Nggak Diajak Kondangan

1.4K 94 7
                                    

Betty POV

Besok adalah pernikahan Rama, sahabat Mas Farid dengan Mila temanku. Kini aku tengah menyiapkan pakaian untuk pergi ke pesta pernikahan mereka esok hari. Kubuka lemari, memilah-milah pakaian bagus yang tergantung.

Bingung, pasalnya pakaian bagusku sebagian sudah tidak muat, mungkin karena badanku yang membesar. Dari dulu tubuhku memang jauh dari kata ideal alias gemuk. Ditambah selepas kelahiran Nita, jadi tampak tak karuan saja bentuknya. Ah, aku tidak peduli dengan tubuhku ini, yang penting Mas Farid tidak mempermasalahkannya. Buktinya Mas Farid menikahiku, itu berarti ia menerimaku apa adanya.

Sebagian pakaianku sudah hampir mengecil. Aku harus membeli baju lagi dengan ukuran yang lebih besar menyamai ukuran tubuhku.

Perhatianku teralihkan kala mendengar suara pintu kamar terbuka, sudah kuduga pasti itu Mas Farid. Kuhampiri ia dengan membawa dua setel pakaian. "Mas, besok buat ke kondangan, cocoknya aku pake baju yang mana ya?" tanyaku tersenyum sambil menyodorkan keduanya.

Mas Farid terdiam sejenak, mungkin berpikir.

"Kamu nggak usah ikut."

Lagi, kalimat itu harus aku dengar untuk kesekian kalinya. Seketika senyumanku memudar, lalu mengernyit heran. "Kenapa? Padahal aku ingin datang ke pernikahan mereka, Mas. Mereka 'kan teman kita waktu di SMA," tanyaku sedikit kecewa.

"Biar aku aja yang mewakilkan. Kamu diem aja di rumah."

"Tapi aku nggak enak sama Mila, Mas."

"Nanti aku bilang ke dia kalau kamu ada urusan. Sudahlah, aku mau tidur siang dulu, ngantuk!" Mas Farid merebahkan tubuhnya di atas ranjang, memejamkan mata lalu tertidur.

Aku benar-benar kecewa dengan keputusannya, mengapa Mas Farid tidak ingin aku ikut? Bukan kali pertama Mas Farid bersikap demikian, setiap ada undangan pernikahan Mas Farid enggan mengajakku. Ia selalu membuat pilihan, antara aku atau ia yang datang. Entah mengapa ia tidak pernah mau pergi berdua.

***

"Betty!"

"Iya, Bu." Aku segera menghampiri Ibu yang terus saja memanggilku, padahal aku sedang sibuk mencuci baju.

"Ada apa, Bu?" tanyaku yang sudah berdiri di samping sofa tempat Ibu duduk. Ibu tengah asyik menonton televisi dengan santainya. Kemudian Ibu menatapku.

"Bikinin kue brownis sekarang."

"Tapi Bu, aku lagi nyu---"

"Betty! Ibu nggak suka ada penolakan ya!" bentak Ibu mertuaku dengan tatapan tajam. Menghela napas panjang, bergegas aku pergi ke dapur.

Sebenarnya aku sudah tidak nyaman tinggal bersama Ibu, dia selalu saja menyuruhku seenaknya. Suruh inilah, suruh itulah. Ibu seolah tidak peduli meskipun aku tengah sibuk dengan urusan lainnya, dia selalu merepotkanku.

Jika bukan karena Ayah mertua dan Mas Farid mungkin aku sudah tidak betah tinggal serumah dengannya. Aku sering menyuruh Mas Farid untuk pindah ke rumah warisan orangtuaku yang lumayan agak besar, tapi ia menolak. Padahal, aku ingin merasakan tinggal hanya bertiga bersama Mas Farid dan Nita anak kami. Mas Farid baru ingin ikut pindah jika mengajak Ibu dan Ayah mertua.

Ibu mertua sebenarnya ingin tinggal di rumah warisan itu, tapi Ayah mertua bersikeras tak mau. Katanya dia tidak berhak tinggal di rumah warisan kedua orangtuaku yang telah tiada karena Ayah merasa malu jika harus tinggal di rumah menantu.

***

Hari ini aku tengah sibuk berkutat di dapur. Memasak, mencuci piring, sekaligus menyuapi Nita sarapan.

"Betty, bukannya hari ini pernikahan sahabat kalian?" tanya Ayah mertua yang tiba-tiba berada di sampingku.

"Aku nggak ikut, Yah. Hanya Mas Farid saja," ucapku sambil tengah sibuk memasak.

"Kali kali lah kalian datang berdua, perasaan ... Ayah lihat kalian jarang pergi berdua." Ayah mungkin merasa heran.

"Tadinya sih Betty ingin ikut tapi nggak dibolehin sama Mas Farid," kataku yang tetap asyik memasak.

Ayah terdiam sejenak.

"Fariiid!" Aku tersentak saat Ayah berteriak memanggil nama suamiku, sesaat kemudian Mas Farid datang dengan pakaian yang sudah rapih.

"Ada apa, Yah?" tanya Mas Farid tampak heran.

"Ajak istrimu ke kondangan," titah Ayah.

"Tapi Betty 'kan lagi sibuk, Yah."

"Urusan dapur biar Ibu saja yang lanjutin. Kalian berdua datanglah berdua ke acara pernikahan sababat kalian. Masa cuma kamu saja yang datang?" ujar Ayah dengan berkacak pinggang.

Mas Farid menunduk diam.

"Dan kamu, Betty," panggil Ayah mengalihkan tatapannya padaku.

"Cepatlah kamu bersiap-siap. Nita biar Ayah yang mengasuh, urusan dapur nanti diterusin sama Ibu," kata Ayah sambil berlalu pergi, disusul Mas Farid kemudian. Kudengar Mas Farid agak mendengus.

***

Farid POV

Aku membanting pintu kamar dengan keras. Mengacak rambut frustasi. Mengerang kesal.

Sial! Hari ini aku harus membawa si gembrot itu ke kondangan. Ini semua gara-gara Ayah! Aku gengsi dan malu jika harus membawa dia. Bagaimana jika nanti teman-teman mengolok-olokku?

Seorang Farid yang tampan, berdampingkan dengan wanita buruk rupa? Oh Tuhan, kenapa kau jodohkan aku dengannya?

Hah, nasib memang. Kalau bukan karena Ayah aku tidak ingin menikahinya. Itu karena persahabatan Ayahku dan Ayah Betty. Ayah bersikeras memaksaku untuk menikah dengannya. Kata Ayah Betty adalah wanita yang baik.

Buat apa baik, jika wajahnya jelek, kulitnya kusam dan tubuhnya gempal? hah, sungguh tidak enak dipandang!

Satu hal lagi yang membuat Ayah menginginkanku untuk menikahinya. Ayah bilang dia ingin balas budi dengan segala kebaikan yang telah diberikan Ayah Betty padanya. Ayah memintaku untuk membahagiakan Betty.

Aku mendecih sinis.

Membahagiakannya? Ogah!

Tbc

Vote 😊

BERUBAH CANTIK UNTUK BALAS DENDAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang