denger aja, kalo ada yang manggil diem aja, kalo ada yang nangis kita lari," instruksi Melo kepada Dira.

Namun baru saja berjalan beberapa langkah, Melo sudah lari terlebih dahulu meninggalkan Lesta yang masih diam di tempat. Padahal tidak terjadi apapun, Lesta yang mulai merasakan suasana aneh pun akhirnya ikut berlari menyusul Melo. "Tungguin Mel!"

"Huft, akhirnya sampai juga." Melo bernapas lega ketika telah tiba di pembuangan sampah sekolah.

Dengan cepat mereka membuka tong sampah dan menumpahkan isinya pada tempat berbentuk persegi yang berukuran besar.

"Hueekk." Melo merasa mual ketika indra penciumannya dipenuhi oleh berbagai macam bau. Ia segera menutup hidungnya dengan sebelah tangannya begitupula dengan Lesta.

"Nasib nasib," ucap Lesta.

Setelah selesai membuang sampah, mereka menjauhi tempat itu karena tak tahan dengan aroma yang membuat isi perut mereka bergejolak menari didalamya.

"Pantesan aja sampah itu disamain dengan mantan," ucap Lesta memulai pembicaraan.

Melo mengerutkan alisnya. "Karena bau?"

𝐘𝐨𝐮 𝐍𝐞𝐯𝐞𝐫 𝐊𝐧𝐨𝐰 (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang